Rekan baikku ini menjadi kenikmatan khayalan hiburan seksual bersama. Cerita cewek hiperseks yang berusia 22 tahun ini mempunyai postur tubuh yang ideal dan menggoda. Dengan tinggi 165 cm dan berat tubuh selama 50 kg menciptakan tubuhnya proporsional. Belum lagi ukuran Payudara-nya yang berukuran 34B menciptakan pria manapun hendak melepas hasrat seks mesum dengannya.
Kulit hitam manis dan rambutnya tidak banyak ikal meningkatkan keindahan tubuhnya. Belum lagi unsur tubuh dari cewek hiperseks ini yang bakal bugil telanjang disaat beradegan seks mesum dengannya. Cewek hiperseks yang tidak jarang kali menggoda guna dikecup, dicumbu dan dihirup sepuasnya dan melepas gejolak birahi seksual pria. Inilah kisah seks mesum mengenai cewek hiperseks hot selengkapnya.
Lily, berusia 22 tahun. Dia ialah sahabat baik Ria. Posturnya 165 cm/50 kg. Payudaranya berukuran 34B. Orangnya hitam manis, rambutnya agak ikal. Matanya tajam masing-masing kali berkata seakan-akan menginvestigasi isi hati lawan bicaranya. Bibirnya penuh, tidak tebal, tidak tipis, paling seksi. Menurutku, unsur terseksi dari Lily terdapat pada bibirnya. Sangat menggoda guna dikecup, dicumbu dan dihirup sepuasnya. Apalagi bila Lily memakai lip gloss supaya membuat bibirnya tidak jarang kali tampak basah. Benar-benar menggoda. Wajahnya paling innocent alias bertampang tak punya dosa, terlihat lugu sekali.
Tapi tidak boleh salah, di balik wajahnya yang imut, terdapat nafsu birahi yang membara. Ada hasrat seks yang tidak jarang kali menggebu. Tiada hari baginya tanpa memikirkan sex. Aku mengetahuinya sesudah Lily berterus cerah padaku apa yang dia rasakan. Lily bercinta kesatu kali di ruang belajar 3 SMP, pada ketika usianya masih 15 tahun. Sejak umur 12 tahun, dia sudah mengerjakan masturbasi dan kemudian pacar kesatunya menemukan kegadisannya. Lily tidak pernah menyesali masing-masing momen seksualnya. Dia tidak jarang kali menikmatinya.
Suatu hari aku menerima SMS dari nomor handphone Ria..
“Hai Boy.. Lagi ngapain? Aku Lily. Kenalin yah! Aku sahabatnya Ria. Aku pengen kenal denganmu. Kalau anda bersedia, hubungi aku di nomor 081xx ya! Thanks” Aku segera membalasnya. Tetapi melewati nomor Ria.
“Hai lily.. Kamu kini dengan Ria? Mana si Ria? Aku inginkan dia SMS aku”
Saat tersebut aku lebih hendak bertemu Ria sebab aku telah lama tidak bertemu dengannya.
“Ria lagi mandi. Boy, anda SMS di hape-ku saja ya” Balas Lily.
Yah, aku tahu kelaziman Ria. Kalau mandi lama sekali. Boros air, boros sabun, boros shampoo, boros listrik, boros waktu.. Pokoknya boros. Tidak percaya? Bayangkan, dia mandi sekitar 45-60 menit! Ria sendiri yang bercerita padaku. Aku hingga terheran-heran. Atau aku saja yang tidak cukup pengetahuan mengenai lamanya perempuan mandi ya? Dibandingkan dengan lama mandiku yang melulu 10 menit, si Ria jauh lebih lama. Akhirnya aku menyimpulkan untuk ber-SMS dengan Lily saja si cewe hiperseks.
“Ada apa kok mohon SMS di HP-mu? Kan sama aja di HP-nya Ria..?” tanyaku.“Ah.. Biar lebih privacy saja. Boy, gila.. Ria udah kisah tentang apa yang kalian kerjakan di kamar ini!” Aku jadi terkejut. Wah, Si Ria suka membocorkan rahasia rupanya. Tapi aku jadi maklum pada saat menilik bahwa si Lily ini memang sobat baiknya. Ya, tidak apalah.
“Cerita apa lagi? Dia puas nggak?” tanyaku pada Lily.
“Puas, man! Katanya lo jago banget kissing-nya. Jago banget foreplay-nya! Jangan kepala besar ya!”, jawabnya.
“Wah.. Kalau kepala besar sih enggak. Kalo penis besar iya.. Haha..” balasku usil.
“Tapi katanya lo ga duratif ya? Ga lama lo udah terbit ya?”
Bum!! Aduh malunya aku. Si Ria, tega-teganya empiris kesatuku dikisahkan begitu.
“Ah, tersebut kan ML kesatuku. Wajar dong aku gak tahan lama. Kalau kini sih udah jago!” balasku membela diri. Cowok mana yang rela disebutkan tidak tahan lama?
“Ah yang bener.. Sekarang udah duratif nih?” goda Lily. Aku jadi penasaran dengan si Lily ini.
“Emangnya anda sendiri udah berani ML?” pancingku.
“Yah, elah.. Boy. Ya udahlah! Gue terus cerah aja ama lo. Gue suka banget tahu!”
Perkataan si Lily menciptakan penisku ereksi. Keterusterangannya paling langka kutemui. Biasanya perempuan akan menutupi hasratnya. Apalagi pada cowok yang baru kesatu ditemuinya. Tapi si Lily ini.. Berani sekali!
“Oh ya? Paling lo omong kosong doank..” pancingku lebih jauh.
“Hehe.. Lo mancing gue ya, Boy? Gak usah gitu.. Ntar malam telepon gue ya!”
Siang hingga malam aku bekerja seraya sesekali memikirkan Lily. Dunia ini memang luas, sarat keunikan. Dulu, melulu membicarakan urusan yang berbau seksual saja paling tabu. Tapi kini dengan kemerdekaan media, dengan kecepatan informasi yang nyaris tanpa filter, siapa pun dapat mencari dan menemukan apa saja yang ia mau termasuk sex. Informasi mengenai sex dapat dengan paling mudah diperoleh di internet. Tak heran dalam masa-masa singkat, kebiasaan ‘sex tersebut tabu’ sudah terkikis.
Aku paling yakin bahwa wanita laksana Lily, yang sangat merasakan sex, sangat tidak sedikit di Indonesia, tetapi melulu sedikit yang berani berkata, “Ya, saya suka dan merasakan sex”. Tetapi lambat laun, aku percaya bahwa jumlah wanita laksana Lily bakal semakin berkembang.
Malamnya aku menelepon Lily. Kami berbicara tidak sedikit hal. Tapi memang ulasan utama kami ialah sex. Lily mengakui dirinya cewek hiperseks. Tetapi dia tidak suka berganti-ganti pasangan. Dia punya pasangan tetap. Frekuensinya saja yang sering. Hampir masing-masing hari Lily bercinta. Gila.., aku bayangkan tentu lelah sekali masing-masing hari bercinta. Lalu kami pun menciptakan janji guna bertemu di rumahnya.
Dari lokasi tinggal aku mandi, menggosok gigi, menyiapkan dua buah kondom, handheld desinfectant dan membereskan bulu-bulu di wajahku. Aku memang tidak suka merawat kumis dan jenggot. Kurang bersih kesannya. Walaupun kucukur habis, tetap saja terlihat bila aku berbakat punya kumis. Justru tampak seksi, kata Ria dan Ita. Dengan tidak banyak parfum, kaos putih bersih dan jeans biru, aku berangkat ke lokasi tinggal Lily. Di sepanjang perjalanan aku menebak-nebak setangguh apa Lily, bagaimana aksinya di ranjang. Apakah agresif, pasif atau jangan-jangan suka yang aneh-aneh di atas ranjang laksana menyakiti dan disakiti?
Memikirkan Lily dan perilaku sex-nya menciptakan penisku berdenyut-denyut. Di bayanganku telah menari-nari sosok perempuan telanjang yang bakal bercinta denganku. Yang bakal kugumuli, yang bakal kucumbu, kenikmati sepuasnya. Ah.. sebentar lagi aku bakal bercinta.. Sebentar lagi aku bakal menghunjamkan penisku ke vagina Lily. Sebentar lagi..
Lily bermukim serumah dengan neneknya. Orang tuanya bekerja di luar negeri. Sewaktu aku datang, neneknya sedang pergi. Pembantunya sedang menyeterika baju sambil menyaksikan televisi. Lily menemuiku dengan menggunakan celana pendek dan kaos you can see. Seksi sekali. Darahku berdesir sesudah menyadari bahwa Lily tidak menggunakan bra. Wah.., jangan-jangan dia tidak gunakan celana dalam juga, pikirku. Lily segera menggandeng tanganku dengan mesra. Matanya melirikku nakal. Busyet nih anak, menggemaskan sekali, pikirku lagi.
“Udah makan, Say..?” tanyanya seraya jarinya menohok lembut perutku.
“Hm.. Udah. Kamu?” jawabku. Aku meremas jarinya.
“Ouch.. Kok diremas sih? Kalau yang ini udah makan?” tanyanya sambil melayangkan tangannya menyentuh penisku dengan cepat. Ugh.., penisku bereaksi. Lily ini pintar sekali menggodaku. Aku tertawa ringan. Memang penisku belum ‘makan’ lumayan lama.
“Kita masuk kamarku aja yuk.. Ada televisi di kamar” ajak Lily.
Aku melirik penolong Lily yang pun sedang melihatku. Kulihat penolong Lily tersenyum padaku seraya terbatuk-batuk. Wah, telah tahu gelagat dia rupanya, pikirku.
Kamar Lily lumayan luas. Ada televisi, lemari es, AC dan kamar mandi. Mirip dengan kamar hotel. Aku unik nafas panjang membayangkan kesenangan yang sebentar lagi aku peroleh.
“Hayo.. Mikir apa?” goda Lily seraya memelukku dari belakang.
Pintu sudah terkunci. Kurasakan kamar Lily paling dingin sebab AC. Pelukan Lily terasa hangat di punggungku. Bahaya sekali.. Dengan segala godaan dan stimulasi yang dilaksanakan Lily, menciptakan pikiranku sudah sarat dengan angan-angan sex. Sangat riskan karena bila angan-angan itu aku ikuti terus, aku bakal mudah diungguli Lily nantinya. Aku berjuang rileks mendinginkan pikiranku. Aku berjuang tenang.
“Gak mikir apa-apa kok.. Kamu sendiri mikir apa?” tanyaku. Aku memungut remote dan mengobarkan televisi. Kubaringkan tubuhku di atas ranjang. Spring bednya enak sekali. Sambil mendekap guling aku acuhkan Lily. Aku memilih menyaksikan TV. Lily ikut berbaring di sampingku.
“Aku mikirin anda Boy.. Sejak tadi malam aku gelisah” bisik Lily.
Lily sengaja membisikkan kata-kata tersebut di telingaku sampai membuat telingaku merinding. Ugh.., Lily menjilat telingaku! Aku paling sensitif di telinga, sampai-sampai jilatannya di telingaku seketika membangunkan birahiku. Mataku refleks memandangnya. Lalu Lily menciumku. Bibirnya yang seksi tersebut melumat-lumat bibirku. Oh.., dia tidak pun berhenti. Terus menerobos masuk, menghisap bibirku. Lidahnya menari-nari di rongga mulutku, menggali lidahku yang pun mulai menggeliat. Aku mulai meresponsnya. Kubalas hisapannya. Kubalas jilatannya. Kubalas dengan sarat semangat.
Aku menyukai teknik Lily menciumku. Tegas dan powerful sekali cumbuannya. Caranya memadukan bibirnya yang sarat dengan lidahnya yang lincah mengindikasikan pengalamannya dalam bercumbu. Nikmat sekali ciumannya. Nafasnya pun menunjukkan ketenangannya. Lily tidak terburu-buru namun dahsyat dalam mencumbu. Dia dapat mengatur nafasnya dengan luar biasa. Hembusan nafasnya semakin menghangatkan suasana. Apalagi matanya tidak pernah terpejam. Dia menatapku terus dengan berani.
Aku mencungkil ciuman kami kemudian bangkit berdiri dan minum. Aku mesti menata ritme sebab penisku telah mau meledak rasanya. Aku paling terangsang karena tersebut aku mesti mendinginkan diri. Baru minum seteguk, Lily telah merengkuhku kembali, membaringkanku dan aku ditindihnya. Lily pulang mencumbuku dengan tubuhnya di atas tubuhku.
Luar biasa, Lily semakin berani. Ciumannya semakin powerful dan cepat. Kadang dia menyerbu leherku. Menjilat dan sesekali menggigitku. Kemudian kembali menghirup telingaku. Tangannya pun tidak bermukim diam. Menjambak rambutku dan memegang powerful wajahku. Hebat, aku salut dengan lily. Cewek hiperseks yang satu ini dapat memaksimalkan potensinya. Ciumannya di bibirku pun tidak monoton. Ada saja variasi gerakannya. Caranya mengurangi bibirku, metodenya menghisap dan menjilat pun bervariasi. Nikmat sekali.
Perlahan aku menikmati pantat Lily bergerak. Dengan tenang Lily menggesek penisku dari luar. Saat tersebut kami masih sama-sama berpakaian. Wow.., ini ialah pengalaman kesatuku. Kurasakan penisku menggeliat bangkit. Semakin lama semakin tegang dan keras. Gesekan Lily menciptakan penisku berdenyut-denyut nikmat. Memang dahsyat goyangan cewek hiperseks ini.
“Enak, kan.. Boy?” bisik Lily. Ya kuakui enak sekali.
“Enak.. Tapi apa vaginamu dapat merasakan? Kamu kan masih menggunakan celana?” tanyaku hendak tahu.
Aku tidak yakin Lily menikmati hal yang sama dengan yang kurasakan.
“Bisa Boy, namun aku mesti menggesek dan mengurangi agak keras..” jawabnya.
Aku mengupayakan mengikuti alur permainannya. Sebetulnya aku sudah hendak menelanjanginya. Gesek menggesek begini memang nikmat, namun tetap saja jauh lebih nikmat bercinta langsung. Aku mulai bergerak memungut posisi duduk. Tanganku bergerak unik kausnya. Benar, Lily tidak menggunakan bra. Payudaranya langsung kusambut dengan mulutku. Aku benamkan mukaku ke belahan payudaranya. Menghisap putingnya dan tanganku mulai meremas payudaranya.
Lily pun menarik kausku. Perlahan Lily mulai menjawab mencium dadaku. Menjilat putingku dan tangannya unik lepas celanaku. Penisku menyembul dengan gagah. Direngkuh oleh tangan halus Lily. Penisku mulai diremas dan dikocok oleh tangan Lily. Tangannya pun memijat naik turun dari kepala ke pangkal penisku. Oh.., nikmatnya, aku telah lama menunggu saat-saat nikmat laksana ini.
Aku bergerak mengarah ke selangkangan Lily. Kulepas celananya. Benar dugaanku, dia telah tidak menggunakan celana dalam. Kurasakan vaginanya telah basah. Vagina Lily bersih dari bulu. Rupanya ia mencukur berakhir bulu kemaluannya. Kami pun memungut posisi 69. Aku membuka kaki Lily lebar-lebar dan mulai menjilati vaginanya. Pelan.. Aku merasakan vaginanya. Tanganku pun dengan terampil memicu vaginanya. Mencari klitoris dan g-spotnya.
Penisku sendiri kumasukkan ke mulut Lily. Sambil naik turun, penisku bercinta dengan mulut Lily. Cukup susah ternyata posisi 69. Tidak semudah yang tidak jarang kulihat di film-film biru. Baru sejumlah menit aku telah lelah sedang di atas tubuh Lily. Kami berganti posisi. Tetap 69 melulu saja posisiku di bawah. Dengan posisi ini Lily lebih aktif mengerjakan penisku. Oralnya hebat. Tangannya dapat bekerja sama dengan mulutnya sampai membuat penisku keenakan. Kami benar-benar melakukannya tanpa suara. Bagaimana dapat bersuara sedangkan mulut kami sedang sibuk mengoral satu sama lain? Hanya desahan nafas kami yang memburu.
Pikiran tenang ialah kunci bercinta. Setelah sukses menguasai pikiranku, aku jadi rileks. Oral dari Lily kunikmati dengan santai. Hasilnya, aku tidak menikmati gerakan orgasme dari penisku. Aku jadi tahan lama. Lily sendiri tampaknya tidak kuat menyangga gempuran oralku. Vaginanya semakin basah dan kesudahannya dia merasakan orgasme. Cairan orgasmenya lumayan banyak. Tubuh Lily mengejang sejumlah saat merasakan orgasmenya. Mulutnya melepas penisku.
“Aahh.. Hebat Boy. Oralmu dahsyat! Enak sekali!” puji Lily.
Pengalaman memang membuatku semakin hari semakin hebat. Aku terus memicu Lily. Kali ini kami pulang ke posisi normal. Aku memeluknya dari atas. Tubuhku menindih tubuh Lily. Tanganku tetap memicu vaginanya. Sementara mulut kami pulang bercumbu. Di sela-sela cumbuan, aku mengajaknya bicara.
“Kok cepat, tadi udah nyampe?” tanyaku.
Aku memang heran dengan Lily yang gampang orgasme dengan oral saja. Tidak sama dengan Ria, Ita atau Tante Yeni.
“Iya.. Aku memang gampang orgasme. Jadi, bikin aku multi orgasme, Boy..” jawab Lily.
Wah, beruntung sekali lelaki yang dapat bercinta dengan Lily. Tidak perlu sulit payah menciptakan Lily orgasme. Aku kembali menghirup Lily. Kali ini semua tubuhnya aku cium dan jilati. Mulai dari semua wajah, telinga, leher, payudara, perut, punggung, pantat, tangan dan kakinya! Semua aku jilat dan cium dengan lembut. Cukup santap waktu lama dan menghabiskan energiku. Tapi hasilnya, Lily mulai menggeliat menandakan birahinya mulai naik kembali. Aku mesti sabar dan dengan tekun merangsangnya. Titik lemah Lily ialah di vagina dan perutnya. Jadi aku memusatkan merangsang tubuhnya di dua titik itu. Pelan, refleks kaki Lily mulai tersingkap lebar. Vaginanya paling merah. Tanpa bulu kemaluan membuatnya terlihat segar. Aku sengaja menatapnya agak lama seakan menganalisis pusat kesenangan dunia itu.
“Aduh.. Malu.. Jangan dilihatin gitu dong..” rajuk Lily. Tapi tersebut cuma basa-basi. Kulihat Lily sangat merasakan vaginanya kuamat-amati.
“Indah sekali, Lily. Seksi sekali..” komentarku.
Ya, aku dengan bebas dapat mengamati vaginanya. Merah menggoda menantang. Terhidang sejelas-jelasnya di depanku. Vagina Lily tiba-tiba seakan hidup dan berkata, “Tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Aku menyangga nafas. Penisku pun sudah berontak hendak menerjang masuk.
Perlahan, penisku menjebol vaginanya. Mulai kugerakkan tubuhku bercinta dengan Lily. Setiap gesekan penisku di vagina Lily kunikmati. Lily dengan terampil mengimbangi gerakanku. Tubuh kami bergerak selaras. Menyatu. Kami bercinta! Setiap kali penisku menggesek vaginanya, Lily mendesah. Lama-kelamaan suara Lily semakin keras. Aku pun tidak segan menerbitkan desahanku.
“Arg.. Arg.. Ya, terus.. Enak.. Kamu luar biasa..”
“Oh.. Terus.. Ya.. Ouch.. Oh..”
Berbagai macam kata yang tidak terkontrol terbit dari mulut kami. Kami terus saling memacu birahi. Memburu kesenangan tiada tara. Penisku terasa panas. Denyutannya semakin menjadi-jadi. Jika ambang orgasme tiba, aku berhenti sejenak. Kami berganti posisi. Kemudian bercinta lagi. Ganti posisi lagi. Bercinta lagi.. Enak sekali. Kami sama-sama tahan lama.
Kini aku memangku Lily. Agak sakit terasa di penisku saat Lily menurunkan tubuhnya sampai membuat penisku menjebol vaginanya. Desahan Lily semakin keras. Kami bersaing mencapai finish.
“Kamu siap, Boy? Aku punya teknik rahasia..” tanya Lily.
“Jurus apa..?” aku penasaran.
Tiba-tiba kurasakan vagina Lily mengapit penisku. Agh.. Enak sekali. Vaginanya laksana membesar dan mengecil, mengapit dan melepas penisku. Aku laksana dibawanya terbang semakin tinggi. Melayang semakin tinggi. Kenikmatan yang kurasakan semakin memuncak. Setiap detil tubuhku sarat dengan keringat kenikmatan. Begitu pula dengan Lily. Tubuhnya bergetar dan bergoyang merasakan percintaan kami.
Tak lama lantas aku mulai menikmati gelombang orgasmeku datang. Aku kembali menyangga diri. Kucabut penisku dan kami berganti posisi menjadi doggy style. Kembali aku memasukkan penisku. Lily menungging membelakangiku. Pantatnya sarat dan seksi. Aku menghunjamkan dan mengocok penisku dengan cepat dan kuat.
“Keluarin di mana nih?” tanyaku meyakinkan dimana aku mesti orgasme.
“Di dalam saja. Aku udah minum obat kok..”
“Arg.. Argh..” Hanya desahan nafas kami yang semakin memburu. Kami telah bercinta lumayan lama. Lily tangguh juga. Dia terlihat sangat merasakan ini semua. Wajahnya memerah dilanda birahi.
“Ayo lebih powerful dan cepat, Boy.. Aku sudah nyaris sampai..” ajak Lily.
Yah ini barangkali sudah saatnya. Aku memacu lebih cepat. Desahan nafas dan lenguhan kami kian cepat. Aku terus memompa penisku. Maju mundur, putar, maju mundur.. Terus hingga akhirnya kurasakan orgasmeku kian dekat. Lily pun semakin dekat.
“Iya.. Terus.. Terus..” teriak Lily.
Aku berjuang mati-matian menahan supaya tidak orgasme duluan. Otot-ototku berusaha memperlama ereksiku. Agh.. Nampaknya aku mulai tidak tahan. Sudah terlambat guna menghentikan ini semua. Sebentar lagi aku bakal orgasme.. Srr.. Crot.. Sr.., aku orgasme hingga tubuhku terkejang-kejang. Ada hentakan-hentakn di tubuhku ketika aku orgasme. Tapi aku masih tetap menghunjamkan penisku. Aku hendak mengantar Lily menjangkau orgasme keduanya.
“Ah.. Arh.. Argghh.. Ya.. Ya..”
Akhirnya tubuh Lily bergetar paling kuat. Tangannya memegang erat sprei dengan powerful dan menariknya! Matanya terpejam dan mulutnya tersingkap lebar menerbitkan jeritan panjang.. Lily orgasme! Aku hampir gagal membuatnya orgasme yang kedua kalinya. Untung sekali aku dapat bertahan lumayan lama. Aku berjanji bakal lebih baik lagi beda kali.
“Wah.. Maaf Lily.. Kamu powerful sekali. Aku hampir tidak dapat membawamu orgasme yang kedua..” aku mohon maaf dengan tulus seraya memeluknya.
“Wah.., aku yang makasih sekali ama lo, Boy. Kamu powerful lho.. Kita dapat orgasme sama-sama.. Aku senang sekali..” jawabnya melegakan hatiku.
Aku pulang menciumnya. Ini ialah after orgasm service-ku. Aku membelai-belai tubuhnya dan meremasnya dengan ringan. Memijat tengkuk dan punggungnya. Kami lantas bercakap-cakap. Dengan jujur Lily mengakui bahwa dia sangat memerlukan sex. Baginya memang sex ialah faktor utama. Dia mengakui tidak dapat hidup tanpa sex. Kemudian sampailah aku pada pertanyaanku..
“Kalau diajak memilih lelaki yang sex hebat namun dengan individu buruk atau lelaki dengan pribadi spektakuler tapi sex buruk, anda pilih mana?” Lily terdiam. Bingung.
“Gimana ya.. Mestinya aku inginkan pilih yang sex-nya hebat aja deh. Tapi kok ya tidak yakin. Itu pilihannya mengikat tidak? Maksudku.. Sampai pernikahan ya?”
“Iya.. Keputusan yang mengikatmu hingga tua. Sampai mati.” jawabku.
“Aduh.. Pusing. Yang mana ya? Sex hebat tapi bila tiap hari di sakitin, ditinggal selingkuh, tidak diberi nafkah, anak-anak ditelantarkan.. pun percuma. Tapi biar seluruh baik, bila tanpa sex ya nggak enak.. Gimana ya. Eh, namun dia tidak impoten kan?”
“Kalau tidak impoten gimana, bila impoten gimana?”
“Kalau tidak impoten, nggak apa-apa. Aku pilih yang pribadinya baik deh. Sex buruk dapat aku ajarin. Asal tidak boleh impoten permanen.” Lily mulai mengejar jawabannya.
“Kalau impoten?” desakku. Ini ialah pertanyaan yang sangat sulit dipilih.
“Wah.. Benar-benar bingung aku. Kalo gitu aku pilih yang sex-nya hebat aja deh. Mungkin pelan-pelan pribadinya dapat tambah baik..” jawab Lily. Pilihan yang masuk akal.
Aku lega kembali menemukan jawaban detil. Informasi pulang kudapatkan dari Lily. Yah.. Aku masih mesti bertanya pada Tante Yeni dan Ria.
No comments:
Post a Comment