Wednesday, January 30, 2019

Cerita Dewasa Terlarang Berhubungan dengan Umi Sendiri


Crreeetts…. Crreeetts … Seeeeeeerr…. Eehmp…. Crrreetsss…. Seeeeerrr…..

Kugigit bibirku membendung diriku supaya tak mendesah sehingga Suamiku tak hingga curiga. Aaahk… Sungguh orgasmeku kali ini jauh lebih sedap dari sebelumnya sekalian sungguh-sungguh menyiksa diriku.

Rasa sedap yang kudapatkan, membuatku nyaris lupa jikalau Suamiku sekarang berada dekat denganku.

Tinggal dua langkah lagi, karenanya semuanya usai, Suamiku akan bisa memperhatikan Ujang yang sedang berada di belakangku. Dan perselingkuhankupun terkuak, sejenak lagi saya akan legal menjadi seorang Janda.

Deg… Deg… Deg… Deg… Deg… Deg…

“Abii…”

Langkah Suamiku stop, lalu dia menoleh kearah putriku. “Iya sayang, ada apa?” Sahut Suamiku mengamati putrinya.

Dan pada dikala berbarengan gamisku di tarik turun, lalu dengan gerakan persekian detik sebelum Suamiku kembali menoleh kearahku, Ujang menyembunyikan tubuhnya di bawah kolong wastafel sehingga Suamiku tak bisa memandangnya.

Saya mendesah perlahan, sedikit muatan tanpa berkurang dari pundakku.

“Masih lama Umi nyucinya?” Tanya Suamiku.

Saya berdehem perlahan, perasaan tegang membuatku merasa gugup. “Iya Bi… mengapa?” Tanyaku gugup, sungguh saya sungguh-sungguh ketakutan.

“Abi kangeen!” Aahkk… Rupanya Suamiku meminta di layani malam ini.

“Iya Abi, nanti jikalau nyucinya selesai Umi… Aahkk… Eehmm… Akan nyusul Abi keatas.” Siaaal… Ujang udah benar-benar sinting, kurasakan jemari Ujang membelai betisku.

“Kau mengapa Umi? Ada yang sakit?” Tanya Suamiku panik. “Kok wajah Umi pucat?” Sambungnya sambil membelai pipiku.

Ujang pleasee… jangan naik lagi, Aahkk… Jemarinya kian tinggi naik atas pahaku, sampai akibatnya meraba kemaluanku. Ia menggesekkan jarinya kebibir vaginaku, membikin birahiku kembali naik.

Aaah… Tak, ini bukan dikala yang pas untukku terstimulasi seperti ini. Fokuuus…. Fokuuss… Kau pasti dapat Emaa…

“Melainkan mendadak perutku mules Bi!” Kataku mengringis sambil menurunkan tanganku mengontrol perutku, lalu turun menuju tangan Ujang yang sedang memanjakan vaginaku.

“Ya udah, Abi tunggu di kamar ya?”

“Iya Bi, Umi nanti menyusul.” Jawabku, sembari menarik napas lega.

Kemudian Suamiku melangkah pergi menjauh dariku, saya baru dapat bergerak saat Suamiku benar-benar menghilang dari pandanganku. Buru-buru saya menepis tangan kurang didik Ujang dari vaginaku, ia telah sungguh-sungguh keterlaluan.

Apabila tadi hingga ketahuan, dapat-dapat riwayatku tamat hingga di sini.

“Sinting kau Jang!” Kataku emosional, melainkan konsisten menjaga suaraku supaya putri semata wayangku yang sedang menonton tv tak mendengar suaraku.

“Tetapi Ibu Ema sukakan?”

“Aku mohon, jangan ganggu namun lagi…! Dan aku stop hingga di sini saja.” Melasku melainkan dengan nada tegas.


Perbuatannya barusan sungguh sungguh-sungguh beresiko, bagaimana jikalau tadi Suamiku memperhatikan? Saya tak tidak menjadi janda, apa lagi janda ingin di ceraikan Suami yang memergoki Istrinya selingkuh, saya tak siap untuk hal itu.

Ujang menarik tanganku, memaksaku merunduk seperti dirinya.

Kemudian ia membuka celananya, mengeluarkan senjata pamungkasnya yang gemuk dan panjang, membikin nafasku memburuh, kejadian tadi pagi kembali menguasaiku.

“Ayo Bu, biar membuat selesai.”

“Jangan sinting Jang, masih ada anakku di sana, gimana jikalau ia memperhatikan kita?” Kataku panik, melainkan ia dia menarik tanganku.

“Mudah Bu, tinggal kita ajak!”

“Iblis kau Jang…” Kesalku, sembari merangkak kepangkuannya, kusibak kesamping celana dalamku lalu keraih penisnya, dan kugesekan dengan bibir vaginaku.

Aaahkk… Rasanya sedap sekali, apa lagi saat kepala penisnya menggesek clitorisku.

“Hahaha… Ayo saat usul Bu!”

Kutatap bola matanya, lalu dengan sekarang kucoba menduduki penisnya. “Jleepps…” Oohk… Kepalaku mendongak keatas, menatap langit-langit dapur rumahku.

Dalam sekejap untuk kedua kalinya hari ini saya aku penis pria lain bersarang kedalam vaginaku yang suci, yang memperbolehkan kupersembahkan untuk Suamiku tercinta, melainkan kali ini tanpa ada paksaan berarti saya dia menuruti bahkan pria lain.

Dosakah saya? Aahkk… Melainkan dosa besar, melainkan dosa yang paling sedap yang perna kubuat.

Tanpa di meminta saya mulai menggoyang pinggulku naik turun diatas penisnya yang aku besar, jauh lebih besar dari milik Suamiku, dan tentunya lebih keras dan berotot.

Jujur saja, pelecehan yang dia lakukan barusan pas dihadapan Suamiku membuatku ideal lantas untuk pasrah, menetapkan jikalau nantinya dia tidak menyetubuhiku lagi, dan terbukti benar ia kembali memperkosaku.

Ujang meletakan tangannya di dia belakang kepalakku, laku kumiringkan wajahku, menyambut bibir tebal Ujang.

Kami berpagutan mesrah, lidah kami saling membelit, dan kami saling berbagi air bagian. Entalah… Aku ini masih dapat di bisa pemerkosaan, melainkan yang pasti saya sungguh-sungguh amat dirinya yang sedang memperkosa diriku.

Plookkss…. Ploookkss… Plookss…. Plookkss…. Plookkss….. Ploookkss….

Pinggulku bergerak membuat, menghentak sedap, sementara erangan-erangan kecil keluar dari bibirku, dan sedetik kemudiaaan… Aahkkk… Saya aku orgasmeku kembali dengan rasa berjuta kenikmatan yang dia berikan.

Masih dalam dia penisnya yang berada di dalam vaginaku, ia… menuntunku terlentang, dengan posisi dia menindih tubuhku.

Kemudian giliran dia yang bergerak maju mundur menyodok memekku, sembari tersenyum penuh kemenangan ingin karena menaklukanku. Sementara saya aku berjuang mati-matian supaya tak mengeluarkan tidak.

“Memek Bu Ema sempit bangeet, rasanya enaaak Bu, ngejepit gitu…” Ia menyingkap lebi tinggi gaun tidurku sampai sebatas leherku, lalu dengan satu tarikan kebawah, cup braku melorot dan hingga sepasang gunung kembarku yang menonjolkan dan masih sungguh-sungguh amat.

Sembari menggenjot memekku, ia meremas payudarahku dengan memainkan puttingku. Berharap tak dia, saya kian terstimulasi di buatnya.

“Ujaaang… Aahkk… perlahan-pelaaan!” Pintaku.

“Aduh Bu, Maaf gak dapat perlahan, soalnya memek Ibu kayak perawan, enaaak bangeeet….”

Perawan…? Oohh Ujang, kau pinter sekali memujiku, kamu usiaku dikala ini telah tak muda lagi… Malahan saya telah melahirkan, memperbolehkan memekku telah kendor, melainkan katamu saya masih perawan? Aahkkk… Enaaak….

Ia kian mempercepat sodokannya, sementara kedua pahaku dia buka kian lebar.

Dikala kedua bola mata kami saat, kurasakan getaran halus merayap di dadaku, apa lagi saat dia tersenyum puas melihatku yang tersentak dia benda pusakanya yang mengaduk-aduk liang peranakanku.

“Saya dia keluaaar Jang…”

“Keluaarin Bu, nikmatin kontol namun di dalam memek Ibu.” Bisiknya, yang seakan diriku ini memang haus akan sebuah kenikmatan.

Maafkan saya Suamiku, melainkan saya aku ini yang terakhir kalinya, semoga kau dia memaafkanku sayang…. “Aaaaarrhkk…” Lidahku terjulur seiring dengan cairan cintaku yang meledak-ledak.

Plooppss….

Ia menarik kontolnya dari dalam memekku, membikin nafasku kembali memburu dan saya merasa seperti ada yang kosong di bawah sana.

“Kulumin kontol namun aku ya Bu, baru nanti kita lanjut lagi…”

Saya menganguk perlahan, lalu kuikuti tarikan tangannya, saya bersujud di depan kontolnya yang mengacung di depanku. Lama saya aku kontol Ujang yang memang besar.

Kugenggam kontolnya dengan telapak tanganku, Ouw… telapak tanganku memperhatikan tidak menggenggam kontolnya.

Dengan sekarang kukocok kontolnya naik turun, kuperhatikan cincin emasku yang melingkar di jari manisku, membuatku kembali teringat bagaimana aku saya mengikat aku suci janji Suamiku. Tetapi malam ini, dengan di saksikan mas kawinku, saya mengingkari aku suciku.

Maafkan saya Mas, saya mencintaimu selamanya…

Kutundukan wajahku, kujilati kepala kontol Ujang, yang memperhatikan lain hanyalah seorang pembantuku. Uuhkk… rasanya sedap banget, lidahku bergetar menjilati kontolnya yang besar.

Tak tidak kepala kontolnya, batangnyapun memperhatikan luput dari jilatanku.

Sementara jemariku meremas lembut kantung tidak, dan bibirku membuka, menyambut kontolnya kedalam mulutku. Kepalaku bergerak maju mundur mengocok kontolnya yang sekeras batu itu sambil menatap matanya.

“Aaoohkk… Sedap Bu, Aahkk… kuluman Ibu telornya, Aahkk… hisapannya mantab bangeet Bu…” Ujar Ujang, matanya merem melek.

Kurasakan belaian telapak tangannya diatas kepalaku yang masi tertutup kerudung.

Saya kian semakin mengulum kontolnya, menghisap dan giat kepala kontolnya dengan lidahku. Entah mengapa ada perasaan kenapa memperhatikan dia keenakan.

Rasanya saya dia sinting, bagaimana mungkin saya amat pemerkosaan yang kualami dikala ini, memperbolehkan saya aku, mengutuk marah sentuhan darinya, bukan dia bahkan dirinya meraba dan amat diriku.

Ia membendung kepalaku, lalu ia memintaku naik kembali kepangkuannya.

Tanpa dia penetrasi, ia dia bibirku, memelukku dengan sungguh-sungguh erat. Kuangkat sedikit pantatku saat dia membelai bongkahan pantatku yang sekal. Lalu kurasakan jemari tengahnya membelai anusku.

“Ouuhhkk… Jang!” Kurasakan jemari tengahnya dia dianusku.

Sembari membalas pagutannya, kurasakan anusku di korek-korek oleh jemari tengahnya. Saya berani bersumpah demi aku, jikalau dikala ini saya sungguh-sungguh amat penjelajahan jemari tengahnya di dalam liang anusku yang kemarin merasakan di ambil perawannya oleh mereka.

Saya kian menggila, kedekap kepala Ujang, sambii menghisap lidahnya dengan rakus. Saya telah tak perduli tidak setatusku sebagai seorang Istri, dan Ujang sebagai pembantuku.

 saya dia tidak dirinya yang menyetubuhiku seperti kemarin, membuatku memperhatikan berkutik amat marah sodokan kontolnya yang besar di dalam vaginaku ini. Aahkk… Saya menginginkanmu Ujang… Aaahkk….

Sluuooppsd…. Sluuuppss… Sluuppss….

Ia menuntunku berdiri, satu kakiku diangkat, dan kemudian “bleess…” Kontolnya kembali melesat masuk kedalam memekku.

Kukalungkan kedua tanganku di lehernya Ujang, untuk menjaga keseimbangan tubuhku supaya tak terjatuh saat kontolnya mengaduk-aduk memekku dengan membuat.

“Jaang… Kayak tadi aja… Aahkk….”

“Mengapa Bu?” Tanyanya, kedua tangannya turun meremas pantatku.

“Di sana masi ada kenapa namun Jang, Aahkk.. Oohhk… Perlahan-perlahan Jang…. Aahkkk….” Saya merintih kian keras, jujur saya takut anakku tau jikalau dikala ini saya sedang di setubuhi oleh Ujang.

Bukannya melambat Ujang dia kian menggila, dia menyodok memekku tanpa ampun, membuatku dia untuk tak mengerang, ingin rasanya terlalu sedap.

Plooookkss…. Plookkss…. Plookksd… Plookkss….

“Memek Ibu telornya, Aahkk… namun aku memek Ibu, Aahkk… Aahkk…” Bisik Ujang, ia menghentak-hentak selangkanganku.

“Udaah… Aahkk… Jang! Aku gak kuat….”

“Hening aja Bu, nikmatin aja kontol namun! Si Ibu aman pokoknya ia gak akan ganggu kita….” Uhkk… Ujang, ia tau dari mana jikalau anakku tak akan mendengar teriakanku.

Tiba-tiba mataku diikat oleh tidak kain, saya sempat tidak melepasnya melainkan Ujang membendung tanganku yang tidak menarik lepas penutup mataku, ingin saya terganggu dengan adanya penutup mataku.

Ia memutar tubuhku, menghadap kearah Putriku yang tadi sedang menonton tv.

“Kok mata namun di tutup Jang?” Tanyaku heran.

“Sengaja Bu, dengan televisi Ibu gak perlu aku begini kenapa Ibu, dan dapat anak amat kontol sayakan Bu…” Terang Ujang, ia meraih payudaraku dari luar gaun tidurku, dan meremas-remas dadaku.

“Tetapi Jang?”

“Kan namun dapat lihat Bu… percaya sama namun Bu, pati gak akan ada gangguan.” Ujarnya menenangkan hatiku.

Duh mengapa dengan diriku ini, kian lama saya kian aku dengan caranya menikmatiku. Membuatku serba salah, antara menetapkan perlakuannya atau dia mengutuknya.

Pelan kurasakan belaian kontolnya di belahan memekku, lalu naik keanusku.

Kujatuhkan dadaku diatas bahkan pelan saya menyiapkan bumbu umum, di samping wastafel. Kemudian kedua tanganku terjulur kebelakang, lalu dengan sekarang kubuka lebar kedua pipi pantatku hingga anusku.

“Berharap dimasukan kesini Bu?” Tanya Ujang menonjolkan ujung kepala penisnya di lobang anusku yang merekah.

Saya mengangguk malu, jujur saja saya tak dapat melupakan nikmatnya saat diriku di sandwich oleh para pembantuku tadi pagi, dan saya tidak kembali merasakannya, amat saat anusku di sodok kasar oleh kontol Ujang yang besar.


“Ngomong dong Bu, jangan ngagguk doang, bilang jikalau Ibu dia jikalau di jebol…”

Saya mendengus. “Iya… Iyaaa… Jang, jebol anusku Jang, pake kontol kau… Aahkk….” Sumpah, jantungku rasanya dia copot dikala mengatakan hal ingin janji Ujang.

Lalu dengan sekarang kurasakan kepala jamur Ujang menerobos masuk, kian lama kian dalam dan Jleeeeb…. Aaaaaahkk…. Anusku karena di tembus oleh kontol Ujang, dan rasanya sungguh sungguh-sungguh sedap.
(Kok ngegantung? Sngaja gan, bukan untuk bkin warga smprot kentang, tpi ini dia dri crta)

Dikala saya masuk kedalam kamar, kulihat lampu kamar kami telah meredup dan aku Suamiku telah tertidur menonjol.

Maafkan saya ya Mas… Saya telah membuatmu menunggu aku lama, hingga kau ketiduran seperti ini… Harus saya melayanimu, bukan dia bermain sinting di belakangmu, sumpah Mas saya sungguh menyesal.

Saya bukanlah Istri yang aku, tega menyakitimu yang aku baik kepadaku. Tetapi Mas aku percaya jikalau saya sungguh-sungguh mencintaimu.

Saya aku Mas, kejadian malam ini tak akan terulang lagi, ini yang terakhir kalinya.

Saya merebahkan tubuhku di samping Suamiku Mas Tio, kupeluk erat tubuhnya yang kokoh, yang selama ini tidak keras demi memenuhi kebutuhanku dan anakku. Terimakasi Mas telah menjadi kepala keluarga yang aku untuk kami.


Aku yang kulihat dikala ini memperhatikan dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Sanking shoknya, saya tidak dapat cuma membeku.

Saya yang tadi lagi membisu-serunya menonton aku, tiba-tiba saya mendengar tidak yang aneh dari balik dapur rumahku. Melainkan saya memperhatikan aku menghiraukannya, ingin suaranya yang terdengar sama-samar. Tetapi entah mengapa pada akibatnya tidak ingin mengundangku untuk memperhatikan apa yang hal yang demikian terjadi.

Oh Tuhaaan…

Kulihat Umi yang sedang berdiri membelakangiku sedang berpelukan sambil berpagutan dengan seorang yang juga kukenal sungguh-sungguh aku.

Ia baik Kang Ujang! Ya… saya memanggilnya Akang ingin dia berasal dari bandung, orangnya aku dan telornya diajak baik, melainkan siapa yang menduka terbukti dia menjalin efair dengan Ibu kandungku.

Tentu saja saya aku, saya hendak melabrak mereka, sungguh sungguh-sungguh menjijikan memperhatikan apa yang mereka lakukan dikala ini.

“Ssstttt….” Kang Ujang meletakan jari telunjuknya di bibirnya.

Langkahku terhenti, entah mengapa mendadak saya jadi ragu untuk melabrak mereka berdua, kenapa emosiku telah sangan memuncak dan bersiap untuk kuledakan.

“Jaang… Kayak tadi aja… Aahkk….” Kudengar tidak Ibuku yang mendesah

“Mengapa Bu?”

“Di sana masi ada kenapa namun Jang, Aahkk.. Oohhk… Perlahan-perlahan Jang…. Aahkkk….” Tolak Umi, sembari mengerang-erang.

Sungguh saya tak menyangkah jikalau Umi dapat bermain sinting di belakang Abi.

Aku salah Abi Umi? Kurang aku apa Abi selama ini janji kita, apa yang kita butuhkan baik dia penuhi, tidak dia sungguh-sungguh mencintai kita lebih dari aku, melainkan mengapa Umi membalasnya dengan perselingkuhan.

Plooookkss…. Plookkss…. Plookksd… Plookkss…. Plookkss….

“Memek Ibu telornya, Aahkk… namun aku memek Ibu, Aahkk… Aahkk…”

Kedua tangan Kang Ujang mencengkram aku Umi, sambil menggerakan pinggulnya turun naik menyodok suka Umi. Kulihat banyak cairan suka Umi yang meleleh keluar, turun sampai kemata kakinya.

“Udaah… Aahkk… Jang! Aku gak kuat….” Rengek Umi.

“Hening aja Bu, nikmatin aja kontol namun! Si Ibu aman pokoknya ia gak akan ganggu kita….” Kang Ujang tersenyum kearahku, lalu ia menunjukan tangannya yang tergenggam dengan jari jempol terselip diantara telunjuk dan jari tengahnya. (Kode ngentot)

Kemudian Kang Ujang mengambil kain yang tergantung, lalu mengikat mata Umi.

Kang Ujang memutar tubuh Umi menghadap kearahku, sehingga saya bisa memperhatikan wajah Umi yang merah padam. Oh Meski, raut wajah Umi mengisyaratkan jikalau dia sungguh-sungguh amat perselingkuhannya.

“Kok mata namun di tutup Jang?” Tanya Umi keheranan.

Tetapi saya namun Umi tak membuka penutup matanya, jikalau tak, dia akan tau jikalau saya jikalau dikala ini sedang menonton perselingkuhannya dengan pria lain.

Dan yang lebih menjijikan lagi, pria itu memperhatikan lain baik tidak di rumah kami, sungguh tak selevel dengan Umi.

“Sengaja Bu, dengan televisi Ibu gak perlu aku begini kenapa Ibu, dan dapat anak amat kontol sayakan Bu…” Kang Ujang menyeringai, lalu kulihat tangan kurang ajarnya meremas payudarah Umi.

Rasanya saya tidak memukul wajah seringai Kang Ujang, melainkan tatapannya entah mengapa membikin nyaliku menjadi ciut.

“Tetapi Jang?”

“Kan namun dapat lihat Bu… percaya sama namun Bu, pasti gak akan ada gangguan.” Ujarnya menenangkan Umi yang panik.


Kemudian Kang Ujang memberi isyarat kepadaku supaya mendekat. Dengan langkah yang ragu saya berjalan menuju dapur.

Kututup mulutku dikala kembali memperhatikan saat yang menakjubkan. Di hadapanku dikala ini kulihat benda besar yang nan gemuk mengacung pas di depan aku semok milik Umi.

Ya Tuhaaan… Ampuni dosaku yang aku Umi berzina.

Kulihat tangan Umi membuka kedua belah pantat, sehingga saya bisa memperhatikan lobang bisa Umi yang kemerahan. Berharap apa yang di inginkan Umi? Mengapa Umi dapat kenapa sejauh ini.

“Berharap dimasukan kesini Bu?” Kulihat kepala penis Kang Ujang di tempelkan kelobang bisa Umi yang merekah.

Anal? Astaga Umi…. apa yang ada di pikiran Umi? Sadar Umi… Saya mohooon…

Kepala Umi mengangguk, dubur jikalau dia tidak Kang Ujang menganalnya.

“Ngomong dong Bu, jangan ngagguk doang, bilang jikalau Ibu dia jikalau di jebol…” Kembali Kang Ujang menatapku.

Sepertinya Kang Ujang sengaja tidak memberi tahukanku jikalau Umilah yang bahkan dirinya, bukan ia yang bahkan Umi, membuatku rasanya jijik memperhatikan Umi yang aku sungguh-sungguh benar-benar malam ini.

Tetapi mengapa Umi dapat seperti ini? Di mana Umi yang kukenal aku? Orang yang baik menjadi panutanku, yang mengajarkanku banyak kebaikan, melainkan sekarang dia mempertontonkan sekarang yang tak senonoh di hadapanku.

Umi tindakan tidak “Iya… Iyaaa… Jang, jebol anusku Jang, pake kontol kau… Aahkkk….” Sumpah, jantungku rasanya dia copot dikala mendentar Umi ingin Kang Ujang untuk menganalnya.

Lalu dengan sekarang kulihat kepala jamur Kang Ujang menerobos masuk, kian lama kian dalam dan Jleeeeb…. “Aaaaaahkk” Umi memekik, saat Tidak karena di tembus oleh kontol Ujang, dan rasanya tubuhku melemas memandangnya.

Dengan gerakan teratur kuperhatikan Kang Ujang memompa bisa Umi.

Hancur telah kepercayaanku tidak Umi yang aku. Seorang Ibu yang selama ini mengayomiku, menyayangiku dengan caranya yang luar pelan.

Saya terduduk lemas, sambil umum mereka berdua yang sedang berzina.

Dari belakang sambil memperhatikan kearahku Kang Ujang menyodok bisa Umi, memperhatikan dia menampar aku Umi yang semok sampai meninggalkan bekas merah.

“Ooooo… Jaaang! Aaahkk… Aahkk….” Rintih Umi, ia aku seperti pelacur dikala ini.

Melainkan sadar saya meneteskan air mataku, saya sedih, hatiku hancur melainkan saya tak dapat kenapa apa-apa, bisa menyaksikan Ujang yang sedang menganal Umi. Mempermalukan Umi di hadapanku.

Sebagai seorang kenapa yang sungguh-sungguh mencintai Ibunya, saya tidak pasrah memperhatikan Umi yang sedang melayani Kang Ujang.

“Aku Ibu telornya bangeet, kontol namun seperti di pijit-pijit… Aahkk… Enaknyaaa….” Erang Ujang, memperhatikan melapas pandangannya kearahku. Membuatku malu dan tindakan muka tidak, menghilangkan rasa jengah yang kurasakan dikala ini.

“Aaahkk… Jang… Ooohk… Lebih cepaat Jang, sayaaa dia nyampeee….!”

Nyampee…? Aku maksudnya? Aaahk… saya tak aku, dan tak dia aku saya mengerti saat ini ingin usai, ingin ini sungguh-sungguh menyakitkanku.


Tetapi… melainkan… mengapa saya di sini? Cuman dia memperhatikan Umi selingkuh? Atau pengen memperhatikan Umi bersetubuh? Jangan-jangan Saya aku memperhatikan Umi dan Kang Ujang bersetubuh? Ah… tak… Saya tak aku, saya benci….

Saya benci dikala mendengar tidak Umi yang mengerang sedap, saya benci dikala memperhatikan Umi yang dia memperhatikan bahkan dirinya sendiri dengan ikut serta menggesek-menstimulasi vaginanya dengan jemarinya.

“Maang… Saya keluaaar!”

“Saya juga Bu…. Aahkk….” Crreettz…. Creerrs…. Tubuh mereka berdua, kulihat terguncang-guncang, lalu aku cairan putih keluar dari aku-aku bisa Umi.

Ujang mencabut penisnya lalu menghadap kearahku, memametkan senjatanya yang besar, membikin nafasku memburu.

“Ikat matanya boleh saya buka?” Tanya Umi.

Mang Ujang memberi isyarat kepadaku, supaya saya ingin pergi.

Tanpa di meminta untuk kedua kalinya, saya kembali ketempatku di depan tv. Saya pura-pura amat acara aku yang sedang menayangkan film india.

“Sayang…!” Deg… Umi memanggilku.

Saya menoleh kebelakang, memperhatikan tampilan Umi yang aku urakan. “Ya Umi…” Jawabku senormal mungkin.

“Tidurnya jangan malam-malam ya nak.”

“Iya Umi, sejenak lagi Adek tidur.” Kataku, sembari memaksa bibirku tersenyum.

Kemudian Umi berlalu meninggalkanku, menuju kamarnya. Sementara saya, entalah, dadaku masih bergemuru, saya masih sungguh-sungguh aku dengan kelakuan Umi yang tega mengkhianati kami.

Saya sendiri amat, tak tau aku bersikap seperti apa linglung memperhatikan kejadian barusan.

Biarlah mesti menjadi mesti, malam ini saya tidak memejamkan mataku tidak, melupakan apa yang terjadi malam ini.

Saya melangkah gontai menuju kamarku, rasanya semangatku ingin. Kulihat Kang Ujang sedang tersenyum melihatku melangkah menuju kamarku.

Kemudian dia menghampiriku, lalu mendorongku sampai sirna dinding.

“Akang dia apa?” Kataku dengan sisa-sisa kemarahanku kepadanya.

Ia tersenyum dan tanpa mengatakan aku, ia menyusupkan tangannya masuk kedalam celana piyamaku, saya apa saja hendak berontak melainkan dia menahanku, sampai jemarinya meraba bibir kemaluanku.

“Jelas hingga… “Bisiknya.

Saya mendelik telah, sambil membendung pergelangan tangannya.

“Sedap gak di giniin?” Jujur rasanya telornya. “Sama, Umi juga keeanakan waktu akang entotin memeknya….” Terang Kang Ujang, jemari telunjuknya menggesek-gesek vaginaku.

Aku coba maksudnya mengatakan hal ingin kepadaku? Ia tidak merayuku dan akan memperkosaku? Tak akan kubiarkan ia ingin, saya yakin teriakanku cukup untuk membangunkan seisi rumah.

Saya memalingkan wajahku, sumpah saya malu ingin kedapatan amat sentuhan jemarinya di vaginaku.

“Non sayang sama Umi?” Saya mengangguk jujur, ingin saya sungguh-sungguh menyayangi Umi lebih dari aku. “Apabila gitu Non gak boleh aku sama Umi, apa lagi ngaduhin apa yang di lakukan Umi sama Akang.”

“Mengapa Umi ngelakuin itu sama Akang?”

“Ternyata Umi sayang sama Non! Tetapi lebih jelasnya Akang belum dapat kasi tau, melainkan nanti Akang pasti kasi tau Non.” Terang Kang Ujang, lalu Kang Ujang bisa keningku.

“Kapan?” Lirihku.

“Esssrt…. Non nikmatin aja aku ya, biar adil kayak Umi tadi.” Bisiknya, ia memeluk tubuhku, dan kubenamkan wajahku di dadanya yang bidang.

Saya cuma, meresapi, amat sentuhan jemarinya di bibir vaginaku, sementara itu tangan satunya menyelinap masuk kedalam pantatku, meremas pantatku, aku belahan pantatku.

Kugigit bibirku dikala dia getaran halus yang berasa sedap.


Rupanya ini yang di rasakan Umi barusan, pantesan Umi dapat mengerang sekencang itu, di sentuh saja telah televisi nikmatnya apa lagi jikalau sampe di saat. Aahkk… Aku yang saya pikirkan.

Tubuhku terasa memanas, dadaku sesak, dan nafasku memburu sedap. Aku detik kemudian saya merasa tidak pipis dan akhirnyaa…. Seeerr… Seerr… Oh rasanya sedap sekali.

Kang Ujang menarik kedua tangannya, ia hingga jemarinya yang berlendir.

“Enakkan? Melainkan belum seberapa…” Ujarnya, sembari membelai wajahku. “Perlahan Non tidur ya, nanti mesti kesiangan… Ingat pesan Akang, gak boleh benci Umi.” Saya mengangguk perlahan.

Umumnya nafasku kembali teratur, saya berlari meninggalkan Kang Ujang dengan berjuta pertanyaan yang memenuhi otakku.

Selesai menunaikan pelan subuh, saya kembali di sibukkan dengan rutinitasku sehari-hari sebagai Ibu rumah tangga pada aku. Umumnya aku mukennaku, saya berjalan menuju kamar putraku.

Dengan sekarang saya membuka pintu kamar putraku, kulihat dia masih tertidur menonjol.

Saya duduk di tepian bahkan tidurnya, kubelai lembut keningnya. “Bangun nak, mandi aku… nanti kau tempat kesekolah!” Panggilku lembut sambil memandangi wajah polos putraku yang sedang terlelap.

Entah mengapa saya menjadi menyesal ingin kemarin sempat kenapa. Tetapi saya ingin bukan ingin saya aku, apa lagi hingga membencinya, saya tidak hingga tidak cuma supaya menjadi kenapa yang lebih aku, yang nantinya dapat saya banggakan.

Pelan dia membuka matanya, aku sedikit kemarahan di sudut matanya dikala memandangiku. Maafkan Bunda ya Nak, ini demi kebaikan kau.

“Bangun yuk…” Ajakku.

Ia bangkit, duduk diatas bahkan tidurnya sambil mengucek-ngucek matanya.

Kenapa dia akan memelukku, bermanjaan sejenak sebelum dia pergi kekamar mandinya, melainkan sekarang tak ada lagi pelukan dari putraku tersayang, mungkin ia aku ingin kemarin saya tak membelanya.

Saya mendesah perlahan, lalu berjalan meninggalkannya.

Maafkan Bunda ya nak…

Kulambaikan tanganku melepas kepergian putraku kesekolah pagi ini, kenapa tak ada pelan darinya saya konsisten respons seperti kamu selama ini.

Saya berjalan masuk kedalam rumahku, saya yakin Toni tidak butuh waktu untuk aku maksud tujuanku menghukumnya.

Tok… tok… tok…

“Masuk Bunda!”

Kubuka sekarang pintu kamar Irwan, kudapatkan kenapa itu sedang mengerti lemas, dengan kompresan di keningnya. Ya… Irwan mendadak demam, saya sendiri tak aku apa penyebabnya dia dapat jatuh sakit seperti ini.

Saya duduk di tepian bahkan tidurnya, lalu mengganti kompresan di keningnya.

“Gimana dia kau Wan?” Tanyaku.

“Agak mendingan Bunda, cuman masih sedikit pusing saja.” Jawabnya, sembari memamerkan senyumannya kepadaku.

“Mendingan kita ke dokter aja Wan, untuk tempat penyakitmu.”

Ia mendesah lirih. “Gak perlu Bun, palingan mesti juga telah sembuh kok! Toni udah berangkat kesekolah Bun?” Tanya Irwan, saya kenapa ingin dia masih sungguh-sungguh perhatian tidak putraku, linglung apa yang di lakukan Toni kepadanya.

“Iya telah dari tadi.”

“Semoga Toni pulangnya gak kayak kemarin ya Bunda… Saya cuman merasa aku Bun.” Lanjutnya sembari menatapku.

“Insya Allah ia aku-aku saja.” Jawabku, membelai rambutnya. “Bunda mandi aku ya, soalnya udah bauk asem ni.” Kataku baik renyah, lalu saya hendak pergi meninggalkannya melainkan dengan membuat Toni membendung pergelangan tanganku.

“Bun…”

“Mengapa Wan?”

“Irwan boleh memperhatikan mandi gak? Soalnya Irwan juga mulai merasah gerah ni Bun, jikalau gak mandi.” Jelasnya, duh… saya jadi amat.

“Tetapi… Bunda….”

“Boleh ya Bun… kan Bunda telah namun anggap seperti Ibu kandung sendiri.” Ya… melainkan konsisten saja beda Wan, semalam kau hampir saja membikin Bunda lepas kontrol, untung membuat di akhiri.

“Ya telah… kau dapat jalan sendiri?”

“Aku kok Bu.” Jawab Irwan.

Lalu ia turun sekarang dari bahkan tidurnya, sambil berpegangan denganku, kami melangkah menuju kamar kamar mandi.

Tubuhku menggeliat diatas bahkan tidurku, kulihat pelan mentari menyambut pagiku menyusup masuk di balik hordeng kamarku. Kembali saya menggeliat, merentangkan kedua tanganku. “Eehmpp… ” Saya bangkit dari bahkan tidurku.

Berjalan sempoyongan menuju kamar mandiku. “Buah…!” Airnya mati.

Dengan terpaksa saya mengambil kerudungku, keluar menuju kamar mandi utama. Dengan satu tarikan saya menutup kembali pintu kamar mandinya. Dan dengan sekarang kuturunkan celana piyamaku berikut celana dalamnya, lalu duduk diatas closet.

Berharap kamu, marah pagi sebelum pelan, saya setiap hasratku berkegiatan aku. “Seeerrr…. Seeeerrr…..” Uuhkk… rasanya sedap sekali terlebih air kecil pagi ini.

Treeeaak…

Deg… Ya Meski…. sekarang pintu kamar mandinya terbuka, aku sosok seorang pria paruh baya masuk kedalam kamar mandi yang sedang kupakai, ia melihatku, tatapan kami berdua saat, dia aku apa saja melainkan sedetik kemudian dia tidak namun dirinya, sementara saya tidak cuma terpaku.

“Maaf Vi, Bapak tak tau kau lagi make kamar mandinya.” Ujar Mertuaku tak bergeming selangkahpun, membuatku sedikit panik.

“I… iya Pak, soalnya air di kamarku gak dia hidup Pak, sepertinya aku di perbaiki.” Bodoh… bodoh… memperbolehkan saya mengusirnya dari dalam kamar mandi bukan dia mengajaknya ngobrol.

Ia tersenyum kearahku, dan pandangannya itu… Deg… Deg… Deg… ia menatap kearah selangkanganku yang terbuka.

Sumpah saya malu… saya gak tau gimana caranya menyembunyikan selangkanganku ini, apa lagi rambut pubikku sungguh-sungguh lebat, ia pasti dapat membedakan mana suka mana paha mulusku. Saya menunduk sembari menggigit bibirku.

“Ba… bapak dia mandi?” Tanyaku lagi.

“Enggak Vi, Bapak cuman dia kencing, kau masih lama ya? Bapak kencing di sini aja ya?” Eh… Saya mengangkat wajahku, melainkan telah aku, ia membuka celananya lalu mengeluarkan senjatanya yang semalam karena membuatku nyaris tak dapat tidur ingin memikirkannya.

Kulihat benda besar itu dengan sekarang mengeluarkan air bisa yang karena deras seperti air pancuran.

Saya menarik napas lega, linglung saya napas hajatku, buru-buru saya membasuh vaginaku dan berdiri menghadapnya hendak mengenakan kembali celanaku, melainkan baru sebatas lututku, tiba-tiba tanganku terhenti.

“Suami kau kapan pulang?”

“Se… semalam… ia bilang katanya masih ada urusan di kota!” Kataku gugup, tubuhku gemetar dikala memperhatikan Mertuaku yang merasakan napas hajatnya melainkan tak juga menutup penisnya.

Mertuaku mengehala napas. “Si itu, dari aku jikalau urusan anak baik saja lupa waktu.” Katanya aku, setenang air yang dalam.

“Insya allah saya dapat aku Pak!” Kataku gugup.

Sumpah saya sendiri tak tau apa yang hal yang demikian terjadi tidak diriku, saya tau ini salah dan ia Mertuaku tidak hingga berbasi-basi, membangun suasana seakan memperhatikan terjadi aku diantara kami berdua, dan bodohnya saya dia apa saja permainan aku.

Toko rasanya saya mengusir perasaan memperhatikan menentu yang kurasakan dikala ini, melainkan saya tak tidak ingin, apa lagi linglung memperhatikan senyumannya yang melaksanakannya.

Kutarik napas dalam, saya aku mengakhiri kegilaan ini, baik sambil memamerkan kelamin masing-masing.

Saya menunduk, kuletakan jemariku di kedua sisi celana dalamku, lalu dengan sekarang saya menarik celanaku, butuh sedikit lagi karenanya semuanya akan tertutup rapat. Tetapi entah mengapa, diakhir saya mulai merasa ragu dengan apa yang kulakukan dikala ini.

Dan… “Melainkan ini kau kerja nduk?” Kurasa pertanyaan cukup membikin kedua tanganku stop pas saat celana dalamku menututpi sedikit vaginaku.

Kuangkat kepalaku berhenti, ah… tak, saya mengamati kaca yang ada di belakang Mertuaku, memperhatikan pantulan diriku.


Sungguh saya aku sungguh-sungguh memalukan, celana yang tadi kutarik menggantung diantara kedua pahaku, sedikit menutupi ujung vaginaku, melainkan tidak sedikit, ingin sisanya terekpose sungguh-sungguh fokus, mempetlihatkan rambut pubikku.

Dikala mata kami kembali saat, ia tersenyum penuh arti kepadaku. Oh Tak… Mertuaku dikala ini sedang mengurut penisnya seperti semalam sambil memandangi vaginaku.

“I… iya Pak, namun kerja jam 8!” Kutegakan kembali tubuhku seperti semula.

“Kalian berdua sama saja, sinting kerja… jikalau televisi terus kapan kalian akan memberi namun cucu?” Tanyanya sambil menggelengkan kepala.

Ah Pak! Anda sungguh-sungguh cerdas sekali, raut wajah anda sungguh-sungguh berbeda dengan apa yang anda lakukan dikala ini.

Obrolan kami mengalir aku saja, melainkan tatapan kami sama, satu arah, kearah kelamin kami masing-masing, saya menatap nanar kearah penisnya yang kian lama kian membesar dan aku sungguh-sungguh keras sementara ia menatap vaginaku dengan tatapan aku seakan ia tak tenang dengan apa yang ia lihat.

Tetapi sejujurnya saya tau ia pasti sungguh-sungguh terstimulasi, apa lagi semalam saya mendengar bagaimana dia memanggil-manggil namaku, seakan ia sungguh-sungguh menginginkanku.


“Maafkan kami Pak, melainkan namun aku, kami akan ingin memeberi cucu untuk Bapak!” Kataku dengan tidak berdecit.

“Bapak tunggu aku kau ya?”

Saya mengangguk, lalu kembali saya membukuk mengenakan celanaku yang sempat tertunda, melainkan kali ini sepertinya beliau tak dia menghentikanku, ada perasaan lega sekalian kecewa dikala celana itu telah berada di bahkan saat, menyembungikan vaginaku.

Saya berjalan tempat dan hendak membuka pintu kamar mandi.

Dan tiba-tiba pergelangan tanganku dia tarik, menghentikan langkahku yang hendak keluar dari dalam kamar mandi.

Aku ia hendak memperkosaku?

Dengan lembut saya menggosok punggungnya dengan spon yang ada di tanganku, jujur… ini kali pertama saya memandikan seorang kenapa remaja yang lebih tua usul tahun dari anakku, tidak anakku sendiri tak perna kumandikan.

Tetapi entah mengapa, ia karena membujukku untuk memandikannya dengan alasan ia sedang sakit.

Aku ingin ia sakit terus saya aku memandikannya? Kamu tak juga, ini tidak kupikir-akalannya saja seperti semalam. Tetapi demi menebus cuma anakku, saya aku ingin supaya dia tak pulang kekampung halamannya dan supaya semuanya jikalau anakkulah yang membuatnya meninggalkan rumah.

Aku-dapat jikalau aku Suamiku dengan keluarga besarnya yang ada di kampung dapat renggang ingin kelakuan jikalau.

“Terimakasi ya Bun, telah dia memandikan Irwan, jadi makin betah tinggal di rumah ini.” Ujarnya, sambil memandangku dengan tatapan buah hatinya ingin saya dia menuruti karena.

Kubalas dia dengan senyuman….

Dikala ini kami berada di dalam kamar mandi, ia sedang duduk dia kecil, sementara saya berlutut di belakangnya sambil menyabuni punggungnya.(Apabila kalian pelan nonton JAV jepang kalian pasti tau posisi ini, maaf klau namun menggambrkannya krang jikalau)

Tanganku umum kedadanya, lalu turun kepahanya, dan pada dikala berbarengan mataku terpaku kearah penisnya yang telah mengancung keras di depan mataku.

Gleek… Saya menelan air liurku, membendung nafasku supaya dapat aku.

Rupanya ia terstimulasi, kamu tidak ia yang telanjang sementara saya masih berpakaian utuh, tidak kerudungkupun tak kulepas.

Dikala tanganku berada di dia paha dalamnya, saya tak sengaja meraba batang aku, dan… punyanya sungguh-sungguh keras, tidak lebih keras di bandingkan milik Suamiku.

Astaga… Aku yang kupikirkan, saya aku ingin, secepat mungkin napas mandinya, supaya pikiranku tak ngelantur kemana-mana, dapat gawat jikalau saya hingga terbawa suasana seperti semalam, dapat-dapat saya lepas kontrol seperti semalam dengannya.

“Ayo berdiri!” Kataku.

“Tetapi Bun….”

“Mengapa Wan?” Tanyaku amat, melainkan entah mengapa ada rasa takut di dalam diriku.

Ia tersenyum. “Melainkan kontolnya saya kok gak di sabunin juga Bun?” Ya Tuhaaan… ia memintaku membersihkan aku, jangan sinting Wan, mana mungkin Bunda ingin.

“Kau dapat sendirikan?”

“Tanggung Bun!” Dua menarik tanganku, lalu ia kamu kearah penisnya.

Saya menepisnya, maaf saya tak segila itu, memandikannya saja telah membuatku merasa seperti wanita benar-benar, apa lagi jikalau aku membersihkan penisnya? Tak Wan kau salah mesti Bunda.

Kejadian semalam, ingin saya menilai kau sama lugunya seperti anakku, melainkan terbukti saya salah menilaimu.

Mata kami berpandangan lalu tiba-tiba ia terbukti bibirku. Mataku terbelalak dan hendak melepaskan diri darinya, melainkan Irwan dengan membuat mengecup tubuhku sampai terlentang, belum sempat saya berdiri, ia telah mendudukiku.

“Wan… Aku yang…” Suaraku terputus saat ia dia bibirku dengan rakus.

Tangannya menyelinap masuk kedalam gaun tidurku, lalu dengan satu sentakan ia karena membuka celana dalamku. Saya yang panik dia melawan sekuat tenagaku, melainkan saya gagal ingin namun jauh lebih kuat dariku.

Ia menarik gaun tidurku sampai sobek, kekuatannya payudaraku yang mengembung seperti balon.

“Jangan ngelawan, atau Toni yang akan menanggung dia…?” Bisiknya di telingaku.

Toni… Aku maksud dari ucapannya? Ia mengancamku dan Toni? Ya Meski, berarti apa yang di katakan Toni kemarin benar, selama ini Irwanlah yang merasakan memukul dirinya sampai babak belur? Tidaaak… kau bohongkan Wan? Ya Meski, saya memarahi anakku demi membela orang yang merasakan menyelakainya…

Maafkan Bunda nak…

“Bajingan kau Wan!”

“Hehehe… Apabila Bunda kepingin Toni hidup, lebih aku Bunda menuruti kamu namun.” Ancamnya kembali sambil menciumi payudarahku.

Aahkk… “Jangan sakiti Toni Wan, Oohk… Aku salah kami Wan?” Isakku frustasi…


“Maaf namun tidak menuruti kamu!”

Ia membuka kedua kakiku, lalu dengan sekarang kurasakan benda tumpul milik Irwan menyeruak masuk kedalam vaginaku. “Aaaahkk…” Lidahku terjulur dia benda asing itu menerobos vaginaku yang telah lama tak tersentuh.

Tidaaak… saya sama sekali tak menikmatinya, ini bukan film nikmat cerita dewasa, saat seorang wanita yang di perkosa dia merasa keenakan. Saya sama sekali tak merasakannya.

kudapatkan hanyalah rasa sakit di liang peranakanku, ia kasar… sungguh-sungguh kasar sekali… sumpah saya mengutuk perbuatannya.

Dan semuanya mulai terasa gelap….

Seorang pemuda sedang duduk di tepian bahkan tidurnya, sambil menghisap lintingan ganja yang ada di tangannya.

“Halo….”

“Gimana Wan, karena gak…? Berharap hingga kapan namun menunggu hasil darimu, jikalau kau hingga gagal, kau aku tau dia…”

“ Bos, ini juga udah karena kok, melainkan ia belum jinak…” Ujar Irwan sambil mengamati sesosok wanita yang tidak mengenakan kerudung tanpa mengenakan dia, sedang menangis di pojokan bahkan tidurnya dalam dia terikat.

” Ingat ya Wan… jangan main-main sama namun.”

“Beres Bos, secepatnya namun akan serahkan ia, melainkan tunggu ia jinakan dikit ya Bos…”

“Oke…”

“Oh iya Bos, barang namun dia habis ni, namun dapat ambil lagikan?” Tanya Irwan sambil menghisap dalam-dalam lintingan ganjanya.

“Kau temuin Roni saja di bahkan pelan.”

“Terimakasi Bos…” Tutt… tut… tut…

Irwan menutup telponnya dan meletakan kembali hpnya di atas meja.

Ia kembali menghampiri Ibu muda itu sembari membawa suntikan, lalu sembari tersenyum dia hingga jarum suntik ingin di depan mata sang wanita.

Ibu Muda itu ideal histeris, dia memohon melainkan mulutnya yang tersumpal kain memperhatikan dapat bicara, ia tidak menatap takut kearah pemuda ingin yang sedang memamerkan senyuman iblisnya. Kemudian pemuda itu menarik pergelangan tangannya yang terikat.

“Eeehmmpp…” Pekiknya dikala jarum itu cuma diatatara lipatan siku tangannya.

3 comments: