Thursday, November 1, 2018

CERITA SEX NGENTOT DENGAN TEMAN SUAMIKU SENDIRI OH SEDOK

Sebut saja namaku Riri, umur saya 27 tahun dan sudah bersuami. Menurut tidak sedikit teman, aku ialah seorang wanita yang lumayan cantik dengan kulit putih bersih. Walaupun demikian, postur tubuhku sebetulnya terhitung ramping dan kecil. Tinggi badanku melulu 154 cm. Tetapi meskipun bertubuh ramping, pantatku lumayan bulat dan berisi. Sedangkan buah dadaku yang melulu berukuran 34 pun nampak padat dan serasi dengan format tubuhku.

Aku bekerja sebagai karyawati staf accounting pada suatu toserba yang lumayan besar di kotaku. Sehingga aku mengenal tidak sedikit relasi dari semua pekerja perusahaan beda yang memasok barang ke toko tempatku bekerja. Dari sinilah cerita yang bakal kupaparkan ini terjadi.

Sebagai seorang istri, aku sebetulnya adalahtipe istri yang setia pada suami. Aku tidak jarang kali berprinsip, tidak ada pria lain yang menyentuh hati dan tubuhku, kecuali suamiku yang paling kucintai. Dan sebelum cerita ini terjadi, aku memang tidak jarang kali dapat mengawal kesetiaanku. Jangankan disentuh, tertarik dengan pria lain juga adalahpantangan bagiku.

Tetapi begitulah, sejumlah bulan terakhir, malah suamiku mempunyai imajinasi gila. Ia seringkali menuliskan padaku, ia tidak jarang kali terangsang andai membayangkan diriku bersetubuh dengan pria lain. Entahlah, barangkali ia terpengaruh dengan kisah kawan-kawannya. Atau mungkin pun termakan oleh bacaan-bacaan seks yang tidak jarang dibacanya. Pada awalnya, aku jengkel masing-masing kali ia mengatakan urusan tersebut padaku. Namun lama kelamaan, entah kenapa, aku pun mulai terangsang oleh khayalan-khayalannya.

Setiap ia menuliskan dirinya hendak melihat aku digumuli pria lain, tiba-tiba dadaku berdebar-debar. Tanda bila aku pun mulai terangsang dengan fantasinya itu. Bersamaan dengan tersebut di toko tempatku bekerja, aku semakin akrab dengan seorang karyawan perusahaan penyaluran yang biasa datang memasok barang. Sebutlah namanya Mas Roni. Ia seorang pria berbadan tinggi besar dan lumayan atletis, tingginya lebih dari 180 cm. Sedang umur sekitar 35 tahun. Sungguh aku tidak pernah memiliki pikiran atau perasaan tertarik padanya.

Pada tadinya hubunganku, biasa-biasa saja. Keakrabanku sekedar hubungan kerja. Namun begitulah, Mas Roni yang berstatus duda tersebut selalu bersikap baik padaku. Kuakui pula, ia adalahpria yang simpatik. Ia paling pandai memungut hati orang lain. Begitu perhatiannya pada diriku, Mas Roni seringkali menyerahkan hadiah padaku. Misalnya pada ketika lebaran dan tahun baru, Mas Roni memberiku bonus yang lumayan besar. Padahal karyawan beda di tokoku tidak satupun yang mendapatkannya. Bahkan ketika datang ke tokoku, ia kadang mau membantu pekerjaanku. Mas Roni bisa saja melakukan tersebut sebab ia paling akrab dengan bosku.

Hingga sebuah ketika, sewaktu aku sedang menghitung finansial bulanan perusahaan, tiba-tiba Mas Roni hadir di depan meja kerjaku.

“Aduh sibuknya, hingga nggak lihat terdapat orang datang,” sapa Mas Roni klise.
“Eh, sorry Mas, ini baru ngitung finansial akhir bulan,” jawabku.
“Jangan terlampau serius, nanti nggak kelihatan cakepnya lho..!” Mas Roni masih bergurau.
“Ah, Mas Roni dapat aja,” aku membalas pendek seraya tetap berkonsentrasi ke pekerjaanku.

Setelah tersebut seperti biasanya, di sela-sela pekerjaanku, aku dan Mas Roni membual dan bersendau-gurau ke sana kemari. Tidak terasa telah satu jam aku membual dengannya.

“Ri, aku inginkan ngasih hadiah tahun baru, Riri inginkan terima nggak?” tanyanya tiba-tiba.
“Siapa sih yang nggak inginkan dikasih hadiah. Mau dong, asal kriterianya hadiahnya yang tidak sedikit lho,” jawabku bergurau.
“Aku pun punya kriteria lho Ri. Hadiah tersebut akan kuberikan bila Riri inginkan memejamkan mata. Mau nggak?” tanyanya lagi.
“Serius nih? Oke bila cuman tersebut syaratnya aku mau,” kataku seraya menejamkan mata.
“Awas tidak boleh buka mata hingga aku memberi aba-aba..!” kata Mas Roni lagi.

Sambil terpejam, aku penasaran hadiah apa yang bakal diberikannya. Tetapi, ya ampun, pada ketika mataku terpejam, tiba-tiba aku menikmati ada benda yang empuk menyentuh bibirku. Tidak melulu menyentuh, benda tersebut juga melumat bibirku dengan halus. Aku langsung tahu, Mas Roni tengah menciumku. Maka aku langsung membuka mata. Dari sisi meja di hadapanku, Mas Roni menunduk dan menciumi diriku. Tetapi anehnya, setelah tersebut aku tidak berjuang menghindar.

Untuk sejumlah lama, Mas Roni masih melumat bibirku. Kalau inginkan jujur aku pun ikut menikmatinya. Bahkan sejumlah saat secara refleks aku pun membalas melumat bibir Mas Roni. Sampai lantas aku sadar, kemudian kudorong dada Mas Roni sampai ia terjengkang ke belakang.

“Mas, seharusnya ini nggak boleh terjadi,” kataku dengan nada tergetar menyangga malu dan sungkan yang menggumpal di hatiku.

Mas Roni terdiam sejumlah saat.

“Maaf Ri, barangkali aku terlampau nekat. Seharusnya aku sadar anda sudah menjadi kepunyaan orang lain. Tetapi berikut kenyataannya, aku paling sayang padamu Ri,” ujarnya dengan lirih seraya meninggalkanku.

Seketika tersebut aku merasa paling menyesal. Aku merasa sudah menghianati suamiku. Tetapi uniknya peristiwa semacam tersebut masih terulang hingga sejumlah kali. Beberapa kali peluang Mas Roni berangjangsana ke tokoku, ia tidak jarang kali memberiku ‘hadiah’ laksana itu. Tentu, tersebut dilakukannya andai kawan-kawanku tidak terdapat yang melihat. Meskipun pada kesudahannya aku menolaknya, tetapi anehnya, aku tidak pernah marah terhadap perbuatan Mas Roni itu.

Entahlah, aku sendiri bingung. Aku tidak tahu, apakah ini disebabkan pengaruh imajinasi suamiku yang terangsang andai membayangkan aku berselingkuh. Ataukah sebab aku jatuh cinta pada Mas Roni. Sekali lagi, aku tidak tahu. Bahkan dari hari ke hari, aku semakin dekat dan akrab dengan Mas Roni.

Hingga pada sebuah saat, Mas Roni mengajakku jalan-jalan. Awalnya aku tidak jarang kali menolaknya. Aku khawatir bila kedekatanku dengannya menjadi penyebab perselingkuhan yang sebenarnya. Tetapi sebab ia tidak jarang kali mendesakku, kesudahannya aku juga menerima ajakkannya. Tetapi aku mengemukakan syarat, supaya salah seorang sahabat kerjaku pun diajaknya. Dengan menyuruh kawan, aku bercita-cita Mas Roni tidak bakal berani mengerjakan perbuatan yang tidak-tidak.


Begitulah, pada hari Minggu, aku dan Mas Roni kesudahannya jadi berangkat jalan-jalan. Agar suamiku tidak curiga, aku katakan padanya, hari tersebut aku terdapat lemburan sampai sore hari. Di samping aku dan Mas Roni, ikut pun kawan kerjaku, Yani dan pacarnya. Oh ya, berempat kami mengemudikan mobil inventaris perusahaan Mas Roni. Berempat kami jalan-jalan ke sebuah lokawisata pegunungan yang lumayan jauh dari kotaku. Kami sengaja memilih lokasi yang jauh dari kotaku, supaya tidak mengundang ketidakpercayaan tetangga, family dan khususnya suamiku.

Setelah lebih dari satu jam kami berputar-putar di dekat lokasi wisata, Mas Roni dan pacar Yani menyuruh istirahat di suatu losmen. Yani dan pacarnya mencarter satu kamar, dan kedua orang tersebut langsung hilang di balik pintu tertutup. Maklum dua-duanya baru dimabuk cinta. Aku dengan suamiku masa-masa pacaran dulu pun begitu, jadi aku maklum saja.

Mas Roni pun menyewa satu kamar di sebelahnya. Aku sebenarnya pun berniat mencarter kamar sendiri namun Mas Roni melarangku.
“Ngapain boros-boros, bila sekedar tidur satu kamar saja. Tuh, bed-nya terdapat dua,” ujarnya.
Akhirnya aku mengalah. Aku numpang di kamar yang dicarter Mas Roni.

Kami membual tertawa cekikikan merundingkan Yani dan pacarnya di kamar sebelah. Apalagi, Yani dan pacarnya laksana sengaja mendesah-desah sampai kedengaran di telinga kami. Sejujurnya aku deg-degan pun mendengar desahan Yani yang serupa dengan suara orang megap-megap itu. Entah mengapa dadaku semakin berdegup kencang saat aku mendengar desahan Yani dan menginginkan apa yang sedang mereka kerjakan di kamar sebelah. Untuk sejumlah saat, aku dan Mas Roni diam terpaku.

Tiba-tiba Mas Roni unik tanganku sampai aku terduduk di pangkuan Mas Roni yang ketika sedang duduk di ambang tempat tidur. Tanpa berbicara apa-apa dia langsung menghirup bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku pun membiarkan saat bibir dan kumis Mas Roni menempel ke bibirku hingga sejumlah saat. Dadaku semakin berdegup kencang saat kurasakan bibir Mas Roni melumat mulutku. Lidah Mas Roni menelusup ke celah bibirku dan menggelitik nyaris semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak tersebut darahku laksana berdesir, sedangkan bulu tengkukku merinding.

Namun tiba-tiba timbul kesadaranku. Kudorong dada Mas Roni agar ia melepas pelukannya pada diriku.

“Mass, tidak boleh Mas, ini nggak layak kita lakukan..!” kataku terbata-bata.

Mas Roni memang melepas ciumannya di bibirku, namun kedua tangannya yang kekar dan kuat tersebut masih tetap mendekap pinggang rampingku dengan erat. Aku pun masih terduduk di pangkuannya.

“Kenapa nggak pantas, toh aku sama dengan suamimu, yakni sama-sama mencintaimu,” ujar Mas Roni yang terdengar laksana desahan.

Setelah tersebut Mas Roni pulang mendaratkan ciuman. Ia menjilati dan menciumi semua wajahku, kemudian merembet ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, tetapi perlahan tapi tentu nafsu birahi semakin powerful menguasaiku. Harus kuakui, Mas Roni paling pandai menyalakan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya di leherku benar-benar telah menciptakan diriku terbakar dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun aku belum pernah menikmati rangsangan sehebat ini.

Mas Roni sendiri nampaknya pun mulai terangsang. Aku dapat menikmati napasnya mulai terengah-engah. Sementara aku sendiri semakin tidak powerful untuk menyangga erangan. Maka aku juga mendesis-desis guna menahan kesenangan yang mulai menghanguskan kesadaranku. Setelah tersebut tiba-tiba tangan Mas Roni yang kekar tersebut membuka kancing bajuku. Tak ayal lagi, buah dadaku yang berwarna putih bersih tersebut terbuka di depan Mas Roni. Secara refleks aku masih berjuang berontak.

“Cukup, Mas tidak boleh sampai ke situ. Aku takut,” kataku seraya meronta dari pelukannya.
“Takut dengan siapa Ri, toh nggak terdapat yang tahu. Percayalah denganku,” jawab Mas Roni dengan napas yang semakin memburu.
Seperti tidak perduli dengan protesku, Mas Roni yang sudah melepas bajuku, sekarang ganti sibuk melepas BH-ku. Meskipun aku masih berjuang meronta, namun tersebut tidak bermanfaat sama sekali. Sebab tubuh Mas Roni yang besar dan kuat tersebut mendekapku paling erat.

Kini, dipelukan Mas Roni, buah dadaku tersingkap tanpa tertutup sehelai kain pun. Aku berjuang menutupi dengan mendekapkan lengan di dadaku, namun dengan cepat tangan Mas Roni memegangi lenganku dan merentangkannya. Setelah tersebut Mas Roni mengusungku dan merebahkannya di lokasi tidur. Tanpa melemparkan waktu, bibir Mas Roni melumat di antara buah dadaku, sementara di antara tangannya pun langsung meremas-remas buah dadaku yang lainnya. Bagai seekor singa ganas ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini.

Kini aku tidak dapat melakukan apa-apa lagi selain terengah-engah dan mengerang sebab kenikmatan yang memegang erat diriku. Aku menggeliat-geliat laksana cacing kepanasan sebab rasa geli dan nikmat saat bibir dan lidah Mas Roni menjilat dan melumat puting susuku.

“Ri, da.. dadamu putih dan in.. estetis sekali. A.. aku kian nggak ta.. tahan.., sayang..,” kata Mas Roni terputus-putus sebab nafsu birahi yang semakin memuncak.

Kemudian Mas Roni pun menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai sekali menggelitik buah dada sampai perutku. Sekali lagi aku melulu mendesis-desis mendapat rangsangan yang menggelora itu. Kemudian tanpa kuduga, dengan cepat Mas Roni mencungkil celana dan celana dalamku dalam satu tarikan. Lagi-lagi aku berjuang melawan, namun dengan tubuh besar dan tenaga powerful yang dipunyai Mas Roni, dengan gampang ia menaklukkan perlawananku.

Sekarang tubuhku yang ramping dan berkulit putih ini benar-benar telanjang total di hadapan Mas Roni. Sungguh, aku belum pernah sekalipun telanjang di hadapan pria lain, kecuali di hadapan suamiku. Sebelumnya aku pun tidak pernah beranggapan melakukan tindakan seperti ini. Tetapi kini, Mas Roni sukses memaksaku, sedangkan aku laksana pasrah saja tanpa daya.

“Mas, guna yang satu ini tidak boleh Mas, aku tidak hendak merusak keutuhan perkawinanku..!” pintaku sambil mendekam di atas lokasi tidur, untuk mengayomi buah dada dan vaginaku yang sekarang tanpa penutup.
“Ri.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku sayang.., aku telah terlanjur terbakar.., aku nggak powerful lagi, sayang. Please, aku.. mohon,” kata Mas Roni masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.

Entah sebab aku tidak tega atau sebab aku sendiri pun sudah terbakar birahi, aku diam saja saat Mas Roni kembali mengerjakan tubuhku. Bibir dan di antara tangannya mengerjakan kedua buah dadaku, sedangkan tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar merem-melek merasakan kesenangan itu. Sementara napasku pun semakin terengah-engah.

Tiba-tiba saja Mas Roni beranjak dan dengan cepat melepas seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya. Kini ia sama denganku telanjang bulat-bulat. Ya ampun, aku tidak bisa percaya, sekarang aku telanjang dalam satu kamar dengan pria yang bukan suamiku, ohh. Aku menyaksikan tubuh Mas Roni yang memang atletis, besar dan kekar. Ia jauh lebih tinggi dan lebih banyak dibanding suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja.


Tetapi yang menciptakan dadaku berdegup lebih keras ialah benda di selangkangan Mas Roni. Benda yang besarnya nyaris sama dengan lenganku tersebut berwarna coklat tua dan sekarang tegak mengacung. Panjangnya kutaksir tidak tidak cukup dari 22 cm, atau nyaris dua kali lipat dibanding kepunyaan suamiku, sedangkan besarnya selama 3 hingga 4 kali lipatnya. Sungguh aku nyaris tidak percaya terdapat penis sebesar dan sepanjang itu. Perasaanku bercampur baur antara ngeri, gemas dan penasaran.

Kini tubuh telanjang Mas Roni mendekapku. Darahku laksana terkesiap saat merasakan dada bidang Mas Roni menempel erat dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, saat dada yang kekar tersebut merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan pria lain di samping suamiku. Ia masih terus menciumi sekujur tubuhku, sedangkan tangannya pun tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.


Aku tersentak saat kurasakan terdapat benda yang masuk dan menggelitik lubang vaginaku. Ternyata Mas Roni nekat memasukkan jari tangannya ke celah vaginaku. Ia memutar-mutarkan telunjuknya di dalam lubang vaginaku, sampai-sampai aku benar-benar nyaris tidak powerful lagi menahan kesenangan yang menderaku. Mendapat serangan yang spektakuler nikmat itu, secara refleks aku memutar-mutarkan pantatku. Toh, aku masih berjuang menolaknya.

“Mas, tidak boleh sampai dimasukkan jarinya, lumayan di luaran saja..!” pintaku.

Tetapi lagi-lagi Mas Roni tidak menggubrisku. Ia selanjutnya menelusupkan kepalanya di selangkanganku, kemudian bibir dan lidahnya tanpa henti melumat berakhir vaginaku. Aku tergetar hebat mendapat rangsangan ini. Tidak powerful lagi menahan kesenangan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Mas Roni yang masih megap-megap di selangkanganku. Kini aku benar-benar sudah tenggelam dalam birahi.

Ketika kesenangan birahi benar-benar menguasaiku, dengan tiba-tiba, Mas Roni melepaskanku dan berdiri di ambang tempat tidur. Ia mengocok-ngocok batang penisnya yang berukuran spektakuler tersebut.

“Udah nyaris setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif, capek nih. Sekarang ganti anda dong Ri yang aktif..!” kata Mas Roni.
“Aku nggak bisa, Mas. Lagian aku masih takuut..!” jawabku dengan malu-malu.
“Oke bila gitu pegang aja iniku, please, aku mohon, Ri..!” ujarnya seraya menyodorkan batang penis besar tersebut ke hadapanku.

Dengan malu-malu kupegang batang yang keras dan berotot itu. Lagi-lagi dadaku berdebar-debar dan darahku berdesir saat tanganku mulai memegang penis Mas Roni. Sejenak aku sempat membayangkan, bagaimana nikmatnya andai penis yang besar dan keras tersebut dimasukkan ke lubang vagina perempuan.

“Besaran mana dengan kepunyaan suamimu Ri..?” goda Mas Roni.

Aku tidak membalas walau dalam hati aku mengakui, penis Mas Roni jauh lebih banyak dan lebih panjang dibanding kepunyaan suamiku.

“Diapakan nih Mas..? Sumpah aku nggak dapat apa-apa,” kataku seraya menggenggam batang penis Mas Roni.
“Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang. Bisakan..?” jawab Mas Roni lembut.

Dengan dada berdegup kencang, kukocok perlahan-lahan penis yang besar kepunyaan Mas Roni. Ada sensasi tersendiri saat aku mulai mengocok buah zakar Mas Roni yang paling besar tersebut. Gila, tanganku nyaris tidak lumayan menggenggamnya. Aku bercita-cita dengan kukocok penisnya, sperma Mas Roni cepat muncrat, sampai-sampai ia tidak dapat melakukan lebih jauh terhadap diriku.

Mas Roni yang sekarang telentang di sampingku memejamkan matanya saat tanganku mulai naik-turun mengocok batang zakarnya. Napasnya mendengus-dengus, tanda bila nafsunya mulai bertambah lagi. Aku sendiri pun terangsang menyaksikan tubuh tinggi besar di hadapanku laksana tidak berdaya dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, sampai-sampai kepalanya sekarang tepat sedang di selangkanganku, kebalikannya kepalaku pun menghadap tepat di selangkangannya. Mas Roni pulang melumat lubang kemaluanku. Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti di rongga vaginaku. Sementara aku sendiri masih terus mengocok batang zakar Mas Roni dengan tanganku.

Kini, kami berdua berkelejotan, sedangkan napas kami pun semakin memburu. Setelah tersebut Mas Roni beranjak, kemudian dengan cepat ia menindihku. Dari kaca lemari yang terletak di sebelah lokasi tidur, aku dapat menyaksikan tubuh rampingku laksana tenggelam di kasur busa saat tubuh Mas Roni yang tinggi besar itu mulai menindihku. Dadaku deg-degan menyaksikan adegan kami melewati kaca lemari itu. Gila, sekarang aku yang telanjang digumuli oleh pria yang pun sedang telanjang, dan lelaki tersebut bukan suamiku.

Mas Roni pulang melumat bibirku. Kali ini teramat lembut. Gila, aku bahkan tanpa malu lagi mulai menjawab ciumannya. Lidahku kujulurkan guna menggelitik rongga mulut Mas Roni. Mas Roni terpejam menikmati seranganku, sedangkan tangan kekarnya masih erat mendekap tubuhku, laksana tidak akan dicungkil lagi.

Bermenit-menit kami terus berpagutan saling memompa birahi masing-masing. Peluh kami mengucur deras dan berbaur di tubuhku dan tubuh Mas Roni. Dalam posisi tersebut tiba-tiba kurasakan terdapat benda yang kenyal mengganjal di atas perutku. Ohh, aku semakin terangsang luar biasa saat kusadari benda yang mengganjal itu ialah batang kemaluan Mas Roni. Tiba-tiba kurasakan batang zakar tersebut mengganjal tepat di bibir lubang kemaluanku. Rupanya Mas Roni nekat berjuang memasukkan batang penisnya ke vaginaku. Tentu saja aku tersentak.

“Mas.. Jangan dimasukkan..! Jangan dimasukkan..!” kataku seraya tersengal-sengal menyangga nikmat.

Aku tidak tahu apakah permintaanku tersebut tulus, karena di sisi hatiku yang beda sejujurnya aku juga hendak merasakan alangkah nikmatnya saat batang kemaluan yang besar tersebut masuk ke lubang vaginaku.

“Oke.. bila nggak boleh dimasukkan, kugesek-gesekkan di bibirnya saja, yah..?” jawab Mas Roni pun terengah-engah.

Kemudian Mas Roni pulang memasang ujung penisnya tepat di celah kamaluanku. Sungguh aku deg-degan luar biasa saat merasakan kepala penis tersebut menyentuh bibir vaginaku. Namun sebab batang zakar Mas Roni memang berukuran super besar, Mas Roni paling sulit memasukannya ke dalam celah bibir vaginaku. Padahal, andai aku bersetubuh dengan suamiku, penis suamiku masih terlampau kekecilan guna ukuran lubang senggamaku.

Setelah tidak banyak dipaksa, kesudahannya ujung kemaluan Mas Roni sukses menerobos bibir kemaluanku. Ya ampun, aku menggeliat hebat saat ujung penis besar tersebut mulai menerobos masuk. Walaupun awalnya sedikit perih, namun selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tiada tara. Seperti janji Mas Roni, penisnya yang berkukuran jumbo itu melulu digesek-gesekkan di bibir vagina saja. Meskipun melulu begitu, kesenangan yang kurasa benar-benar membuatku nyaris teriak histeris. Sungguh batang zakar besar Mas Roni tersebut luar biasa nikmatnya.

Mas Roni terus menerus memaju-mundurkan batang penis sekedar di bibir vagina. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, sedangkan mulut kami terus berpagutan.

“Ayoohh.., ngoommoong Saayaang, giimaanna raasaanyaa..?” kata Mas Roni tersengal-sengal.
“Oohh.., teerruss.. Maass.. teeruuss..!” ujarku sama-sama tersengal.

Entah bagaimana mula mulanya, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar tersebut telah amblas seluruh ke vaginaku. Bless.., perlahan tapi tentu batang penis yang besar tersebut melesak ke dalam lubang kemaluanku. Vaginaku terasa sarat sesak oleh batang penis Mas Roni yang sangat-sangat besar itu.

“Lohh..? Mass..! Dimaassuukiin seemmua yah..?” tanyaku.
“Taangguung, Saayang. Aku nggak tahhann..!” ujarnya dengan terus memompa vaginaku secara perlahan.

Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika batang penis tersebut amblas seluruh di vaginaku, aku melulu dapat megap-megap dan merasakan kesenangan yang sekarang semakin tertahankan. Begitu besarnya penis Mas Roni, sampai-sampai lubang vaginaku terasa paling sempit. Sementara sebab tubuhnya yang berat, batang penis Mas Roni semakin tertekan ke dalam vaginaku dan melesak sampai ke dasar rongga vaginaku. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang zakar menggesek-gesek dinding vaginaku.


Tanpa sadar aku juga mengimbangi genjotan Mas Roni dengan menggoyangkan pantatku. Kini tubuh rampingku laksana timbul-tenggelam di atas kasur busa ditindih oleh tubuh besar Mas Roni. Semakin lama, genjotan Mas Roni semakin cepat dan keras, sampai-sampai badanku tersentak-sentak dengan hebat. Clep.., clep.., clep.., clep.., begitulah bunyi batang zakar Mas Roni yang terus memompa selangkanganku.

“Teerruss Maass..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..!” erangku berulang-ulang.

Sungguh berikut permainan seks yang sangat nikmat yang pernah kurasakan. Aku telah tidak beranggapan lagi mengenai kesetiaan terhadap suamiku. Mas Roni benar-benar sudah menenggelamkanku dalam gelombang kenikmatan. Persetan, toh suamiku sendiri tidak jarang berkhayal aku disetubuhi pria lain.

Tidak berapa lama kemudian, aku menikmati rasa nikmat yang spektakuler di sekujur tubuhku. Badanku menggelepar-gelepar di bawah gencetan tubuh Mas Roni. Seketika tersebut seperti tidak sadar, kucium lebih berani bibir Mas Roni dan kupeluk erat-erat.

“Mmaass.. aakkuu.. haampiirr.. oorrgaassmmee..!” desahku saat aku nyaris menggapai puncak kenikmatan.

Tahu bila aku nyaris orgasme, Mas Roni semakin kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya ke selangkanganku. Saat tersebut tubuhku kian meronta-ronta di bawah dekapan Mas Roni yang paling kuat. Akibatnya, tidak lama lantas aku benar-benar klimaks!

“Kaalauu.. uudahh.. orrgassme.. ngoommoong.. Saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaass..!” desah Mas Roni.
“Oohh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks.. Maass..!” jawabku.

Seketika dengan refleks tangan kananku menjambak rambut Mas Roni, sementara tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku kunaikkan ke atas supaya batang kemaluan Mas Roni bisa menancap sedalam-dalamnya.

Setelah kesenangan puncak itu, tubuhku melemas dengan sendirinya. Mas Roni pun menghentikan genjotannya.
“Aku belum keluar, Sayang. Tahan sebentar, ya..! Aku terusin dulu,” ujarnya lembut sambil menghirup pipiku.
Gila, aku dapat orgasme walaupun posisiku di bawah. Padahal andai dengan suamiku, guna orgasme aku mesti berposisi di atas dulu. Tentu ini sebab Mas Roni yang jauh lebih perkasa dibanding suamiku, di samping batangannya yang memang paling besar dan nikmat spektakuler untuk vagina perempuan.

Meskipun kurasakan tidak banyak ngilu, kubiarkan Mas Roni memompa terus lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif saja saat Mas Roni masih terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, sekarang badanku yang kecil dan ramping benar-benar terbenam ditindih tubuh besar Mas Roni. Clep.. clep.. clep.. clep. Kulirik ke bawah menyaksikan kemaluanku yang tengah dihajar batang kejantanan Mas Roni. Gila, vaginaku ditembus penis sebesar itu. Dan lebih tak waras lagi, batang zakar besar seperti tersebut ternyata nikmatnya tidak terkira.

Mas Roni semakin lama semakin kencang memompakan penisnya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir dan buah dadaku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti tersebut tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kurasakan kesenangan merambat lagi dari selangkanganku yang dengan kencang dipompa Mas Roni. Maka aku balik menjawab ciuman Mas Roni, sedangkan pantatku pulang kuputar-putar mengimbangi penis Mas Roni yang masih perkasa menusuk-nusuk lubang kemaluanku.

“Kaamuu ingiin.. lagii.. Rii..?” tanya Mas Roni.
“Eehh..” melulu itu jawabku.

Kini kami pulang menggelepar-gelepar bersama.

Tiba-tiba Mas Roni bergulung, sampai-sampai posisinya sekarang berbalik, aku di atas, Mas Roni di bawah.

“Ayoohh gaannttii..! Kaammuu yang di atass..!” kata Mas Roni.

Dengan posisi di atas tubuh Mas Roni, pantatku kuputar-putar, maju-mundur, kiri-kanan, guna mengocok batang penis Mas Roni yang masih mengacung di lubang vaginaku. Dengan agak malu-malu aku pun ganti menjilat leher dan puting Mas Roni. Mas Roni yang telentang di bawahku melulu dapat merem-melek sebab kenikmatan yang kuberikan.

“Tuuh.., biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii.. nggak.. bisaa..,” ujar Mas Ronie seraya balas menciumku dan meremas-remas buah dadaku.

Hanya selang lima menit sesudah aku sedang di atas, lagi-lagi kesenangan luar biasa datang menderaku. Aku semakin powerful menghunjam-hunjamkan vaginaku ke batang penis Mas Roni. Tubuhku yang ramping semakin erat memeluk Mas Roni. Aku pun semakin binal membalas ciuman Mas Roni.

“Maass.. aakuu.. haampiir.. orgasmee.. laggii.. Maass..!” kataku terengah-engah.

Tahu bila aku bakal orgasme kedua kalinya, Mas Roni langsung bergulung membalikku, sampai-sampai aku pulang di bawah. Dengan napas yang terengah-engah, Mas Roni yang sudah berada di atas tubuhku semakin cepat memompa selangkanganku. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa di sekujur tubuhku. Lalu rasa nikmat tersebut seperti mengalir dan berkumpul ke selangkanganku. Mas Roni kupeluk sekuat tenaga, sedangkan napasku semakin tidak menentu.

“Kalauu maau orgasmee ngomong Sayang, biaar leepass..!” desah Mas Roni.

Karena tidak powerful lagi menyangga nikmat, aku pun merintih keras.

“Teruss.., teruss.., akuu.. orgasmee Mass..!” desahku, sedangkan tubuhku masih terus menggelepar-gelepar dalam tindihan tubuh Mas Roni.

Belum reda kesenangan klimaks yang kurasakan, tiba-tiba Mas Roni mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seperti hendak meremukkan tulang-tulangku. Ia benar-benar membuatku tidak bisa bergerak. Napasnya terus memburu. Genjotannya di vaginaku pun semakin keras dan cepat. Kemudian tubuhnya bergetar hebat.

“Rii.., akuu.. maauu.. keluuarr Sayang..!” erangnya tidak tertahankan.

Melihat Mas Roni yang nyaris keluar, pantatku kuputar-putar semakin cepat. Aku pun semakin erat memeluknya. Crot.. croot.. croot..! Sperma Mas Roni terasa paling deras muncrat di lubang vaginaku. Mas Roni memajukan pantatnya sekuat tenaga, sampai-sampai batang kejantanannya benar-benar menancap sedalam mungkin di lubang kemaluanku. Aku menikmati lubang vaginaku terasa hangat oleh cairan sperma yang mengucur dari penis Mas Roni.

Gila, sperma Mas Roni spektakuler banyaknya, sampai-sampai seluruh lubang vaginaku terasa basah kuyup. Bahkan sebab saking banyaknya, sperma Mas Roni belepotan sampai ke bibir vagina dan pahaku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan tersebut mulai menurun.

Untuk sejumlah saat Mas Roni masih menindihku, keringat kami juga masih bercucuran. Setelah tersebut ia berguling di sampingku. Aku temenung menatap langit-langit kamar. Begitupun dengan Mas Roni. Ada sesal yang mengendap dalam hatiku. Kenapa aku mesti menodai kesetiaan terhadap perkawinanku, itulah pertanyaan yang bertalu-talu mengetuk perasaanku.


“Maafkan aku, Ri. Aku sudah khilaf dengan memaksamu mengerjakan perbuatan ini,” ujar Mas Roni lirih.
Aku tidak menjawab. Kami berdua kembali tercenung dalam alam benak masing-masing. Bermenit-menit lantas tidak sepatah kata juga yang terbit dari mulut kami berdua.

Tiba-tiba Yani mengetuk pintu seraya berteriak, “Hee, telah siang lho.., mari pulang..!”
Dengan masih tetap diam, aku dan Mas Roni segera beranjak, membenahi lalu berjalan terbit kamar. Tanpa ucapan-ucapan pula Mas Roni mengecup keningku ketika pintu kamar bakal kubuka.

“Hayo, lagi ngapain kok pintunya pakai diblokir segala..?” kelakar Yani.
“Ah, nggak apa-apa kok, anda cuman ketiduran tadi.” jawabku dengan perasaan malu.

Sementara Mas Roni melulu tersenyum.

“Tenang aja, Mbak Riri. Aku janji nggak akan mengisahkan ini ke orang beda kok..!” ujar Yani dengan masih cengengesan.


Begitulah, sampai seminggu sesudah kejadian tersebut rasa sesal masih mendera perasaanku. Selama tersebut hatiku tidak jarang kali diketuk pertanyaan, mengapa akhirnya aku mesti mengkhianati suamiku. Hanya saja, saat mulai memasuki minggu kedua, tiba-tiba rasa sesal tersebut seperti menguap begitu saja. Yang hadir dalam perasaanku kemudian ialah kerinduan pada Mas Roni. Sungguh dadaku tidak jarang berdebar-debar lagi masing-masing kali kuingat kesenangan luar biasa yang diserahkan Mas Roni ketika itu. Aku tidak jarang kali terbayang dengan keperkasaan Mas Roni di atas ranjang, yang tersebut semua tidak dipunyai suamiku.

Maka sesudah itu, kami masih tidak jarang jalan-jalan bareng dengan Mas Roni. Bahkan nyaris rutin sebulan 2 hingga 4 kali aku dan Mas Roni tidak jarang kali melepas hasrat bersama. Dan jelas tersebut lebih menggelora lagi dibanding kencan kami yang kesatu. Sementara guna menyembunyikan tersebut semua, aku bersikap biasa-biasa saja terhadap suamiku. Ia pun masih sering memicu diri dengan berfantasi aku disetubuhi pria lain. Tetapi ia tidak tahu, bahwasannya telah ada pria lain yang benar-benar sudah menyetubuhi isterinya. Dan aku tidak pernah bercerita padanya. Ini melulu menjadi rahasiaku dan rahasia Mas Roni.

No comments:

Post a Comment