Minggu sore nyaris pukul empat. Setelah menyaksikan CD porno semenjak pagi penisku tak mau disuruh kompromi. Si adik kecil ini kepingin segera disarungkan ke vagina. Masalahnya, lokasi tinggal sedang kosong melompong. Istriku pulang dusun sejak kemarin hingga dua hari mendatang, sebab ada kerabat punya hajat menikahkan anaknya. Anak tunggalku ikut ibunya.
Aku mengupayakan menenangkan diri dengan mandi, kemudian berbaring di ranjang. Tetapi penisku tetap tak berkurang ereksinya. Malah kini terasa berdenyut-denyut unsur pucuknya. “Wah gawat gawat nih. Nggak terdapat sasaran lagi. Salahku sendiri nonton CD porno seharian”, gumamku.
Aku bangkit dari tiduran mengarah ke ruang tengah. Mengambil segelas air es kemudian menghidupkan tape deck. Lumayan, tegangan agak mereda. Tetapi saat ada video klip musik barat agak seronok, penisku pulang berdenyut-denyut. Nah, belingsatan sendiri jadinya.
Sempat terpikir guna jajan saja. Tapi cepat kuurungkan. Takut kena penyakit kelamin. Salah-salah dapat ketularan HIV yang belum terdapat obatnya hingga sekarang. Kuingat-ingat kapan terakhir kali barangku terpakai guna menyetubuhi istriku. Ya, tiga hari lalu. Pantas sekarang adik kecilku uring-uringan tak karuan. Soalnya dua hari sekali mesti nancap. “Sekarang mohon jatah..”. Sambil terus berjuang menenangkan diri, aku duduk-duduk di teras depan menyimak surat kabar pagi yang belum tersentuh.
Tiba-tiba pintu pagar berbunyi dimulai orang. Refleks aku memindahkan pandangan ke arah suara. Renny anak tetangga mendekat. “Selamat senja Om. Tante ada?” “Sore.. Ooo Tantemu pulang dusun sampai lusa. Ada apa?” “Wah gimana ya..” “Silakan duduk dulu. Baru ngomong ada kebutuhan apa”, kataku ramah.
ABG berusia selama lima belas tahun tersebut menurut. Dia duduk di kursi kosong sebelahku. “Nah, ada butuh apa dengan Tantemu? Mungkin Om dapat bantu”, tuturku sambil mencari badan gadis yang mulai mekar itu. “Anu Om, Tante janji inginkan minjemi majalah terbaru..” “Majalah apa sich?”, tanyaku. Mataku tak lepas dari dadanya yang terlihat mulai menonjol. Wah, telah sebesar bola tenis nih. “Apa saja. Pokoknya yang terbaru”. “Oke silakan masuk dan pilih sendiri”.
Kuletakkan surat kabar dan masuk ruang dalam. Dia agak ragu-ragu mengikuti. Di ruang tengah aku berhenti. “Cari sendiri di rak bawah televisi itu”, kataku, lantas membanting pantat di sofa. Renny segera jongkok di depan televisi membongkar-bongkar tumpukan majalah di situ. Pikiranku mulai usil. Kulihati dengan leluasa tubuhnya dari belakang. Bentuknya paling bagus guna ABG seusianya. Pinggulnya padat berisi. Bra-nya membayang di baju kaosnya. Kulitnya putih bersih. Ah alangkah asyiknya bila saja dapat menikmati tubuh yang mulai berkembang itu.
“Nggak terdapat Om. Ini lama semua”, katanya menyentak lamunan nakalku. “Nggg.. barangkali ada di kamar Tantemu. Cari saja di sana” Selama ini aku tak begitu menyimak anak tersebut meski tidak jarang main ke rumahku. Tetapi sekarang, saat penisku uring-uringan tiba-tiba baru kusadari anak tetanggaku tersebut ibarat buah mangga sudah mulai mengkal. Mataku mengekor Renny yang tanpa sungkan-sungkan masuk ke kamar tidurku. Setan berbisik di telingaku, “inilah kesempatan untuk penismu supaya berhenti berdenyut-denyut. Tapi dia masih kecil dan anak tetanggaku sendiri? Persetan dengan tersebut semua, yang urgen birahimu terlampiaskan”.
Akhirnya aku bangkit menyusul Renny. Di dalam kamar kulihat anak tersebut berjongkok merombak majalah di sudut. Pintu kututup dan kukunci pelan-pelan. “Sudah ketemu Ren?” tanyaku. “Belum Om”, jawabnya tanpa menoleh. “Mau lihat CD bagus nggak?” “CD apa Om?” “Filmnya bagus kok. Ayo duduk di sini.”
Gadis tersebut tanpa curiga segera berdiri dan duduk pinggir ranjang. Aku memasukkan CD ke VCD dan menghidupkan televisi kamar. “Film apa sih Om?” “Lihat saja. Pokoknya bagus”, kataku seraya duduk di sampingnya. Dia tetap tenang-tenang tak membubuhkan curiga. “Ihh..”, jeritnya begitu menyaksikan intro mengandung potongan-potongan adegan orang bersetubuh. “Bagus kan?” “Ini kan film porno Om?!” “Iya. Kamu suka kan?” Dia terus ber-ih.. ih saat adegan syur berlangsung, namun tak berjuang memalingkan pandangannya.
Memasuki adegan kedua aku tak tahan lagi. Aku mendekap gadis tersebut dari belakang. “Kamu hendak begituan nggak?”, bisikku di telinganya. “Jangan Om”, katanya namun tak berjuang mengurai tanganku yang melingkari lehernya. Kucium sekilas tengkuknya. Dia menggelinjang. “Mau nggak gituan sama Om? Kamu belum pernah kan? Enak lo..” “Tapi.. tapi.. ah tidak boleh Om.” Dia menggeliat berjuang lepas dari belitanku. Namun aku tak peduli. Tanganku segera meremas dadanya. Dia melenguh dan berkeinginan memberontak. “Tenang.. tenang.. Nggak sakit kok. Om telah pengalaman..”
Tangan kananku menyibak roknya dan menelusupi pangkal pahanya. Saat jari-jariku mulai bermain di dekat vaginanya, dia mengerang. Tampak birahinya telah terangsang. Pelan-pelan badannya kurebahkan di ranjang namun kakinya tetap menjuntai. Mulutku tak sabar lagi segera mencercah pangkal pahanya yang masih dibungkus celana warna hitam.
“Ohh.. ahh.. tidak boleh Om”, erangnya sambil berjuang merapatkan kedua kakinya. Tetapi aku tak peduli. Malah celana dalamnya lantas kupelorotkan dan kulepas. Aku terpana menyaksikan pemandangan itu. Pangkal kenikmatan tersebut begitu mungil, berwarna merah di tengah, dan dihiasi bulu-bulu lembut di atasnya. Klitorisnya pun mungil. Tak menantikan lebih lama lagi, bibirku segera menyerbu vaginanya. Kuhisap-hisap dan lidahku mengaduk-aduk liangnya yang sempit. Wah masih perawan dia. Renny terus menggelinjang seraya melenguh dan merintih keenakan. Bahkan lantas kakinya mengapit kepalaku, seakan-akan meminta dikerjai lebih dalam dan lebih keras lagi.
Oke Non. Maka lidahku pun kian dalam menggerayangi dinding vaginanya yang mulai basah. Lima menit lebih barang kesenangan milik ABG tersebut kuhajar dengan mulutku. Kuhitung sangat tidak dia dua kali orgasme. Lalu aku merangkak naik. Kaosnya kulepas pelan-pelan. Menyusul lantas BH hitamnya berukuran 32. Setelah kuremas-remas buah dadanya yang masih keras itu sejumlah saat, ganti mulutku bekerja. Menjilat, memilin, dan menghirup putingnya yang kecil.
“Ahh..” keluh gadis itu. Tangannya meremas-remas rambutku menahan kesenangan tiada tara yang barangkali baru kini dia rasakan. “Enak kan beginian?” tanyaku seraya menatap wajahnya. “Iii.. iya Om. Tapi..” “Kamu pengin lebih enak lagi?”
Tanpa menantikan jawabannya aku segera menata posisi badannya. Kedua kakinya kuangkat ke ranjang. Kini dia terlihat telentang pasrah. Penisku pun telah tak sabar lagi tiba di sasaran. Namun aku mesti hati-hati. Dia masih perawan sampai-sampai harus sabar supaya tidak kesakitan. Mulutku pulang bermain-main di vaginanya. Setelah kebasahannya kuanggap cukup, penisku yang sudah tegak kutempelkan ke bibir vaginanya.
Beberapa ketika kugesek-gesekkan hingga Renny kian terangsang. Kemudian kucoba masuk perlahan-lahan ke celah yang masih sempit itu. Sedikit demi tidak banyak kumaju-mundurkan sehingga kian melesak ke dalam. Butuh masa-masa lima menit lebih supaya kepala penisku masuk seluruhnya. Nah tidur sebentar sebab dia tampak menyangga nyeri.
“Kalau sakit bilang ya”, kataku sambil menghirup bibirnya sekilas. Dia mengerang. Kurang tidak banyak lagi aku akan menembus perawannya. Genjotan kutingkatkan walau tetap kuusahakan pelan dan lembut. Nah terdapat kemajuan. Leher penisku mulai masuk. “Auw.. sakit Om..” Renny menjerit tertahan. Aku berhenti sejenak menantikan liang vaginanya terbiasa menerima penisku yang berukuran sedang. Satu menit lantas aku maju lagi. Begitu seterusnya. Selangkah demi selangkah aku maju. Sampai akhirnya.. “Ouuu..”, dia menjerit lagi. Aku merasa penisku menjebol sesuatu. Wah aku sudah memerawani dia. Kulihat terdapat sepercik darah mengairi sprei.
Aku meremas-remas payudaranya dan menciumi bibirnya guna menenangkan. Setelah agak tenang aku mulai menggenjot anak itu. “Ahh.. ohh.. asshh…”, dia merintih dan melenguh saat aku mulai turun naik di atas tubuhnya. Genjotan kutingkatkan dan erangannya pun kian keras. Mendengar tersebut aku kian bernafsu menyetubuhi gadis itu. Berkali-kali dia orgasme. Tandanya ialah ketika kakinya dijepitkan ke pinggangku dan mulutnya menggigit lengan atau pundakku.
“Nggak sakit lagi kan? Sekarang terasa enak kan?” “Ouuu enak sekali Om…” Sebenarnya aku hendak mempraktekkan sekian banyak posisi senggama. Tapi kupikir guna kali kesatu tak butuh macam-macam dulu. Terpenting dia mulai dapat menikmati. Lain kali kan tersebut masih dapat dilakukan.
Sekitar satu jam aku menggoyang tubuhnya mati-matian sebelum spermaku muncrat mengairi perut dan payudaranya. Betapa nikmatnya menyetubuhi perawan. Sungguh-sungguh beruntung aku ini. “Gimana? Betul enak laksana kata Om kan?” tanyaku sambil mendekap tubuhnya yang lunglai sesudah sama-sama menjangkau klimaks. “Tapi fobia Om..” “Nggak usah takut. Takut apa sih?” “Hamil” Aku ketawa. “Kan sperma Om nyemprot di luar vaginamu. Nggak barangkali hamil dong” Kuelus-elus rambutnya dan kuciumi wajahnya. Aku tersenyum puas dapat meredakan adik kecilku.
“Kalau pengin enak lagi bilang Om ya? Nanti anda belajar sekian banyak gaya lewat CD”. “Kalau ketahuan Tante gimana?” “Ya tidak boleh sampai ketahuan dong” Beberapa saat lantas birahiku bangkit lagi. Kali ini Renny kugenjot dalam posisi menungging. Dia telah tak menjerit kesakitan lagi. Penisku leluasa terbit masuk diiringi erangan, lenguhan, dan jeritannya. Betapa nikmatnya memerawani ABG tetangga.
No comments:
Post a Comment