“hhhooaahhmm,,”, aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, kemudian aku meraih jam dan menyaksikan jam berapa sekarang.
“ya ampun, udah jam segini, mampus gue”, aku kaget separuh mati menyaksikan jam yang sudah mengindikasikan pukul 10 pagi, sebenarnya waktu pemungutan rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan berlari mengarah ke kamar mandi seraya membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat dan mencuci tubuhku sintalku supaya menjadi segar dan wangi. Aku terbit dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk. Setelah kering, aku langsung menggunakan baju yang tersisa di lemariku yakni kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa menggunakan cd dan bh sampai-sampai puting dan format payudaraku yang bulat tercetak jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu mengarah ke garasi untuk menerbitkan mobil. Setelah mobilku terbit dari garasi dan telah berada di depan gerbang rumah, aku terbit kembali guna mengunci gerbang rumah, lantas aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan memasuki pedal gas dalam-dalam alias ngebut.
Aku yakin bahkan Ananda Nicola juga kalah dengan caraku menyetir, belok sana belok sini guna menghindari kendaraan lain. Aku memang tak waras kalau sedang menyetir dengan terburu-buru sebab aku diajari oleh mantan pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai pun di sekolah adikku yang pun dulu adalah sekolahku. Aku langsung terbit dari mobil sambil membawa tas tanganku, kemudian aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah.
“fiuuhh,,”, aku lega sebab sampai pada waktunya. Aku langsung mengarah ke ke ruang belajar adikku seraya bernostalgia saat aku masih SMP dulu, dimana aku masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam etape berkembang. Sambil memperingati masa lalu, tak terasa telah berada di depan pintu ruang belajar adikku.
“tok,,tok,,tok”, aku mengetuk pintu kemudian membuka pintu dengan perlahan.
“yak, silakan masuk”, sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku langsung jadi pusat perhatian sebab ternyata orangtua siswa lainnya telah duduk di bangku yang terdapat label nama anak mereka masing-masing.
“maaf, saya telat”.
“oh, gak apa-apa, ini pun baru dimulai, mari, silakan duduk Bu”.
“terima kasih”.
“ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa”, gumamku dalam hati. Aku langsung diperlihatkan dimana Rini duduk oleh bapak itu. Ternyata, Rini duduk di deretan depan, tepat di sekitar pintu masuk. Aku langsung mengarah ke tempat duduk Rini, disana telah ada seorang kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.
“permisi, pak”.
“o, ya, silakan”. Kakek tersebut berdiri supaya aku dapat masuk ke dalam, kemudian aku duduk begitu pun kakek itu.
“ya, pembagian rapor bakal dimulai, orangtua dari Adam Jaya”, kemudian orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sedangkan orang tua yang beda bebas mengerjakan apa saja. Daripada jenuh menunggu, aku menyuruh ngobrol kakek yang terdapat disampingku.
“maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?”.
“nama anak saya Dani, nama anak kita siapa?”, tanyanya balik.
“Rini, namun bukan anak saya”.
“jadi?”.
“Rini tersebut adik saya pak”.
“sudah saya duga”.
“emang mengapa pak?”.
“soalnya kita masih muda jadi gak mungkin bila Anda seorang ibu”.
“ah, bapak dapat aja”.
“Dani Adiswara”. Lalu kakek tersebut maju ke depan, sedangkan aku jadi sendirian lagi, aku menyimpulkan untuk mengutak-atik hpku, ternyata terdapat sms dari Rini, katanya dia sedang terdapat di depan sekolah bareng teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku berlalu menerima rapor anaknya, dan dia pun terbit dari ruang belajar sambil pamit padaku. Lama pun menunggu nama Rini sebab Rini absen terakhir di kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan sampai akhirnya nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil membereskan bajuku yang paling ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, sesudah kuperhatikan dengan cermat ternyata wali ruang belajar Rini ialah mantan wali kelasku saat aku masih ruang belajar 2 SMP dulu.
“pak Herman !”, kataku seraya terkejut.
“maaf, apa kita mengenal saya?”, tanyanya heran.
“ya ampun, masa bapak tak sempat sih, ini Bunga, Pak”.
“Bunga? eemmm,,”.
“iya, Bunga yang dulu tomboi”.
“ooh,, Bunga si bintang basket”.
“iya pak, kesudahannya bapak inget juga”.
“maaf loh,, Bapak hingga pangling,, abis anda berubah banget sih”.
“iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus”.
“sekarang anda jadi kian cantik”, komentarnya menyaksikan aku dari ujung rambut sampai ujung kakiku khususnya payudaraku. Ketika aku masih SMP dulu, aku menjadi ‘objek’ pak Herman, waktu tersebut dia suka mencubit pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, namun dia tidak mengerjakan pelecehan terhadapku di sekolah tetapi di rumahnya saat waktu tersebut aku sering berangjangsana ke rumahnya.
“oh jadi Rini tersebut adik kamu, layak cantik”.
“ye si bapak dapat aja, mana rapor Rini, Pak”.
“oh ya, Bapak nyaris lupa, ini”, kata pak Herman sambil memberikan rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini sebab penasaran, sekitar aku menyaksikan rapor, aku sempat menciduk pak Herman sedang menatap payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu pun putingku.
“buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang”, komentarku dalam hati.
“nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?”.
“ya bolehlah, masa gak boleh”. Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku.
“nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga kembali dulu ya”.
“kapan-kapan bapak telpon anda ya”.
“sip pak”. Aku meninggalkan pak Herman sambil menunjukkan pantatku yang bergoyang ke kanan dan kiri untuk pak Herman. Aku terbit dari ruang belajar dan menuju terbit sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini telah menanti dengan teman-temannya terdapat yang cewek dan ada sejumlah juga yang cowok.
“gimana kak, rapor Rini,,??”.
“kamu gak naik kelas,,”.
“apa kak?!”.
“hehe,,nggak hanya be’canda kok, rapor anda bagus banget malah”, kataku sambil memberikan rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan menyaksikan rapornya, teman-teman Rini yang cewek menyimak rapor Rini yang dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok melulu berpura-pura menyaksikan rapor Rini sebab sebetulnya mereka mencuri-curi pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau wajahku.
Dan guna bagian bawah, aku menggunakan celana jeans panjang, kemudian aku menggunakan parfum dan make-up. Hpku berbunyi lagi.
“halo Bunga”, aku menyaksikan nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi.
“ada apa lagi pak?”.
“anu, kayaknya bapak tidak jadi”.
“kenapa pak?”.
“tiba-tiba bapak terdapat rapat penting”.
“oohh begitu,,”.
“maaf ya Bunga”.
“akh, gak apa-apa pak”. Setelah aku memblokir telpon, aku bingung inginkan kemana, kan sayang make-up yang telah aku poles di wajahku bila aku tidak kemana-mana.
“oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing”, kataku. Aku menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku mengunci seluruh jendela dan pintu rumah, lantas aku langsung membubuhkan koper di bagasi dan memacu mobilku sesudah mengunci gerbang. Dalam masa-masa 2 jam, aku hingga ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang mengarah ke rumahku telah bagus sampai-sampai mobilku dapat melaju hingga ke rumahku.
Di depan rumahku, terdapat 1 orang kakek yang sedang membersihkan di dekat rumahku. Kakek itu mempunyai nama Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia mengawal rumahku yang terdapat di desa, tentu cocok umurnya yang telah lanjut, wajahnya telah terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam sebab sering terbakar matahari. Aku membebastugaskan mobilku tepat di depannya yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam.
“pagi nyonya..”, sapanya. Aku membuka kaca mobilku.
“enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah”.
“eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya”.
“Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya”, aku memasukkan mobilku ke dalam garasi dengan paling perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil dan mengarah ke ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku, membuatku kaget.
“aduh,, Mang Karyo,,”, kataku manja sebab aku tau orang yang ada melulu aku dan Mang Karyo.
“non Bunga kian montok aja”.
“montok sih montok tapi tidak boleh diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa”.
“yah si non Bunga kok jadi galak gini sih”, katanya protes seraya menjauhkan tangannya dari payudaraku.
“bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja bila Bunga udah mandi ‘n istirahat”.
“oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga”.
“tenang aja Mang,, Bunga akan nemenin Mang Karyo hingga minggu depan..”.
“asikk!!!”, teriaknya kegirangan.
“segitu girangnya..”.
“ya iyalah,, siapa yang gak girang bila ditemenin cewek cantik kayak non Bunga”.
“aahh,, Mang Karyo dapat aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya”.
“ok,, namun abis cabutin rumput,, boleh kan?”.
“boleh,,boleh”, jawabku seraya tersenyum. Mang Karyo juga langsung terbit untuk meneruskan aktivitasnya, sedangkan aku memungut koperku yang terdapat di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku memang sudah nyaris 6 bulan lebih tidak ke rumahku yang ini sebab aku tidak jarang kali malas namun kali ini selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di lokasi tinggal yang di kota tidak terdapat siapa-siapa, jadi aku menyimpulkan untuk mencium udara desa yang masih segar.
Sudah menjadi kebiasaan bila aku kesini, aku selalu memberikan tubuhku guna dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia ialah orang yang memerawaniku saat aku masih ruang belajar 2 SMA, memang kesatu kali dia memperkosaku, namun selanjutnya aku tidak menampik untuk memberikan tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya mengenai seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo ialah penis yang kesatu kali menginjak semua lubang-lubangku mulai dari vagina, anus, dan pun mulutku. Sejak ketika itu, aku jadi merasa bila tubuhku memang dibuat untuk Mang Karyo sebab penis-penis beda yang pernah memenuhi vaginaku tidak dapat dibandingkan kenikmatannya bilamana dibandingkan dengan rasa nikmat saat penis Mang Karyo memenuhi vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi supaya badanku benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah melulu ada aku dan Mang Karyo yang telah sering menyaksikan tubuhku, aku menyimpulkan untuk tidak menggunakan apa-apa setelah terbit dari kamar mandi.
Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku mengarah ke ke ruang family untuk menyaksikan tv. Tak lama lantas Mang Karyo masuk ke dalam, dan langsung mengarah ke aku yang sedang menyaksikan tv.
“waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju”.
“enak Mang,,lebih adem”.
“alah, non Bunga ada-ada aja”.
“udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?”.
“iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga”.
“udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,”.
“ok non”. Lalu dia pergi ke belakang untuk menciptakan minuman, tak lama lantas Mang Karyo pulang lagi seraya memegang minuman. Dia berdiri di depan televisi.
“non Bunga,, kayaknya bila diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..”, komentar Mang Karyo.
“wuih,, iya dong!!”.
“jangan-jangan non Bunga disuntik…emm..apa tuh namanya?”.
“suntik silikon??”.
“nah iya,, tersebut maksud Mang”.
“yee,,enak aja,,ini pribumi kok,, pegang aja kalo gak percaya”, kataku menggodanya.
Tentu saja Mang Karyo langsung mengarah ke ke arahku yang sedang memegang dan meremas-remas payudaraku sendiri.
“eeiitt,,mendingan anda mainnya di kamar aja, Mang”.
“bener juga,, yok”. Lalu aku berdiri dan langsung mengarah ke kamar yang terdapat di lantai 2 dengan Mang Karyo mengikutiku di belakang, sambil mengarah ke ke kamar, Mang Karyo terus mengelus-elus dan sesekali menepuk bongkahan pantatku, barangkali dia gemas menyaksikan bongkahan pantatku yang padat. Begitu sampai, aku langsung memungut posisi istirahat terlentang dan membuka kakiku lebar-lebar supaya vaginaku yang adalah tempat bersangkarnya penis Mang Karyo dapat dilihat olehnya. Sementara Mang Karyo dengan terburu-buru membuka baju dan celananya, tak lama kemudian, Mang Karyo telah bugil di hadapanku sampai-sampai aku dapat melihat badannya yang kurus dan hitam serta benda tumpul yang telah mengacung tegak di tengah selangkangannya.
“non Bunga,, kayaknya Mang Karyo bau matahari deh, kalo mandi dulu gimana?”.
“terserah, Mang Karyo, inginkan mandi apa inginkan langsung”, kataku seraya mengelus-elus vaginaku guna membuatnya beranggapan dua kali sekaligus untuk memicu diriku sendiri.
“emang gak apa-apa non?”, tanya Mang Karyo.
“nggak apa-apa kok,,”.
“asik,, non Bunga emang definisi banget”. Lalu dia naik ke ranjang dan duduk di depan vaginaku.
“Mang, terusin dong,,Bunga capek nih”, kataku seraya menghentikan membelai vaginaku sendiri.
“itu mah gak usah diajak non,,”. Mang Karyo langsung melebarkan kakiku supaya dia dapat menyelipkan kepalanya salah satu kedua pahaku. Mang Karyo membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan tengahnya. Tanpa basa-basi lagi, Mang Karyo mulai menjulurkan lidahnya menyentuh bibir luar vaginaku menciptakan rasa nyetrum mengalir di sekujur tubuhku, kemudian Mang Ucup mulai menjilati wilayah selangkanganku, menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah dan sebaliknya memakai lidahnya.
“aahh,,teeruss Mangg,,ennakk”, erangku. Semakin lama, Mang Karyo semakin bernafsu melahap vaginaku sampai-sampai dia lebih menenggelamkan kepalanya ke selangkanganku, secara spontan, aku merapatkan kedua pahaku sampai-sampai kepala Mang Karyo terhimpit oleh kedua pahaku yang putih mulus.
Mang Karyo mendorong kakiku sehingga sekarang kakiku sedang di samping kepalaku, dalam posisi laksana ini dia lebih leluasa guna memainkan vaginaku baik dengan lidahnya atau jarinya. Aku hanya dapat mengerang keasyikan menerima seluruh serangan mulut dan permainan jari oleh Mang Karyo terhadap vaginaku. Mang Karyo sekarang tidur terlentang dan menyuruhku untuk menempati wajahnya, begitu aku duduk di wajahnya, Mang Karyo langsung melanjutkan aktivitasnya. Dan tanpa sadar aku menggerakkan tubuhku maju mundur guna menggesek-gesekkan vaginaku ke wajah Mang Karyo. Mang Karyo menyangga dan unik tubuhku ke bawah seolah hendak terus menjilati vaginaku. 5 menit sudah, lidah Mang Karyo bermain-main di selangkanganku, kesudahannya aku menjangkau orgasmeku yang kesatu . Mang Karyo langsung menampung seluruh cairanku dengan membuka mulutnya, dia juga menyeruput berakhir semua cairanku sampai tak bersisa.
“hhh,,hoshh,,haahh”, nafasku tersengal-sengal sesudah orgasmeku yang kesatu . Lalu aku agak mundur dan duduk di dadanya.
“gimana Mang? Enak gak?”.
“enak banget non Bunga, justeru tambah manis”.
“sekarang gantian ya Mang, Bunga di bawah, Mang Karyo di atas”.
“gak berat non?”.
“gak apa-apa kali Mang,,”. Lalu sekarang aku yang sedang di bawah dan Mang Karyo menindih tubuhku. Kami saling memainkan perangkat kelamin, Mang Karyo memainkan vaginaku sedangkan kepalaku sekarang berada di selangkangan Mang Karyo yang agak ‘huuff,, gak nahan baunya’, tapi sebab aku telah terbiasa jadi aku tetap menjilati onderdil Mang Karyo sampai ke buah zakarnya dan pun sekitar wilayah pantatnya. Aku agak kesusahan mengerjakan oral service sebab penis Mang Karyo berukuran 20 cm dan berdiameter 5 cm. Ketika aku sedang asyik menjilati dan mencari batang kejantanan kepunyaan Mang Karyo yang terdapat di hadapanku, aku merasakan orgasme keduaku. Aku cepat menjangkau orgasmeku yang kedua sebab Mang Karyo memusatkan permainan lidahnya di klitorisku sampai-sampai aku tidak tahan dan menjangkau orgasme dalam masa-masa yang singkat.
Spontan, Mang Karyo langsung agak memajukan tubuhnya sampai-sampai penisnya menggesek wajahku. Mang Karyo menyeruput cairan yang meleleh terbit dari vaginaku dan mengalir ke selangkanganku.
“sllurrpp,,sslluurrppp”, bunyi yang terbit ketika Mang Karyo menyeruput seluruh cairanku. Sambil menantikan Mang Karyo meminum berakhir cairanku, aku menjulurkan lidahku guna menyentuh kepala penis Mang Karyo yang terdapat di mulutku. Setelah Mang Karyo menyimpan seluruh cairanku di mulutnya, dia langsung memutar badannya sehingga sekarang wajah kami saling bertemu, Mang Karyo langsung menghirup bibirku dan melumat bibirku sampai-sampai aku dapat merasakan cairanku sendiri yang tersisa di bibir Mang Karyo. Lidahnya bergerak-gerak di dalam rongga mulutku, aku juga memainkan lidahku guna membelit lidahnya, nafasnya terasa bau namun untungnya aku telah terbiasa menerima ciuman Mang Karyo. Lalu dia mencungkil ciumannya dan terlihatlah ludah kami saling menempel.
“Non Bunga emang mantep ciumannya”.
“Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih”.
“wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo”.
“iya nih, makanya cepetan dong”. Mang Karyo langsung melebarkan kedua pahaku, kemudian secara perlahan dia memasukkan penisnya tersebut ke dalam vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku saat senti demi senti penis Mang Karyo menginjak liang vaginaku.
“mmhhh,,”, desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo telah berada di dalam vaginaku. Dari dulu aku telah menduga bila vaginaku memang dibuat untuk menerima penis Mang Karyo sebab vaginaku terasa sarat tapi sama sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya, sedangkan aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima penisnya di dalam vaginaku yang telah 6 bulan tidak ditembus penis Mang Karyo yang ‘wow’ itu.
“aahh,,uummhh,,oohh”, erangku menerima penis Mang Karyo yang terbit masuk vaginaku dengan paling perlahan seolah Mang Karyo hendak benar-benar menikmati betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu saja sekitar memompa penisnya, Mang Karyo melumat berakhir bibir dan kedua buah payudaraku sampai-sampai bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya. Sekarang yang tersiar hanyalah desahan-desahan yang terbit dari mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di tepi batas saat setelah 5 menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan kesudahannya aku menemukan orgasmeku yang ketiga, pasti saja cairanku terbendung oleh penis Mang Karyo yang memenuhi liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak, seraya terus melumat bibirku.
“non Bunga, ganti posisi yuk”. Aku melulu mengangguk lemah sebab tenagaku belum terkumpul sesudah orgasmeku yang ketiga tadi, dia menarik keluar penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung menjilati batang Mang Karyo yang cemerlang karena berlumuran cairanku sendiri.
Setelah cairanku yang terdapat di penis berakhir kujilati sendiri, Mang Karyo langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya lantas aku mulai menurunkan tubuhku sambil menuntun penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke atas sampai-sampai penisnya paling terasa masuk ke dalam vaginaku menciptakan sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku supaya aku dapat memberikan payudaraku untuk dapat dilumat oleh Mang Karyo. Aku mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah sebab aku yang memang mudah mencapai klimaks atau sebab penis Mang Karyo yang spektakuler sehingga dalam masa-masa singkat aku menjangkau orgasmeku yang oh my god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak sebab nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami telah basah oleh keringat kami masing-masing. Aku menciumnya, kemudian aku bangun dan memungut posisi menungging.
“hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi kesayangan Mang Karyo..”.
“asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,”.
“iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan”.
Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang sampai terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun sebab dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam vaginaku. Anehnya, aku sangat merasakan permainan cepat Mang Karyo bahkan aku hingga berteriak.
“teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, tidak boleh berhentii…hamilin Bunga,,oohhh”. Seperti mendapat motivasi dariku, Mang Karyo meningkatkan kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku dengan teknik menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya sampai keluar dari vaginaku dengan paling perlahan, teknik ini terus ia lakukan sampai 10 menit ke depan.
“aawwhh,,”, erangku kencang masing-masing kali Mang Karyo menghujamkan penisnya ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti kiat menguleknya.
Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan menerbitkan seperti sebelumnya, tapi sesudah Mang Karyo menarik keluar penisnya terbit dari vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku. Secara spontan, aku berteriak kaget sebab tiba-tiba benda tumpul kepunyaan Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku nyaris mencapai orgasmeku yang kelima, namun aku berjuang mati-matian menahannya supaya aku dapat mencapai klimaks bersama-sama dengan Mang Karyo. 5 menit kemudian, Mang Karyo lebih memusatkan untuk menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan sebentar lagi bila dia bakal orgasme dalam posisi yang kesatu yakni aku di bawah dan Mang Karyo di atas.
“akkhh,,keluaarr non,,oohh”, erangnya saat Mang Karyo orgasme dan memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan tersebut aku melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sampai-sampai di dalam vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo.
Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sedangkan aku memeluknya dengan erat, sambil menantikan Mang Karyo berlalu menyemburkan spermanya. Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah kami sudah dapat mengatur nafas kami setiap dan penis Mang Karyo telah kembali ke ukuran semula, Mang Karyo menarik keluar penisnya dan langsung menyodorkan penisnya guna kubersihkan, tanpa diajak lagi, aku langsung mencuci penis Mang Karyo sebersih mungkin sampai akhirnya kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo istirahat di sebelahku dan menghadap ke arahku, dan akupun menghadap ke arahnya.
“non Bunga emang mantep banget maennya,,”.
“Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu buat Bunga puas banget”.
“iya dong,,Mang Karyo!!”, dia berbicara dengan sombongnya.
“oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo tidak sedikit banget deh..”.
“iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya”.
“ah, yang bener, emang Mang Karyo gak ‘jajan’?”.
“nggak lah non,, tar fobia kena AIDS,, lagian gak terdapat yang secantik non”.
“ah, Mang Karyo dapat aja,,”.
“o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di lokasi tinggal ini, non Bunga gak boleh pake baju”.
“yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak inginkan jalan-jalan keluar,, bila di dalam lokasi tinggal sih,, udah tentu Bunga gak bakalan pake baju”.
“o iya ya..”.
“o ya Mang, anda kan udahan ngentotnya, mendingan anda ke lokasi tinggal Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti”.
“yaudah yuk, namun non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe”.
“ya iyalah, masa Bunga terbit gak pake apa-apa”. Lalu aku masuk ke kamar mandi, dan Mang Karyo terbit dari kamarku. Setelah aku mandi dan berpakaian rapih, aku terbit dimana Mang Karyo yang sudah menggunakan bajunya menungguku.
“yuk Mang”. Selama berjalan, aku disapa oleh warga desa yang telah kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai pun di lokasi tinggal Mang Karyo.
“bu, bu,,”, teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya.
“iya,,iya,, terdapat apa si pak?”.
“ini toh Bu, terdapat non Bunga,,”. Lalu istri Mang Karyo hingga di hadapan kami.
“waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan”.
“iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..”. Lalu kami membual sambil duduk dan minum teh, sedangkan Mang Karyo mandi.
“non Bunga tambah cantik aja,,”.
“ah Mbok, dapat aja,, oh ya, si Mamat mana?”, aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun.
“ya lagi sekolah toh non,,”.
“oh ya lupa,,hehe”.
“gimana kerjaan Karyo?”.
“rapih Mbok,,”.
“lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue”, kataku dalam hati. Mang Karyo terbit dengan hiasan rapi.
“bu,, bapak inginkan ke lokasi tinggal non Bunga, tadi belum berlalu kerjanya”, katanya seraya melirik ke arahku.
“huu,,dasar,, bilangnya inginkan kerja lagi,, sebenarnya mau ngentotin gue lagi tuh..”, kataku dalam hati lagi.
“iya,, tadi terdapat yang belum diberesin”, kataku ke Mbok Parti seraya tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun menjawab tersenyum.
“yaudah,, tapi kelak pulang ya pak”.
“iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga”.
“ya Mbok, kami berangkat dulu..”.
“ati-ati di jalan ya”.
Lalu kami kembali tapi kali ini, kami memungut jalan yang lebih sepi, bahkan tidak terdapat orang sama sekali.
“Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?”.
“supaya Mang Karyo dapat grepe-grepe non Bunga”.
“yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, tidak boleh disini”.
“ah,, Mang Karyo udah gak tahan”. Lalu Mang Karyo juga langsung berlangsung di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan sebab aku tidak menggunakan bh jadi Mang Karyo dapat langsung meremas-remas payudaraku.
“aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,”. Bukannya berhenti, Mang Karyo justeru memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia pun mencium dan menjilati kuping kananku menciptakan birahiku mendaki ke ubun-ubun kepalaku dengan paling cepat.
“Mang,,sstopp”, kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sampai-sampai dia menghentikan aktivitasnya.
“kenapa non, kok marah?”.
“siapa yang marah..”.
“oo jadi non inginkan diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?”.
“eh, bukan gitu maksud Bunga”.
“jadi, gimana?”, tanya Mang Karyo seraya tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku.
“maksud Bunga tuh, dilanjutin di lokasi tinggal aja,, kan lebih bebas..”.
“tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?”.
“ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak dapat ngaceng lagi”.
“bener ya?”.
“suer deh,,”.
“asik,,”.
“asik si asik, namun lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus”.
“hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya”.
“yaudah, kini lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo dapat megangin toket Bunga seharian”. Lalu Mang Karyo menerbitkan tangannya, dan aku membereskan kaosku, lantas kami mulai berlangsung lagi seraya mengobrol.
“non Bunga, gimana bila non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..”.
“sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..”.
“oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, terdapat 1 lagi,, non Bunga emang gak fobia hamil? kan Mang Karyo tidak jarang ngeluarin peju di dalam memek non..”.
“gak Mang, Bunga kan udah minum obat penangkal hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo inginkan punya anak dari Bunga?”.
“mau dong, kalo ibunya cakep tentu anaknya nanti pun cakep..”.
“haha,, Mang Karyo dapat aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya anak..rahim Bunga akan Bunga kasih cuma bikin Mang Karyo seorang”. Tak terasa, kami telah berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam rumah.
“nah, Mang Karyo, kini Bunga inginkan buka baju dulu ya,,”.
“sini non,,biar Mang yang bukain..”.
“yaudah,,”. Aku memang telah biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi saat dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi.
“sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo”.
“ok non, dengan senang hati”. Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo, pasti saja sekitar aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia pun sibuk meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam anusku.
Tak lama kemudian, Mang Karyo telah telanjang dan kami juga saling berciuman sampai-sampai tubuh putih mulusku yang paling kontras dengan tubuh hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan ciuman itu, aku telah resmi menjadi budak seks Mang Karyo guna seminggu ke depan. Dan Mang Karyo juga tak menyia-nyiakan peluang emas yang kuberikan, dia menyetubuhiku sekitar 30 menit dan berhenti 30 menit guna istirahat, begitu seterusnya sampai malam hari. Selama beristirahat, kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang Karyo memiliki energi yang spektakuler itu. Mungkin bila aku tidak minum obat anti hamil pasti kelak aku telah berisi anak dari Mang Karyo sebab entah telah berapa trilyun sperma Mang Karyo yang berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk pun dan menyimpulkan untuk tidur. Aku senang sekali sebab tubuhku laksana sudah remuk merasakan berpuluh kali orgasme. Aku menyaksikan ke arah jam.
“buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak Superman,, mendingan istirahat aja ah,, supaya kelak bisa muasin Mang Karyo,, suami gelapku”, kataku dalam hati seraya tersenyum ke wajah Mang Karyo yang terdapat di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya lagi.
“ada apa non? belum tidur?”.
“cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..”.
“oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang”, katanya sambil menghirup bibir lembutku.
“nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita istirahat yuk,,besok anda lanjutin lagi maen suami-istrinya”.
“ok non,,”, kemudian kami saling berdekapan dan lantas menutup mata guna menghadapi esok hari.
No comments:
Post a Comment