Monday, December 11, 2017

Cerita Sex Ngentot Dengan Mang Karyo - Bonus Video Bokep - ceritasexnesia.blogspot.com



“hhhooaahhmm,,”, aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, kemudian  aku meraih jam dan menyaksikan  jam berapa sekarang.
“ya ampun, udah jam segini, mampus gue”, aku kaget separuh  mati menyaksikan  jam yang sudah mengindikasikan  pukul 10 pagi, sebenarnya  waktu pemungutan  rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan berlari mengarah ke  kamar mandi seraya  membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat dan mencuci  tubuhku sintalku supaya  menjadi segar dan wangi. Aku terbit  dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk. Setelah kering, aku langsung menggunakan  baju yang tersisa di lemariku yakni  kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa menggunakan  cd dan bh sampai-sampai  puting dan format  payudaraku yang bulat tercetak jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu mengarah ke  garasi untuk menerbitkan  mobil. Setelah mobilku terbit  dari garasi dan telah  berada di depan gerbang rumah, aku terbit  kembali guna  mengunci gerbang rumah, lantas  aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan memasuki  pedal gas dalam-dalam alias ngebut.


Aku yakin bahkan Ananda Nicola juga  kalah dengan caraku menyetir, belok sana belok sini guna  menghindari kendaraan lain. Aku memang tak waras  kalau sedang menyetir dengan terburu-buru sebab  aku diajari oleh mantan pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai pun  di sekolah adikku yang pun  dulu adalah sekolahku. Aku langsung terbit  dari mobil sambil membawa   tas tanganku, kemudian  aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah.
“fiuuhh,,”, aku lega sebab  sampai pada waktunya. Aku langsung mengarah ke  ke ruang belajar  adikku seraya  bernostalgia saat  aku masih SMP dulu, dimana aku masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam etape  berkembang. Sambil memperingati  masa lalu, tak terasa telah  berada di depan pintu ruang belajar  adikku.
“tok,,tok,,tok”, aku mengetuk pintu kemudian  membuka pintu dengan perlahan.
“yak, silakan masuk”, sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku langsung jadi pusat perhatian sebab  ternyata orangtua siswa  lainnya telah  duduk di bangku yang terdapat  label nama anak mereka masing-masing.

“maaf, saya telat”.
“oh, gak apa-apa, ini pun  baru dimulai, mari, silakan duduk Bu”.
“terima kasih”.
“ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa”, gumamku dalam hati. Aku langsung diperlihatkan  dimana Rini duduk oleh bapak itu. Ternyata, Rini duduk di deretan  depan, tepat di sekitar  pintu masuk. Aku langsung mengarah ke  tempat duduk Rini, disana telah  ada seorang kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.
“permisi, pak”.
“o, ya, silakan”. Kakek tersebut  berdiri supaya  aku dapat  masuk ke dalam, kemudian  aku duduk begitu pun  kakek itu.
“ya, pembagian rapor bakal  dimulai, orangtua dari Adam Jaya”, kemudian  orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sedangkan  orang tua yang beda  bebas mengerjakan  apa saja. Daripada jenuh  menunggu, aku menyuruh  ngobrol kakek yang terdapat  disampingku.
“maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?”.
“nama anak saya Dani, nama anak kita  siapa?”, tanyanya balik.
“Rini, namun  bukan anak saya”.
“jadi?”.


“Rini tersebut  adik saya pak”.
“sudah saya duga”.
“emang mengapa  pak?”.
“soalnya kita  masih muda jadi gak mungkin bila   Anda seorang ibu”.
“ah, bapak dapat  aja”.
“Dani Adiswara”. Lalu kakek tersebut  maju ke depan, sedangkan  aku jadi sendirian lagi, aku menyimpulkan  untuk mengutak-atik hpku, ternyata terdapat  sms dari Rini, katanya dia sedang terdapat  di depan sekolah bareng  teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku berlalu  menerima rapor anaknya, dan dia pun terbit  dari ruang belajar  sambil pamit padaku. Lama pun  menunggu nama Rini sebab  Rini absen terakhir di kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan sampai  akhirnya nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil membereskan  bajuku yang paling  ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, sesudah  kuperhatikan dengan cermat  ternyata wali ruang belajar  Rini ialah  mantan wali kelasku saat  aku masih ruang belajar  2 SMP dulu.
“pak Herman !”, kataku seraya  terkejut.
“maaf, apa kita  mengenal saya?”, tanyanya heran.
“ya ampun, masa bapak tak sempat  sih, ini Bunga, Pak”.

“Bunga? eemmm,,”.
“iya, Bunga yang dulu tomboi”.
“ooh,, Bunga si bintang basket”.
“iya pak, kesudahannya  bapak inget juga”.
“maaf loh,, Bapak hingga  pangling,, abis anda  berubah banget sih”.
“iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus”.
“sekarang anda  jadi kian  cantik”, komentarnya menyaksikan  aku dari ujung rambut sampai  ujung kakiku khususnya  payudaraku. Ketika aku masih SMP dulu, aku menjadi ‘objek’ pak Herman, waktu tersebut  dia suka mencubit pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, namun  dia tidak mengerjakan  pelecehan terhadapku di sekolah tetapi  di rumahnya saat  waktu tersebut  aku sering berangjangsana  ke rumahnya.
“oh jadi Rini tersebut  adik kamu, layak  cantik”.
“ye si bapak dapat  aja, mana rapor Rini, Pak”.
“oh ya, Bapak nyaris  lupa, ini”, kata pak Herman sambil memberikan  rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini sebab  penasaran, sekitar  aku menyaksikan  rapor, aku sempat menciduk  pak Herman sedang menatap payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu pun  putingku.
“buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang”, komentarku dalam hati.


“nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?”.
“ya bolehlah, masa gak boleh”. Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku.
“nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga kembali  dulu ya”.
“kapan-kapan bapak telpon anda  ya”.
“sip pak”. Aku meninggalkan pak Herman sambil menunjukkan  pantatku yang bergoyang ke kanan dan kiri untuk  pak Herman. Aku terbit  dari ruang belajar  dan menuju terbit  sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini telah  menanti dengan teman-temannya terdapat  yang cewek dan ada sejumlah  juga yang cowok.
“gimana kak, rapor Rini,,??”.
“kamu gak naik kelas,,”.
“apa kak?!”.
“hehe,,nggak hanya  be’canda kok, rapor anda  bagus banget malah”, kataku sambil memberikan  rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan menyaksikan  rapornya, teman-teman Rini yang cewek menyimak  rapor Rini yang dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok melulu  berpura-pura menyaksikan  rapor Rini sebab  sebetulnya mereka mencuri-curi pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau wajahku.

Dan guna  bagian bawah, aku menggunakan  celana jeans panjang, kemudian  aku menggunakan  parfum dan make-up. Hpku berbunyi lagi.
“halo Bunga”, aku menyaksikan  nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi.
“ada apa lagi pak?”.
“anu, kayaknya bapak tidak jadi”.
“kenapa pak?”.
“tiba-tiba bapak terdapat  rapat penting”.
“oohh begitu,,”.
“maaf ya Bunga”.
“akh, gak apa-apa pak”. Setelah aku memblokir  telpon, aku bingung inginkan  kemana, kan sayang make-up yang telah  aku poles di wajahku bila   aku tidak kemana-mana.
“oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing”, kataku. Aku menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku mengunci seluruh  jendela dan pintu rumah, lantas  aku langsung membubuhkan  koper di bagasi dan memacu mobilku sesudah  mengunci gerbang. Dalam masa-masa  2 jam, aku hingga  ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang mengarah ke  rumahku telah  bagus sampai-sampai  mobilku dapat  melaju hingga  ke rumahku.



Di depan rumahku, terdapat  1 orang kakek yang sedang membersihkan di dekat  rumahku. Kakek itu mempunyai  nama  Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia mengawal  rumahku yang terdapat  di desa, tentu cocok  umurnya yang telah  lanjut, wajahnya telah  terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam sebab  sering terbakar matahari. Aku membebastugaskan  mobilku tepat di depannya yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam.
“pagi nyonya..”, sapanya. Aku membuka kaca mobilku.
“enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah”.
“eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya”.
“Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya”, aku memasukkan mobilku ke dalam garasi dengan paling  perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil dan mengarah ke  ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku, membuatku kaget.
“aduh,, Mang Karyo,,”, kataku manja sebab  aku tau orang yang ada melulu  aku dan Mang Karyo.
“non Bunga kian  montok aja”.
“montok sih montok tapi tidak boleh  diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa”.
“yah si non Bunga kok jadi galak gini sih”, katanya protes seraya  menjauhkan tangannya dari payudaraku.

“bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja bila   Bunga udah mandi ‘n istirahat”.
“oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga”.
“tenang aja Mang,, Bunga akan  nemenin Mang Karyo hingga  minggu depan..”.
“asikk!!!”, teriaknya kegirangan.
“segitu girangnya..”.
“ya iyalah,, siapa yang gak girang bila   ditemenin cewek cantik kayak non Bunga”.
“aahh,, Mang Karyo dapat  aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya”.
“ok,, namun  abis cabutin rumput,, boleh kan?”.
“boleh,,boleh”, jawabku seraya  tersenyum. Mang Karyo juga  langsung terbit  untuk meneruskan aktivitasnya, sedangkan  aku memungut  koperku yang terdapat  di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku memang sudah nyaris  6 bulan lebih tidak ke rumahku yang ini sebab  aku tidak jarang  kali  malas namun  kali ini selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di lokasi  tinggal  yang di kota tidak terdapat  siapa-siapa, jadi aku menyimpulkan  untuk mencium  udara desa yang masih segar.


Sudah menjadi kebiasaan bila   aku kesini, aku selalu memberikan  tubuhku guna  dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia ialah  orang yang memerawaniku saat  aku masih ruang belajar  2 SMA, memang kesatu  kali dia memperkosaku, namun  selanjutnya aku tidak menampik  untuk memberikan  tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya mengenai  seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo ialah  penis yang kesatu  kali menginjak  semua lubang-lubangku mulai dari vagina, anus, dan pun  mulutku. Sejak ketika  itu, aku jadi merasa bila   tubuhku memang dibuat  untuk Mang Karyo sebab  penis-penis beda  yang pernah memenuhi  vaginaku tidak dapat  dibandingkan kenikmatannya bilamana  dibandingkan dengan rasa nikmat saat  penis Mang Karyo memenuhi  vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi supaya  badanku benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah melulu  ada aku dan Mang Karyo yang telah  sering menyaksikan  tubuhku, aku menyimpulkan  untuk tidak menggunakan  apa-apa setelah terbit  dari kamar mandi.

Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku mengarah ke  ke ruang family  untuk menyaksikan  tv. Tak lama lantas  Mang Karyo masuk ke dalam, dan langsung mengarah ke  aku yang sedang menyaksikan  tv.
“waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju”.
“enak Mang,,lebih adem”.
“alah, non Bunga ada-ada aja”.
“udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?”.
“iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga”.
“udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,”.
“ok non”. Lalu dia pergi ke belakang untuk menciptakan  minuman, tak lama lantas  Mang Karyo pulang  lagi seraya  memegang minuman. Dia berdiri di depan televisi.
“non Bunga,, kayaknya bila   diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..”, komentar Mang Karyo.
“wuih,, iya dong!!”.
“jangan-jangan non Bunga disuntik…emm..apa tuh namanya?”.
“suntik silikon??”.
“nah iya,, tersebut  maksud Mang”.
“yee,,enak aja,,ini pribumi  kok,, pegang aja kalo gak percaya”, kataku menggodanya.


Tentu saja Mang Karyo langsung mengarah ke  ke arahku yang sedang memegang dan meremas-remas payudaraku sendiri.
“eeiitt,,mendingan anda  mainnya di kamar aja, Mang”.
“bener juga,, yok”. Lalu aku berdiri dan langsung mengarah ke  kamar yang terdapat  di lantai 2 dengan Mang Karyo mengikutiku di belakang, sambil mengarah ke  ke kamar, Mang Karyo terus mengelus-elus dan sesekali menepuk bongkahan pantatku, barangkali  dia gemas menyaksikan  bongkahan pantatku yang padat. Begitu sampai, aku langsung memungut  posisi istirahat  terlentang dan membuka kakiku lebar-lebar supaya  vaginaku yang adalah tempat bersangkarnya penis Mang Karyo dapat  dilihat olehnya. Sementara Mang Karyo dengan terburu-buru membuka baju dan celananya, tak lama kemudian, Mang Karyo telah  bugil di hadapanku sampai-sampai  aku dapat  melihat badannya yang kurus dan hitam serta benda tumpul yang telah  mengacung tegak di tengah selangkangannya.
“non Bunga,, kayaknya Mang Karyo bau matahari deh, kalo mandi dulu gimana?”.
“terserah, Mang Karyo, inginkan  mandi apa inginkan  langsung”, kataku seraya  mengelus-elus vaginaku guna  membuatnya beranggapan  dua kali sekaligus untuk memicu  diriku sendiri.

“emang gak apa-apa non?”, tanya Mang Karyo.
“nggak apa-apa kok,,”.
“asik,, non Bunga emang definisi  banget”. Lalu dia naik ke ranjang dan duduk di depan vaginaku.
“Mang, terusin dong,,Bunga capek nih”, kataku seraya  menghentikan membelai  vaginaku sendiri.
“itu mah gak usah diajak  non,,”. Mang Karyo langsung melebarkan kakiku supaya  dia dapat  menyelipkan kepalanya salah satu  kedua pahaku. Mang Karyo membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan tengahnya. Tanpa basa-basi lagi, Mang Karyo mulai menjulurkan lidahnya menyentuh bibir luar vaginaku menciptakan  rasa nyetrum mengalir di sekujur tubuhku, kemudian  Mang Ucup mulai menjilati wilayah  selangkanganku, menyapu bibir luar vaginaku dari atas ke bawah dan sebaliknya memakai  lidahnya.
“aahh,,teeruss Mangg,,ennakk”, erangku. Semakin lama, Mang Karyo semakin bernafsu melahap vaginaku sampai-sampai  dia lebih menenggelamkan  kepalanya ke selangkanganku, secara spontan, aku merapatkan kedua pahaku sampai-sampai  kepala Mang Karyo terhimpit oleh kedua pahaku yang putih mulus.



Mang Karyo mendorong kakiku sehingga sekarang  kakiku sedang di  samping kepalaku, dalam posisi laksana  ini dia lebih leluasa guna  memainkan vaginaku baik dengan lidahnya atau jarinya. Aku hanya dapat  mengerang keasyikan  menerima seluruh  serangan mulut dan permainan jari oleh Mang Karyo terhadap vaginaku. Mang Karyo sekarang  tidur terlentang dan menyuruhku untuk menempati  wajahnya, begitu aku duduk di wajahnya, Mang Karyo langsung melanjutkan aktivitasnya. Dan tanpa sadar aku menggerakkan tubuhku maju mundur guna  menggesek-gesekkan vaginaku ke wajah Mang Karyo. Mang Karyo menyangga  dan unik  tubuhku ke bawah seolah hendak  terus menjilati vaginaku. 5 menit sudah, lidah Mang Karyo bermain-main di selangkanganku, kesudahannya  aku menjangkau  orgasmeku yang kesatu . Mang Karyo langsung menampung seluruh  cairanku dengan membuka mulutnya, dia juga  menyeruput berakhir  semua cairanku sampai  tak bersisa.

“hhh,,hoshh,,haahh”, nafasku tersengal-sengal sesudah  orgasmeku yang kesatu . Lalu aku agak mundur dan duduk di dadanya.
“gimana Mang? Enak gak?”.
“enak banget non Bunga, justeru  tambah manis”.
“sekarang gantian ya Mang, Bunga di bawah, Mang Karyo di atas”.
“gak berat non?”.
“gak apa-apa kali Mang,,”. Lalu sekarang  aku yang sedang di  bawah dan Mang Karyo menindih tubuhku. Kami saling memainkan perangkat  kelamin, Mang Karyo memainkan vaginaku sedangkan  kepalaku sekarang  berada di selangkangan Mang Karyo yang agak ‘huuff,, gak nahan baunya’, tapi sebab  aku telah  terbiasa jadi aku tetap menjilati onderdil Mang Karyo sampai  ke buah zakarnya dan pun  sekitar wilayah  pantatnya. Aku agak kesusahan mengerjakan  oral service sebab  penis Mang Karyo berukuran 20 cm dan berdiameter 5 cm. Ketika aku sedang asyik menjilati dan mencari  batang kejantanan kepunyaan  Mang Karyo yang terdapat  di hadapanku, aku merasakan  orgasme keduaku. Aku cepat menjangkau  orgasmeku yang kedua sebab  Mang Karyo memusatkan  permainan lidahnya di klitorisku sampai-sampai  aku tidak tahan dan menjangkau  orgasme dalam masa-masa  yang singkat.


Spontan, Mang Karyo langsung agak memajukan tubuhnya sampai-sampai  penisnya menggesek wajahku. Mang Karyo menyeruput cairan yang meleleh terbit  dari vaginaku dan mengalir ke selangkanganku.
“sllurrpp,,sslluurrppp”, bunyi yang terbit  ketika Mang Karyo menyeruput seluruh  cairanku. Sambil menantikan  Mang Karyo meminum berakhir  cairanku, aku menjulurkan lidahku guna  menyentuh kepala penis Mang Karyo yang terdapat  di mulutku. Setelah Mang Karyo menyimpan seluruh  cairanku di mulutnya, dia langsung memutar badannya sehingga sekarang  wajah kami saling bertemu, Mang Karyo langsung menghirup  bibirku dan melumat bibirku sampai-sampai  aku dapat  merasakan cairanku sendiri yang tersisa di bibir Mang Karyo. Lidahnya bergerak-gerak di dalam rongga mulutku, aku juga  memainkan lidahku guna  membelit lidahnya, nafasnya terasa bau namun  untungnya aku telah  terbiasa menerima ciuman Mang Karyo. Lalu dia mencungkil  ciumannya dan terlihatlah ludah kami saling menempel.
“Non Bunga emang mantep ciumannya”.

“Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih”.
“wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo”.
“iya nih, makanya cepetan dong”. Mang Karyo langsung melebarkan kedua pahaku, kemudian  secara perlahan dia memasukkan penisnya tersebut  ke dalam vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku saat  senti demi senti penis Mang Karyo menginjak  liang vaginaku.
“mmhhh,,”, desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo telah  berada di dalam vaginaku. Dari dulu aku telah  menduga bila   vaginaku memang dibuat  untuk menerima penis Mang Karyo sebab  vaginaku terasa sarat  tapi sama sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya, sedangkan  aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima penisnya di dalam vaginaku yang telah  6 bulan tidak ditembus  penis Mang Karyo yang ‘wow’ itu.

“aahh,,uummhh,,oohh”, erangku menerima penis Mang Karyo yang terbit  masuk vaginaku dengan paling  perlahan seolah Mang Karyo hendak  benar-benar menikmati  betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu saja sekitar  memompa penisnya, Mang Karyo melumat berakhir  bibir dan kedua buah payudaraku sampai-sampai  bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya. Sekarang yang tersiar  hanyalah desahan-desahan yang terbit  dari mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di tepi  batas saat  setelah 5 menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan kesudahannya  aku menemukan  orgasmeku yang ketiga, pasti  saja cairanku terbendung  oleh penis Mang Karyo yang memenuhi  liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak, seraya  terus melumat bibirku.
“non Bunga, ganti posisi yuk”. Aku melulu  mengangguk lemah sebab  tenagaku belum terkumpul sesudah  orgasmeku yang ketiga tadi, dia menarik keluar  penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung menjilati batang Mang Karyo yang cemerlang  karena berlumuran cairanku sendiri.

Setelah cairanku yang terdapat  di penis berakhir  kujilati sendiri, Mang Karyo langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya lantas  aku mulai menurunkan tubuhku sambil menuntun  penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke atas sampai-sampai  penisnya paling  terasa masuk ke dalam vaginaku menciptakan  sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku supaya  aku dapat  memberikan payudaraku untuk dapat  dilumat oleh Mang Karyo. Aku mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah sebab  aku yang memang mudah  mencapai klimaks atau sebab  penis Mang Karyo yang spektakuler  sehingga dalam masa-masa  singkat aku menjangkau  orgasmeku yang oh my god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak sebab  nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami telah  basah oleh keringat kami masing-masing. Aku menciumnya, kemudian  aku bangun dan memungut  posisi menungging.
“hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi kesayangan  Mang Karyo..”.
“asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,”.
“iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan”.

Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang sampai  terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun sebab  dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam vaginaku. Anehnya, aku sangat merasakan  permainan cepat Mang Karyo bahkan aku hingga  berteriak.



“teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, tidak boleh  berhentii…hamilin Bunga,,oohhh”. Seperti mendapat motivasi  dariku, Mang Karyo meningkatkan  kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku dengan teknik  menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya sampai  keluar dari vaginaku dengan paling  perlahan, teknik  ini terus ia lakukan sampai  10 menit ke depan.
“aawwhh,,”, erangku kencang masing-masing  kali Mang Karyo menghujamkan penisnya ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti kiat  menguleknya.

Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan menerbitkan  seperti sebelumnya, tapi sesudah  Mang Karyo menarik keluar  penisnya terbit  dari vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku. Secara spontan, aku berteriak kaget sebab  tiba-tiba benda tumpul kepunyaan  Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku nyaris  mencapai orgasmeku yang kelima, namun  aku berjuang  mati-matian menahannya supaya  aku dapat  mencapai klimaks bersama-sama dengan Mang Karyo. 5 menit kemudian, Mang Karyo lebih memusatkan  untuk menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan sebentar lagi bila   dia bakal  orgasme dalam posisi yang kesatu  yakni  aku di bawah dan Mang Karyo di atas.
“akkhh,,keluaarr non,,oohh”, erangnya saat  Mang Karyo orgasme dan memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan tersebut  aku melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sampai-sampai  di dalam vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo.


Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sedangkan  aku memeluknya dengan erat, sambil menantikan  Mang Karyo berlalu  menyemburkan spermanya. Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah kami sudah dapat  mengatur nafas kami setiap  dan penis Mang Karyo telah  kembali ke ukuran semula, Mang Karyo menarik keluar  penisnya dan langsung menyodorkan penisnya guna  kubersihkan, tanpa diajak  lagi, aku langsung mencuci  penis Mang Karyo sebersih mungkin sampai  akhirnya kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo istirahat  di sebelahku dan menghadap ke arahku, dan akupun menghadap ke arahnya.
“non Bunga emang mantep banget maennya,,”.
“Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu buat  Bunga puas banget”.
“iya dong,,Mang Karyo!!”, dia berbicara  dengan sombongnya.
“oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo tidak sedikit  banget deh..”.
“iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya”.
“ah, yang bener, emang Mang Karyo gak ‘jajan’?”.
“nggak lah non,, tar fobia  kena AIDS,, lagian gak terdapat  yang secantik non”.

“ah, Mang Karyo dapat  aja,,”.
“o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di lokasi  tinggal  ini, non Bunga gak boleh pake baju”.
“yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak inginkan  jalan-jalan keluar,, bila   di dalam lokasi  tinggal  sih,, udah tentu  Bunga gak bakalan pake baju”.
“o iya ya..”.
“o ya Mang, anda  kan udahan ngentotnya, mendingan anda  ke lokasi  tinggal  Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti”.
“yaudah yuk, namun  non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe”.
“ya iyalah, masa Bunga terbit  gak pake apa-apa”. Lalu aku masuk ke kamar mandi, dan Mang Karyo terbit  dari kamarku. Setelah aku mandi dan berpakaian rapih, aku terbit  dimana Mang Karyo yang sudah menggunakan  bajunya menungguku.
“yuk Mang”. Selama berjalan, aku disapa oleh warga  desa yang telah  kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai pun  di lokasi  tinggal  Mang Karyo.
“bu, bu,,”, teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya.
“iya,,iya,, terdapat  apa si pak?”.
“ini toh Bu, terdapat  non Bunga,,”. Lalu istri Mang Karyo hingga  di hadapan kami.

“waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan”.
“iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..”. Lalu kami membual  sambil duduk dan minum teh, sedangkan  Mang Karyo mandi.
“non Bunga tambah cantik aja,,”.
“ah Mbok, dapat  aja,, oh ya, si Mamat mana?”, aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun.
“ya lagi sekolah toh non,,”.
“oh ya lupa,,hehe”.
“gimana kerjaan Karyo?”.
“rapih Mbok,,”.
“lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue”, kataku dalam hati. Mang Karyo terbit  dengan hiasan  rapi.
“bu,, bapak inginkan  ke lokasi  tinggal  non Bunga, tadi belum berlalu  kerjanya”, katanya seraya  melirik ke arahku.
“huu,,dasar,, bilangnya inginkan  kerja lagi,, sebenarnya  mau ngentotin gue lagi tuh..”, kataku dalam hati lagi.
“iya,, tadi terdapat  yang belum diberesin”, kataku ke Mbok Parti seraya  tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun menjawab  tersenyum.
“yaudah,, tapi kelak  pulang ya pak”.
“iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga”.
“ya Mbok, kami berangkat dulu..”.
“ati-ati di jalan ya”.


Lalu kami kembali  tapi kali ini, kami memungut  jalan yang lebih sepi, bahkan tidak terdapat  orang sama sekali.
“Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?”.
“supaya Mang Karyo dapat  grepe-grepe non Bunga”.
“yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, tidak boleh  disini”.
“ah,, Mang Karyo udah gak tahan”. Lalu Mang Karyo juga  langsung berlangsung  di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan sebab  aku tidak menggunakan  bh jadi Mang Karyo dapat  langsung meremas-remas payudaraku.
“aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,”. Bukannya berhenti, Mang Karyo justeru  memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia pun  mencium dan menjilati kuping kananku menciptakan  birahiku mendaki  ke ubun-ubun kepalaku dengan paling  cepat.
“Mang,,sstopp”, kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sampai-sampai  dia menghentikan aktivitasnya.
“kenapa non, kok marah?”.
“siapa yang marah..”.
“oo jadi non inginkan  diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?”.
“eh, bukan gitu maksud Bunga”.

“jadi, gimana?”, tanya Mang Karyo seraya  tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku.
“maksud Bunga tuh, dilanjutin di lokasi  tinggal  aja,, kan lebih bebas..”.
“tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?”.
“ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak dapat  ngaceng lagi”.
“bener ya?”.
“suer deh,,”.
“asik,,”.
“asik si asik, namun  lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus”.
“hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya”.
“yaudah, kini  lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo dapat  megangin toket Bunga seharian”. Lalu Mang Karyo menerbitkan  tangannya, dan aku membereskan  kaosku, lantas  kami mulai berlangsung  lagi seraya  mengobrol.
“non Bunga, gimana bila   non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..”.
“sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..”.
“oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, terdapat  1 lagi,, non Bunga emang gak fobia  hamil? kan Mang Karyo tidak jarang  ngeluarin peju di dalam memek non..”.

“gak Mang, Bunga kan udah minum obat penangkal  hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo inginkan  punya anak dari Bunga?”.
“mau dong, kalo ibunya cakep tentu  anaknya nanti pun  cakep..”.
“haha,, Mang Karyo dapat  aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya anak..rahim Bunga akan  Bunga kasih cuma bikin  Mang Karyo seorang”. Tak terasa, kami telah  berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam rumah.
“nah, Mang Karyo, kini  Bunga inginkan  buka baju dulu ya,,”.
“sini non,,biar Mang yang bukain..”.
“yaudah,,”. Aku memang telah  biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi saat  dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi.
“sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo”.
“ok non, dengan senang hati”. Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo, pasti  saja sekitar  aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia pun  sibuk meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam anusku.



Tak lama kemudian, Mang Karyo telah  telanjang dan kami juga  saling berciuman sampai-sampai  tubuh putih mulusku yang paling  kontras dengan tubuh hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan ciuman itu, aku telah  resmi menjadi budak seks Mang Karyo guna  seminggu ke depan. Dan Mang Karyo juga  tak menyia-nyiakan peluang  emas yang kuberikan, dia menyetubuhiku sekitar  30 menit dan berhenti 30 menit guna  istirahat, begitu seterusnya sampai  malam hari. Selama beristirahat, kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang Karyo memiliki  energi yang spektakuler  itu. Mungkin bila   aku tidak minum obat anti hamil pasti kelak  aku telah  berisi  anak dari Mang Karyo sebab  entah telah  berapa trilyun sperma Mang Karyo yang berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk pun  dan menyimpulkan  untuk tidur. Aku senang sekali sebab  tubuhku laksana  sudah remuk merasakan  berpuluh kali orgasme. Aku menyaksikan  ke arah jam.
“buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak Superman,, mendingan istirahat  aja ah,, supaya kelak  bisa muasin Mang Karyo,, suami gelapku”, kataku dalam hati seraya  tersenyum ke wajah Mang Karyo yang terdapat  di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya lagi.
“ada apa non? belum tidur?”.
“cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..”.
“oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang”, katanya sambil menghirup  bibir lembutku.
“nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita istirahat  yuk,,besok anda  lanjutin lagi maen suami-istrinya”.
“ok non,,”, kemudian  kami saling berdekapan  dan lantas  menutup mata guna  menghadapi esok hari.

No comments:

Post a Comment