Aku punya seorang tetangga yang bermukim di seberang rumah. Namanya Ana, dan kupanggil Ci Ana, sebab ia seorang perempuan keturunan Chinese. Sebenarnya aku tidak suka pada gaya dan teknik hidupnya yang menurutku ‘ngegampangin’ apa-apa. Ia suka memandang ringan pada seluruh hal. Termasuk hubungan dengan tetangga sekitarnya. Ci Ana ini telah menikah dan punya anak satu, Rachel namanya.
Wanita tetanggaku ini memang orang yang bertipe gampang bergaul dan ia mudah akrab dengan siapa saja, tergolong dengan isteriku, Rini. Kadang aku muak bila Ci Ana ini tidak jarang memanggil orang dari kejauhan laksana memanggil seekor anjing. Tapi tidak apalah, pikirku, barangkali udah jadi kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak inginkan akrab. Entah kenapa. Mungkin sebab aku tidak inginkan bergaul dengan sembarang orang atau sebab memang aku tidak suka dengan tetanggaku yang termasuk baru pindah selama dua bulan yang kemudian itu.
Sekitar seminggu yang lalu, saat berkeinginan berangkat ke kantor aku tanpa sengaja menengadah dan menyimak seseorang berlangsung mendekati isteriku yang bakal naik mobil kami. Kebetulan saat tersebut aku telah ada dalam mobil dan berkeinginan menginjak pedal gas. Ternyata si Ci Ana. Kebetulan ia berkeinginan pergi ke arah yang berlawanan. Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah dari produk cat “CATYLAC” dengan artikel merah dan kaosnya tersebut amat tipis dengan warna dasar putih. Wah.. Buah dadanya tersebut lho. Tidak kusangka ia punya payudara yang besar. Kayaknya lebih banyak dari punya isteriku.
Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin memikirkan payudaranya itu. Oh.. andaikata aku punya kesempatan.. aku hendak tidur dengannya.. atau sangat tidak kalo dia tidak mau, aku bakal memaksanya. Aku hendak menikmati payudaranya. Orangnya memang cantik, tinggi dan putih. Walau berkacamata, bisa kulihat wanita tersebut kelihatannya mempunyai gairah seks yang tinggi. Entah melulu khayalanku saja atau memang demikian adanya. Rupanya kesempatan tersebut akhirnya datang juga.
Dua hari yang lalu, ketika lingkungan lokasi tinggal kami sedang sepi, terjadilah urusan yang tidak kusangka-sangka. Saat aku kembali beristirahat pada selama pukul dua belas, seseorang perempuan memanggilku. Waktu tersebut aku berkeinginan menutup dan mengunci pintu pagar.
“Win..! Sini bentar, Win.”
Ternyata Ci Ana. Kudekati dia di pintu pagar rumahnya kemudian aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tak karuan.
“Ada apa Ci?”
Sambil membuka pintu pagar ia menjawab, “Masuklah dulu.. terdapat sesuatu yang berkeinginan aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam lokasi tinggal (tentunya sesudah pagar tersebut aku tutup dan kunci). Di ruang tamu, aku lantas duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berlangsung masuk ke kamarnya. Beberapa menit lantas ia hadir dengan membawa sebuah kotak berukuran sedang.
“Aku inginkan tanya ini, Win.. anda ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, guna aku. Kotak ini isinya anda lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu merah. Entah kenapa.
Kuraih kotak dan kertas yang berisi tuntunan tentang teknik pemakaian benda di dalamnya. Kotaknya memang masih terbungkus rapih. Saat kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang. Tidak pikir benda apa, eh tidak tahunya tersebut alat kelamin lelaki alias penis palsu tercipta dari semacam plastik yang bisa digerakkan cocok dengan keinginan pemakainya. Alat tersebut harus memakai arus listrik. Setelah kubaca petunjuknya, kemudian kujelaskan pada Ci Ana.
“Ci.. daripada Cici gunakan alat ini, mendingan pake yang aslinya aja gimana.. Maaf, Ko Teddy (nama suaminya) ‘kan tentu mau tiap malam..” jawabku seraya memandangnya.
“Wah, Win.. dia tidak boleh diharapin deh.. kembali malam terus.. Datang-datang pengennya istirahat aja.. jadi gimana mau mengerjakan hubungan intim, Win.. sedangkan wanita kayak aku ‘kan perlu dicukupin pun dong keperluan biologisnya..” jawabnya ringan namun wajahnya masih tampak bersemu merah. Ia juga tertunduk sesudah itu.
“Gimana kalo.. aku aja yang mengupayakan memuaskan Ci Ana..?” tanyaku tiba-tiba.
Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku berbicara begitu pada perempuan tetangga yang telah bersuami. Bisa repot nih jadinya.
“Apa anda bilang? Enak aja anda ngomong. Emang anda mau dilemparin tetangga lain. Berselingkuh seperti tersebut nggak boleh tahu..!” jawab Ci Ana dengan nada tinggi.
Baru kini aku melihatnya benar-benar marah. Menyesal pun jadinya. Beberapa lama kami juga berdiam diri. Lalu Ci Ana bangkit dari duduknya dan kelihatannya ia berkeinginan mengambilkan minum untukku.
“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi pun aku pulang..” ujarku mengupayakan merebut pulang hatinya.
Tidak kusangka ia justeru membalas, “Ngaco.. siapa yang inginkan ngambilin minum bikin kamu.. aku inginkan minum sendiri kok.. Udah sana, kembali aja. Dan terima kasih udah terjemahin tuntunan alat itu..” jawabnya masih dengan nada ketus.
Aku juga bangkit dari dudukku. Namun ketika aku berkeinginan berjalan keluar, tiba-tiba muncul gagasan jahatku.
Dengan berlangsung berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci Ana berjalan. Rupanya ia mengarah ke kamar tidurnya. Kebetulan jalan mengarah ke pintu kamar, diberi batas oleh korden. Aku juga bersembunyi dibalik korden itu. Untunglah ia tidak memblokir pintu kamar tersebut sama sekali. Kulihat ia membelakangiku, kemudian pelan-pelan unik kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya. Rupanya ia inginkan mandi.
Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Ana mulai membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem. Kemudian ia meraih jubah mandinya yang terbaring di lokasi tidur. Sebelum ia sempat menutupi tubuhnya yang telanjang, aku segera berlari dan menubruknya. Buk..! Ia terjatuh dengan keras ke lokasi tidurnya yang besar.
“Aduh..! Lepaskan..! Win.., kok anda belum pulang, hah..? Mau apa kamu..?” ujarnya kaget separuh mati.
“Aku inginkan buktikan bahwa perangkat punyaku lebih hebat dari penis produksi itu, Ci..” jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. nanti kalo suamiku kembali gimana..?” tanyanya lagi dengan nada ketus.
Karena telah berada di atas tubuhnya yang telanjang, tanpa buang masa-masa lagi, aku mengangkangkan kakinya, dan terlihatlah lubang vaginanya yang berwarna merah muda. Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya. Ci Ana perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Dari tadi ia terus mendorongku agar aku segera terjatuh dari lokasi tidur. Kepalanya mulai bergerak ke sana kemari. Aku langsung membidik buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya kuhisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.
Suara tanda ia mulai terangsang mulai terdengar.
“Ah.. ah.. ah..” erangnya.
“Masukkan kini Win.. aku telah tidak tahan lagi.” ujarnya di tengah-tengah kesenangan yang ia alami.
“Tapi kontolku belum tegang, Ci.. dihisap, ya..!” ujarku seraya menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Kaget pun jadinya dia. Aku memaju mundurkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Luar biasa hisapan mulutnya. Walaupun punyaku jadi basah, tetapi senjata andalanku tersebut langsung mengeras. Segera kutarik dari mulutnya. Sebenarnya, Ci Ana tidak rela mencungkil senjataku dari hisapan mulutnya. Ia mungkin hendak terus mengulumnya hingga air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.
Beberapa menit kemudian, aku menyibak rambut kemaluannya yang tebal serta hitam. Bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan. Setelah memahami persis letak lubang senggamanya, kuarahkan penisku ke sana, dan dengan sekali hujaman, amblaslah penisku ke lubang surga dunia itu. Aku terus menghujamkan senjataku. Maju-mundur-maju-mundur.., bless.. ceplak.. cepluk.. memang beda rasanya bila bersetubuh dengan perempuan yang telah pernah melahirkan. Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti. Sementara Ci Ana mulai bereaksi dengan menggerakkan pantatnya secara memutar. Senjataku laksana dikocok-kocoknya dalam vaginanya.
Sudah lima belas menit, tetapi pertarungan birahi kami belum pun usai. Kami pun lantas berganti posisi. Ci Ana kini dengan posisi menungging. Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut kemaluannya sekali lagi. Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya dengan lebar. Bless.. bless.. bles.., penisku masuk dengan fasih dan pasti. Tangan kananku meraih pinggangnya, sedangkan tangan kiriku memain-mainkan payudara kirinya. Tampak kepalanya menengadah masing-masing kali tusukanku kuulangi. Tiba-tiba ia menjerit seraya kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan kuat.
“Ah.. ah.. ah.. ah..!” rupanya ia orgasme, tetapi aku belum pun mencapai puncak. Memang aku cukup perkasa kali ini.
Beberapa menit berlalu.
Ci Ana kesudahannya bilang, “Win, anda tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama dong orgasmenya.”
Setelah aku berbaring, ia meraih penisku yang amat keras dan tegak dan dihisapnya seraya jongkok di sebelah kananku. Ia pun menjilat dan mengulum batanganku. Duh.. duh.. duh.. laksana melayang di awan-awan aku dibuatnya.
“Wah, sebentar lagi bila kuteruskan bisa-bisa aku nyemprotin mani di mulutnya nih.” pikirku.
Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku. Ia juga memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil menunjukkan ke bibir vaginanya. Dan.. bles.. jeb.. bless.. jeb! Kulihat penisku laksana tenggelam dalam vaginanya. Aku melulu dapat merem melek jadinya. Ci Ana terus saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun, kanan-kiri dan setelah sejumlah saat ia melakukannya, aku menikmati ada sesuatu yang bakal meledak dalam tubuhku. Segera saja aku bangkit sambil mendekap tubuhnya yang masih terdapat di atas selangkanganku.
“Ah.. ah.. ah.. ah.. crot..! Crot! Crot! Crot..! Crot..!” sejumlah sembilan kali semprotan maniku masuk ke dalam vaginanya.
Sesudah tersebut kami tiduran sebab kelelahan. Ci Ana masih mendekap tubuhku.
“Win, aku sebetulnya sudah lama ingin bersangkutan intim denganmu.. aku tahu kau punya senjata yang hebat. Jauh lebih hebat dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum mendapatkan peluang untuk itu. Makanya aku pancing kau dengan perangkat penis produksi itu. Jadi tidak boleh marah ya. Tadi aku bersuara ketus seolah-olah menampik kamu melulu permainan saja. Aku inginkan tahu seberapa tahan anda melihat tubuh perempuan sepertiku. Makanya aku tadi tidak memblokir pintu kamar. Karena kutahu pasti anda belum kembali dan anda tidak akan kembali sebelum kamu dapat menaklukkanku..” ujarnya tiba-tiba seraya tangannya mengelus pelan penis kebanggaanku yang telah mulai mengecil.
Tidak kusangka ia menuliskan itu. Memang benar dugaanku. Ternyata Ci Ana memang hiperseks. Ia inginkan dengan siapa saja dan kapan saja memuaskan hasrat seksnya yang menggebu-gebu. Duh gusti, enaknya punya tetangga laksana dia. Oh ya pembaca, untuk Anda yang berjenis kelamin wanita, baik tersebut ibu-ibu maupun gadis muda alias ABG yang suka nge-sex dan hendak mencoba penis andalanku, silakan menghubungi saya.
No comments:
Post a Comment