Monday, December 31, 2018

Cerita Dewasa Panas Bermain dengan Keponakanku yang Baru Menikah


Keponakanku yang baru menikah tinggal bersamaku sebab mereka belum mempunyai rumah sendiri. Tak menjadi problem bagiku sebab saya tinggal sendiri sesudah lama bercerai dan saya tak mempunyai buah hati dari perkawinan yang gagal itu. Sebagai pengantin baru, tentunya keponakanku dan istrinya, Ines, lebih acap kali menghabiskan waktunya di kamar.

Pernah satu malam, saya mendengar erangan Ines dari kamar mereka. Saya mendekat ke pintu, terdengar Ines mengerang2, “Terus mas, nikmat mas, terus ……, yah udah keluar ya mas, Ines belum apa2″. Sepertinya Ines tak terpuaskan dalam ‘pertempuran” itu sebab suaminya kalah duluan. Sebagian kali saya mendengar lenguhan dan diakhiri dengan keluhan senada. Kasihan juga Ines.

Suatu petang, sepulang dari kantor, saya lupa membawa kunci rumah. Saya mengetok pintu cukup lama hingga Ines yang membukakan pintu. Saya telah lama terpikat dengan kecantikan dan wujud tubuhnya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu. Wajahnya indah dengan wujud mata, alis, hidung, dan bibir yang cantik. Ines cuma mengenakan pakaian kimono yang terbuat dari bahan handuk sepanjang cuma 15cm di atas lutut.

Paha dan betis yang tak ditutupi daster itu kelihatan sungguh-sungguh mulus. Kulitnya nampak licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar. Pinggangnya nampak ramping. Sementara kimono yang menutupi dada atasnya belum sempat diikat secara total, menyebabkan belahan toket yang montok itu menyembul di belahan pakaian, pentilnya membayang di kimononya. Ternyata Ines belum sempat mengenakan bra. Lehernya tahapan dengan sebagian helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya.

Agaknya Ines sedang mandi, atau baru saja selesai mandi. Tanpa sengaja, sebagai laki-laki normal, kon tolku berdiri memperhatikan tubuhnya. Dari samping kulihat toketnya demikian itu nampak dari balik kimononya. Mengamati Ines sewaktu membelakangiku, saya terbayang alangkah nikmatnya seandainya tubuh hal yang demikian ditekuni dari arah belakang. Saya berjalan mencontohnya menuju ruang makan. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Berharap rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Berharap kutempelkan kon tolku di gundukan bokongnya. Dan mau rasanya kuremas-remas toket montoknya habis-habisan.

“Sori Nes, om lupa bawa kunci. Kau terganggu mandinya ya”, kataku. “Udah selesai kok om”, jawabnya. Saya duduk di meja makan. Ines mengambilkan teh buatku dan kemudian masuk ke kamarnya. Tidak lama kemudian Ines keluar cuma mengenakan daster tipis berbahan licin, mempertontonkan tonjolan toket yang membusung. Ines tak mengenakan bra, sehingga kedua pentilnya kelihatan terang sekali tercetak di dasternya. Ines beranjak dari duduknya dan mengambil toples berisi kudapan manis dari lemari makan. Pada posisi membelakangiku, saya menatap tubuhnya dari belakang yang betul-betul menstimulasi.

Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. kans bagiku untuk menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Ines tak menyadari bahwa belahan daster di dadanya mempertontonkan toket yang montok kala agak merunduk. kon tolku malah menegang. Walhasil diskusi menyerempet soal sex. “Nes, kau gak puas ya sama suami kau”, kataku to the point. Ines tertunduk malu, mukanya semu kemerahan. “Kok om tau sih”, jawabnya lirih. “Om kan pernah denger kau melenguh mulanya, hanya hasilnya mengeluh.

Suami kau cepet ngecretnya ya”, kataku lagi. “Iya om, si mas cepet banget keluarnya. Ines baru mulai ngerasa nikmat, ia udah keluar. Kesel deh jadinya, kaya Ines hanya jadi pemuas napsunya aja”, Ines mulai curhat. Saya cuma memperdengarkan curhatannya saja. “Om, mandi dahulu deh, udah waktunya makan. Ines nyiapin makan dahulu ya”, katanya mengakhiri diskusi mengasyikan. “Kirain Ines nawarin berkeinginan mandiin”, godaku. “Ih si om, genit”, jawabnya tersipu. “Kalo Ines berkeinginan, om gak keberatan lo”, jawabku lagi. Ines tak menjawab cuma berlalu ke dapur, menyiapkan makan. Sementara itu saya masuk kamarku dan mandi. kon tolku tegang gak karuan sebab diskusi mengasyikan tadi.

Selesai mandi, saya cuma mengaplikasikan celana pendek dan t-shirt, sengaja saya tak mengaplikasikan CD. Pengen rasanya malem ini saya ngen totin Ines. Apalagi suaminya sedang tugas keluar kota untuk sebagian hari. kon tolku masih ngaceng berat sehingga nampak terang tercetak di celana pendekku. Ines membisu saja memperhatikan ngacengnya kon tolku dari luar celana pendekku. Saat makan malem, kita ngobrol soal yang lain, Ines berupaya tak memberi nasehat diskusi kearah yang tadi. Kalo Ines mengakak, mau rasanya kulumat habis-habisan bibirnya. Berharap rasanya kusedot-sedot toket nya dan mau rasanya kuremas-remas bokong kenyal Ines itu hingga ia menggial-gial keenakan.

Selesai makan, Ines membereskan piring dan gelas. Sekembalinya dari dapur, Ines terpeleset sehingga terjatuh. Ternyata ada air yang tumpah dikala Ines membawa perlengkapan makan ke dapur. Betis kanan Ines membentur rak kayu. “Aduh”, Ines mengerang kesakitan. Saya langsung menolongnya. Punggung dan pinggulnya kuraih. Kubopong Ines kekamarnya. Kuletakkan Ines di ranjang. Tercium bau harum sabun mandi memancar dari tubuhnya. Belahan daster terbuka lebih lebar sehingga saya bisa dengan leluasa memperhatikan kemontokan toketnya.

Nafsuku malah naik. kon tolku kian tegang. dikala saya menarik tangan dari pinggulnya, tanganku tanpa sengaja mengusap pahanya yang tersingkap. Ines berupaya meraih betisnya yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi membikin sedikit memar di betis nya. Saya malah berupaya membantunya. Kuraih betis hal yang demikian seraya kuraba dan kuurut komponen betis yang memar hal yang demikian. “Perlahan om, sakit”, erangnya lagi. Lama-lama suaranya sirna. Sambil terus memijit betis Ines, kupandang wajahnya. Matanya kini terpejam. Napasnya jadi teratur. Ines telah tertidur. Mungkin sebab lelah seharian membereskan rumah. Saya kian melemahkan pijitanku, dan hasilnya kuhentikan sama sekali.

Kupandangi Ines yang tengah tertidur. Betapa indahnya wajahnya. Lehernya tahapan. Toketnya yang montok bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi napas tidurnya. pentilnya menyembul dari balik dasternya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar. Daster hal yang demikian tak cakap menyembunyikan garis segitiga CD yang kecil. Terbayang dengan apa yang ada di balik CDya, kon tolku menjadi kian tegang. Apalagi paha yang putih terbuka sebab daster yang tersingkap. Kuelus betisnya. Kusingkapkan komponen bawah dasternya hingga sebatas perut.

Sekarang paha mulus itu terhampar di hadapanku. Di atas paha, sebagian helai bulu jembut keluar dari CD yang minim. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih. Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Ines. Kueluskan pelan ibu jariku di belahan bibir no noknya. kuciumi paha mulus hal yang demikian berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya pelan-lahan. Kedua paha hal yang demikian secara otomatis bergerak membuka agak lebar. Kemudian saya melepas celana pendekku. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis nya.

Kutempelkan kepala kon tolku yang telah ngaceng berat di pahanya. Rasa hangat mengalir dari paha Ines ke kepala kon tolku. kugesek-gesekkan kepala kon tol di sepanjang pahanya. kon tolku terus kugesek-gesekkan di paha sambil agak kutekan. Kian terasa sedap. Nafsuku kian tinggi. Saya kian nekad. Kulepaskan daster Ines, Ines terbangun sebab ulahku. “Om, Ines berkeinginan diapain”, katanya lirih. Saya kaget dan langsung menghentikan aksiku. Saya memandangi tubuh mulus Ines tanpa daster menghambatnya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan daya seksualitas. toket yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilnya berdiri tegak.


“Nes, om berkeinginan ngasi kenikmatan sama kau, berkeinginan enggak”, kataku pelan sambil mengecup toket nya yang montok. Ines membisu saja, matanya terpejam. Hidungku mengendus-endus kedua toket yang beraroma harum sambil kadang kala mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku.pentil toket kanannya kulahap ke dalam mulutku. Badannya sedikit tersentak dikala pentil itu kugencet pelan dengan memakai lidah dan gigi atasku. “Om…”, rintihnya, ternyata tindakanku membangkitkan napsunya juga. Sebab betul-betul mau menikmati kenikmatan dien tot, Ines membisu saja membolehkan saya menjelajahi tubuhnya. kusedot-sedot pentil toketnya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar tempat lahapan bibirku. Sekarang pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu segala masuk ke dalam mulutku.

Kembali kusedot tempat hal yang demikian dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajah Ines kelihatan sedikit berubah, seolah membendung suatu kenikmatan. Kedua toket harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. kon tolku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli toket dengan bibir, lidah, dan wajahnya, saya terus menggesek-gesekkan kon tol di kulit pahanya yang halus dan licin. Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Ines. pelan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yang ialah batas antara gumpalan toket dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian.

Ciuman-ciuman bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku malah beralih ke perut dan pinggang Ines. Sementara pergesekan-pergesekan kepala kon tolku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menelusuri perut sekeliling pusarnya yang putih mulus. wajahku bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara pelan-lahan. Kecupanku malah bermigrasi ke CD tipis yang membungkus pinggulnya hal yang demikian. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari CDnya. Lalu kuendus dan kujilat CD pink itu di komponen belahan bibir no noknya. Ines makin terengah membendung napsunya, kadang kala terdengar lenguhannya membendung kenikmatan yang dirasakannya.

Saya bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuhnya. kon tolku yang tegang kutempelkan di kulit toket Ines. Kepala kon tol kugesek-gesekkan di toket yang montok itu. Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala kon tol terus kugesekkan di toketnya, kiri dan kanan. Sesudah sekitar dua menit saya melaksanakan hal itu. Kuraih kedua belah gumpalan toket Ines yang montok itu. Saya berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping Ines dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang kon tolku kujepit dengan kedua gumpalan toketnya. Sekarang rasa hangat toket Ines terasa mengalir ke segala batang kon tolku.

Pelan-lahan kugerakkan maju-mundur kon tolku di cekikan kedua toket Ines. Kekenyalan daging toket hal yang demikian serasa memijit-mijit batang kon tolku, memberi rasa sedap yang luar awam. Di kala maju, kepala kon tolku tampak menempuh pangkal lehernya yang tahapan. Di kala mundur, kepala kon tolku tersembunyi di jepitan toketnya. Lama-lama gerak maju-mundur kon tolku bertambah kencang, dan kedua toket nya kutekan kian keras dengan telapak tanganku supaya jepitan di batang kon tolku kian kuat. Saya malah merem melek merasakan enaknya jepitan toketnya. Ines malah mendesah-desah terbendung, “Ah… hhh… hhh… ah…”

kon tolku malah mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan hal yang demikian membasahi belahan toket Ines. Oleh gerakan maju-mundur kon tolku di dadanya yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua toketnya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang kon tolku. Cairan hal yang demikian menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kon tolku di dalam jepitan toketnya. Dengan adanya sedikit cairan dari kon tolku hal yang demikian saya menikmati keenakan dan kehangatan yang luar awam pada pergesekan-pergesekan batang dan kepala kon tolku dengan toketnya. “Hih… hhh… … Luar awam enaknya…,” saya tidak kuasa membendung rasa nikmat yang tidak terperi. Napas Ines menjadi tak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirnya , yang kadang diseling desahan via hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” Desahan-desahan Ines kian membikin nafsuku makin memuncak.

Pergesekan-pergesekan maju-mundurnya kon tolku di jepitan toketnya kian kencang. kon tolku kian tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yang via batang kon tolku berdetak-detak, menambah rasa hangat dan sedap yang luar awam. “Nikmat sekali, Nes”, erangku tidak tertahankan.. Saya menggerakkan maju-mundur kon tolku di jepitan toket Ines dengan kian cepatnya. Rasa nikmat yang luar awam mengalir dari kon tol ke saraf-saraf otakku. Kulihat wajah Ines. Alis matanya bergerak naik turun seiring dengan desah-desah pelan bibirnya imbas tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketnya. Ada sekitar lima menit saya merasakan rasa keenakan luar awam di jepitan toketnya itu.

Toket sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu menuntun kon tol dan menggesek-gesekkan kepala kon tol dengan gerakan memutar di kulit toketnya yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas toket kiri Ines, kon tolku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala kon tolku kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil kadang kala kusodokkan pelan di lobang pusarnya.

kucopot CD minimnya. Pinggul yang melebar itu tak berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup CD kelihatan terang sekali. Licin, putih, dan sungguh-sungguh mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat menutupi tempat sekitar lobang no noknya. Kedua paha mulus Ines kurenggangkan lebih lebar. Sekarang hutan lebat di bawah perut tadi terungkap, mempertontonkan no noknya. Saya malah mengambil posisi supaya kon tolku bisa menempuh no nok Ines dengan mudahnya. Dengan tangan kanan mengatur batang kon tol, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Ines.

Rasa geli menggelitik kepala kon tolku. kepala kon tolku bergerak menelusuri jembut menuju ke no noknya. Kugesek-gesekkan kepala kon tol ke sekeliling bibir no noknya. Terasa geli dan sedap. kepala kon tol kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menikam sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut lobang no nok itu menjadi berair. Kugetarkan pelan-lahan kon tolku sambil terus menjelang lobang no nok. Sekarang segala kepala kon tolku yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut no nok Ines. Jepitan mulut no nok itu terasa hangat dan nikmat sekali. Kembali dari mulut Ines keluar desisan kecil petunjuk sedap tidak terperi. kon tolku kian tegang.

Sementara dinding mulut no nok Ines terasa kian berair. Pelan-lahan kon tolku kutusukkan lebih ke dalam. Sekarang tinggal setengah batang yang tersisa di luar. Secara pelan kumasukkan kon tolku ke dalam no nok. Terbenam telah segala batang kon tolku di dalam no nok Ines. Sekujur batang kon tol kini dijepit oleh no nok Ines dengan betul-betul enaknya. secara pelan-lahan kugerakkan keluar-masuk kon tolku ke dalam no noknya. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam no nok cuma kepala kon tol saja. Sewaktu masuk segala kon tol terbenam di dalam no nok hingga batas pangkalnya. Rasa hangat dan nikmat yang luar awam sekarang seolah memijiti segala komponen kon tolku. Saya terus memasuk-keluarkan kon tolku ke lobang no noknya.

Alis matanya terangkat naik tiap-tiap kali kon tolku menikam masuk no noknya secara pelan. Bibir segarnya yang sensual sedikit terbuka, sedang giginya terkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Saya terus mengocok pelan-lahan no noknya. Enam menit telah hal itu berlangsung. Kembali kukocok secara pelan no noknya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot no nok pada kon tolku. Kubiarkan kocokan pelan hal yang demikian hingga selama dua menit. Kembali kutarik kon tolku dari no nok Ines. Tetapi sekarang tak seluruhnya, kepala kon tol masih kubiarkan tertanam dalam mulut no noknya. Sementara batang kon tol kukocok dengan jari-jari tangan kananku dengan cepatnya

Rasa nikmat itu agaknya dinikmati pula oleh Ines. Ines mendesah-desah imbas sentuhan-sentuhan getar kepala kon tolku pada dinding mulut no noknya, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…”

Tiga menit kemudian kumasukkan lagi segala kon tolku ke dalam no nok Ines. Dan kukocok pelan. Kunikmati kocokan pelan pada no noknya kali ini lebih lama. Hingga kaprah-kaprah empat menit. Lama-lama saya tak puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk kon tolku pada no noknya. Kurasakan rasa nikmat sekali menjalar di sekujur kon tolku. Saya hingga tidak kuasa membendung ekspresi

keenakanku. Sambil terbendung-bendung, saya mendesis-desis, “Nes… no nokmu luar awam… nikmatnya…”

Gerakan keluar-masuk secara kencang itu berlangsung hingga sekitar empat menit. rasa gatal-gatal nikmat mulai menjalar di sekujur kon tolku. Berarti sebagian dikala lagi saya akan ngecret. Kucopot kon tolku dari no nok Ines. Langsung saya berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya supaya kon tolku gampang menempuh toketnya. Kembali kuraih kedua belah toket montok itu untuk menjepit kon tolku yang berdiri dengan sungguh-sungguh gagahnya. Supaya kon tolku bisa terjepit dengan enaknya, saya agak merundukkan badanku. kon tol kukocokkan maju-mundur di dalam jepitan toketnya. Cairan no nok Ines yang membasahi kon tolku sekarang ialah pelumas pada pergesekan-pergesekan kon tolku dan kulit toketnya. “Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr awam…”, saya merintih-rintih keenakan. Ines juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah. Saya mempercepat maju-mundurnya kon tolku. Saya memperkuat tekananku pada toketnya supaya kon tolku terjepit lebih kuat. Rasa nikmat menjalar via kon tolku. Rasa hangat menyusup di segala kon tolku.


Sebab berair oleh cairan no nok, kepala kon tolku kelihatan sungguh-sungguh mengkilat di dikala melongok dari jepitan toket Ines. Leher kon tol yang berwarna cokelat tua dan helm kon tol yang berwarna pink itu berdansa-nari di jepitan toketnya. Lama-lama rasa gatal yang menyusup ke segenap penjuru kon tolku kian menjadi-jadi. Kian kupercepat kocokan kon tolku pada toket Ines. Rasa gatal kian hebat. Rasa hangat kian luar awam. Dan rasa nikmat kian menuju puncaknya. Tiga menit telah kocokan hebat kon tolku di toket montok itu berlangsung. Dan dikala rasa gatal dan nikmat di kon tolku hampir menempuh puncaknya, saya membendung sekuat daya benteng pertahananku sambil mengocokkan kon tol di kempitan toket cantik Ines dengan betul-betul cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan nikmat yang luar

awam hasilnya menempuh puncaknya. Saya tidak kuasa lagi menahan jebolnya tanggul pertahananku. “Ines…!” pekikku dengan tak tertahankan. Mataku membeliak-beliak. Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan sedap yang luar awam menyusup ke segala sel-sel kon tolku dikala menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!

Pejuku menyemprot dengan derasnya. Hingga empat kali. Kuat sekali semprotannya, hingga menghantam rahang Ines. Peju hal yang demikian berwarna putih dan nampak betul-betul kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leher Ines. Peju yang tersisa di dalam kon tolku malah menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Aku ini semprotannya lemah. Semprotan permulaan cuma hingga pangkal lehernya, sedang yang terakhir cuma jatuh di atas belahan toketnya. Saya merasakan akhir-akhir kenikmatan. “Luar awam… nes, sedap sekali tubuhmu…,” saya bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja om”, kata Ines lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Nes”, jawabku.

“Gak apa om, Ines pengen ngerasain kesemprot peju anget. Ingin Ines ngerasa sedap sekali om, belum pernah Ines ngerasain kenikmatan seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru ronde pertama Nes, berkeinginan lagi kan ronde kedua”, kataku. “Keder om, melainkan ngecretnya didalem ya”, jawabnya. “Kok tadi kau diem aja Nes”, kataku lagi. “Aku om, melainkan sedap”, jawabnya sambil tersenyum. “Engh…” Ines menggeliatkan badannya. Saya langsung mengelap kon tol dengan tissue yang ada di atas meja, dan mengaplikasikan celana pendek. sebagian lembar tissue kuambil untuk mengelap pejuku yang berleleran di rahang, leher, dan toket Ines. Ada yang tak bisa dilap, ialah cairan pejuku yang telah terlajur jatuh di rambut kepalanya. “Mo kemana om”, tanyanya. “Mo ambil minum dahulu”, jawabku. “Kok celananya dipake, katanya berkeinginan ronde kedua”, katanya. Ternyata Ines telah pengen saya menggelutinya sekali lagi.

Saya kembali membawa gelas berisi air putih, kuberikan terhadap Ines yang seketika menenggaknya sampe habis. Saya keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tak puas saya memandangi toket cantik yang terhampar di depan mataku hal yang demikian. mataku melihat ke arah pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang melebar cantik. Terus tatapanku jatuh ke no noknya yang dikelilingi oleh bulu jembut hitam jang lebat. Aku enaknya ngen totin Ines. Saya mau mengulangi permainan tadi, menggeluti dan mendekap kuat tubuhnya. Mengocok no noknya dengan kon tolku dengan melodi yang menghentak-hentak kuat. Dan saya bisa menyemprotkan pejuku di dalam no noknya sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya dikala saya nyampe. Nafsuku terbakar.


“Ines…,” desahku penuh nafsu. Bibirku malah menggeluti bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-libas dengan ganasnya. Sementara Ines malah tak berkeinginan keok. Bibirnya malah menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan tak berkeinginan kedahuluan oleh lumatan bibirku. Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuhnya kini berada dalam dekapanku. Saya mempererat dekapanku, sementara Ines malah mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, toketnya yang membusung terasa kian menekan dadaku. Jari-jari tangan Ines mulai meremas-remas kulit punggungku.

Ines mencopot celanaku.Ines malah merangkul punggungku lagi. Saya kembali mendekap erat tubuh Ines sambil menggilas kembali bibirnya. Saya terus mendekap tubuhnya sambil saling menggilas bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh komponen depan kami yang saling merekat. Sekarang kurasakan toketnya yang montok menekan ke dadaku. Dan dikala saling sedikit bergeseran, pentilnya seolah-olah menggelitiki dadaku. kon tolku terasa hangat dan mengeras. Tangan kiriku malah turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Ines, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. kon tolku tergencet perut bawahku dan perut bawah Ines dengan enaknya.

Sementara bibirku bergerak ke arah lehernya.kuciumi, kuhisap-hisap dengan hidungku, dan kujilati dengan lidahku. “Ah… geli… geli…,” desah Ines sambil menengadahkan kepala, supaya segala leher hingga dagunya terbuka dengan luasnya. Ines malah membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi demikian itu, meski wajahku dalam situasi menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada sampai bawah perut konsisten bisa menyatu dengan rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan meremas-remas toket hal yang demikian dengan perasaan gemas.

Sesudah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Saya berdiri dengan agak merunduk. Tangan kiriku malah menyusul tangan kanan, ialah bergerak memegangi toket. Kugeluti belahan toket Ines, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah toketnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan toket itu. bibirku bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Kuciumi bukit toket nya, dan kumasukkan pentil toket di atasnya ke dalam mulutku. Sekarang saya menyedot-sedot pentil toket kiri Ines.

Kumainkan pentil di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna cokelat. “Ah… ah… om… geli…,” Ines mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Saya memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat toket sebelah kanan. Sampai remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada pentilnya. “Om… hhh… geli… geli… nikmat… nikmat… ngilu… ngilu…” Saya kian gemas.

toket Ines itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang kusedot sebesar-besarnya dengan daya isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot cuma pentilnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan tempat tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang cuma kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz… ngilu… ngilu…” Ines mendesis-desis keenakan. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri kian acap kali frekuensinya.

Hingga hasilnya Ines tak kuat melayani serangan-serangan awalku. Jari-jari tangan kanan Ines yang mulus dan lembut menangkap kon tolku yang telah berdiri dengan gagahnya. “Om.. Batang kon tolnya besar ya”, sebutnya. Sambil membolehkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketnya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas pelan kon tolku secara berirama. Remasannya itu memberi rasa hangat dan sedap pada batang kon tolku.

kurengkuh tubuhnyadengan gemasnya. Kukecup kembali tempat antara alat pendengaran dan lehernya. Sampai daun alat pendengaran sebelah bawahnya kukulum dalam mulutku dan kumainkan dengan lidahku. Sampai ciumanku bermigrasi ke punggung lehernya yang tahapan. Kujilati pangkal helaian rambutnya yang terjatuh di kulit lehernya. Sementara tanganku mendekap dadanya dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah toketnya. Remasanku kadang betul-betul kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir pelan pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit toket kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yang bebau harum, kon tolku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke perutnya. Ines malah menggelinjang ke kiri-kanan.

“Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus… hhh… nikmat… enaknya… nikmat…,” Ines merintih-rintih sambil terus berupaya menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama paralel dengan permainan tanganku di toketnya. Sekarang pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membikin kon tolku yang sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan perutnya merasa kian keenakan. “Ines… nikmat sekali Ines… sssh… luar awam… nikmat sekali…,” saya malah mendesis-desis keenakan.

“Om keenakan ya? Batang kon tol om terasa besar dan keras sekali menekan perut Ines. Wow… kon tol om terasa hangat di kulit perut Ines. tangan om bandel sekali … ngilu,…,” rintih Ines. “Jangan mainkan cuma pentilnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Ines kian menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratku. Aku telah makin liar saja desahannya, ternyata ia betul-betul merasakan gelutannya, lupa bahwa saya ini om dari suaminya. “om.. remasannya kuat sekali… Tangan om bandel sekali… Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… kon tol om … besar sekali… kuat sekali…”

Ines menarik wajahku mendekat ke wajahnya. bibirnya menggilas bibirku dengan ganasnya. Saya malah tak berkeinginan keok. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kulit punggungnya yang teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dengan gemasnya. Kemudian saya menindihi tubuh Ines. kon tolku terjepit di antara pangkal pahanya dan perutku komponen bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke batang kon tolku yang tegang dan keras. Walhasil saya tak tabah lagi. Bibirku sekarang bermigrasi menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku menuntun kon tolku untuk mencari liang no noknya.

Kuputar-putarkan dahulu kepala kon tolku di kelebatan jembut disekitar bibir no nok Ines. Ines meraih batang kon tolku yang telah sungguh-sungguh tegang. Pahanya yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om kon tolnya besar dan keras sekali” katanya sambil memberi nasehat kepala kon tolku ke lobang no noknya. kepala kon tolku meraba bibir no noknya yang telah berair. dengan pelan-lahan dan sambil kugetarkan, kon tol kutekankan masuk ke liang no nok. Sekarang segala kepala kon tolku malah terbenam di dalam no noknya. Saya menghentikan gerak masuk kon tolku.

“Om… teruskan masuk… Sssh… nikmat… jangan stop hingga situ saja…,” Ines protes atas tindakanku. Tetapi saya tak perduli. Kubiarkan kon tolku cuma masuk ke lobang no noknya cuma sebatas kepalanya saja, tapi kon tolku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang tahapan, lengan tangannya yang harum dan mulus, dan ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ines menggelinjang-gelinjang dengan tak karuan. “Sssh… sssh… nikmat… nikmat… geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara daya kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! kon tolku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam no nok Ines dengan betul-betul kencang dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku bertarung dengan pangkal pahanya yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya.

Sementara kulit batang kon tolku bagaikan diplirid oleh bibir no noknya yang telah berair dengan kuatnya hingga memunculkan suara: srrrt! “Auwww!” pekik Ines. Saya membisu sesaat, membolehkan kon tolku tertanam seluruhnya di dalam no nok Ines tanpa bergerak sedikit malah. “Sakit om… ” kata Ines sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya. Saya malah mulai menggerakkan kon tolku keluar-masuk no nok Ines. Saya tak tahu, apakah kon tolku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang no nok Ines yang berukuran kecil. Aku aku tahu, segala komponen kon tolku yang masuk no noknya serasa dipijit-pijit dinding lobang no noknya dengan agak kuatnya.

“Bagaimana Nes, sakit?” tanyaku. “Sssh… nikmat sekali… nikmat sekali… kon tol om besar dan panjang sekali… hingga-hingga menyumpal penuh segala penjuru lobang no nok Ines..,” jawabnya. Saya terus memompa no nok Ines dengan kon tolku pelan-lahan. toketnya yang merekat di dadaku turut terpilin-pilin oleh dadaku imbas gerakan memompa tadi. Kedua pentilnya yang telah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku. kon tolku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot no noknya paralel dengan genjotanku hal yang demikian. Terasa hangat dan nikmat sekali. Sementara tiap-tiap kali menikam masuk kepala kon tolku meraba suatu daging hangat di dalam no nok Ines. Sentuhan hal yang demikian serasa menggelitiki kepala kon tol sehingga saya merasa sedikit kegelian. Geli-geli sedap.

saya mengambil kedua kakinya dan mengangkatnya. Sambil menjaga supaya kon tolku tak tercabut dari lobang no noknya, saya mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ines kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok no noknya pelan dengan kon tolku, betis kirinya yang sungguh-sungguh cantik itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Sesudah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku.

Seperti hal hal yang demikian kulakukan sebagian kali secara bergantian, sambil mempertahankan gerakan kon tolku maju-mundur pelan di no nok Ines. Sesudah puas dengan metode hal yang demikian, saya meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah toketnya. Masih dengan kocokan kon tol pelan di no noknya, tanganku meremas-remas toket montok Ines. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Sampai kedua pentilnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara pelan. pentil itu kian mengeras, dan bukit toket itu kian terasa kenyal di telapak tanganku. Ines malah merintih-rintih keenakan.

Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. kon tol om membikin no nok Ines merasa nikmat sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar no nok, ya om. Ngecret di dalam saja… ” Saya mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kon tolku di no nok Ines. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang kencang… Terus om, terus… ” Saya bagaikan dikasih spirit oleh rintihan-rintihan Ines. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kon tolku di no nok Ines. Terus dan terus. Ingin komponen kon tolku serasa diremas-remas dengan cepatnya oleh no nok Ines. Mata Ines menjadi merem-melek. Seperti juga diriku, mataku malah merem-melek dan mendesis-desis sebab merasa keenakan yang luar awam.


“Sssh… sssh… Ines… nikmat sekali… nikmat sekali no nokmu… nikmat sekali no nokmu…” “Ya om, Ines juga merasa nikmat sekali… terusss… terus om, terusss…” Saya meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kon tolku pada no noknya. “Omi… sssh… sssh… Terus… terus… Ines hampir nyampe…

sedikit lagi… sama-sama ya om…,” Ines jadi mengoceh tanpa kendali. Saya mengayuh terus. Saya belum merasa berkeinginan ngecret. Tetapi saya semestinya membuatnya nyampe duluan. Sementara kon tolku menikmati no nok Ines bagaikan berdetak dengan hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Keder keluar om… berkeinginan keluar..ah-ah-ah-ah-ah… kini ke-ke-ke…” Tiba-tiba kurasakan kon tolku dijepit oleh dinding no nok Ines dengan betul-betul kuatnya. Di dalam no nok, kon tolku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari no nok Ines dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ines meremas lengan tanganku dengan betul-betul kuatnya. Ines malah berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mata Ines membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ines kurasakan mengejang.

Saya malah menghentikan genjotanku. kon tolku yang tegang luar awam kubiarkan tertanam dalam no nok Ines. kon tolku merasa hangat luar awam sebab terkena semprotan cairan no nok Ines. Kulihat mata Ines memejam sebagian dikala dalam merasakan puncaknya. Sesudah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku pelan-lahan mengendur. Kelopak matanya malah membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding no noknya pada kon tolku berangsur-cicil melemah, meski kon tolku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ines lalu kuletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Saya kembali menindih tubuh telanjang Ines dengan mempertahankan supaya kon tolku yang tertanam di dalam no noknya tak tercabut.

“Om… luar awam… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kata Ines dengan mimik wajah penuh kepuasan. kon tolku masih tegang di dalam no noknya. kon tolku masih besar dan keras. Saya kembali mendekap tubuh Ines. kon tolku mulai bergerak keluar-masuk lagi di no nok Ines, tapi masih dengan gerakan pelan. Dinding no nok Ines secara berangsur-cicil terasa mulai meremas-remas kon tolku. Terasa hangat dan nikmat. Tetapi kini gerakan kon tolku lebih lancar diperbandingkan dengan tadi. Pasti sebab adanya cairan yang disemprotkan oleh no nok Ines sebagian dikala yang lalu.

“Ahhh… om… seketika mulai lagi… Bertarungnya giliran om.. semprotkan peju om di no nok Ines.. Sssh…,” Ines mulai mendesis-desis lagi. Bibirku mulai memagut bibir Ines dan menggilas-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku turut menopang berat badanku, tangan kananku meremas-remas toket Ines serta memijit-mijit pentilnya, layak dengan melodi gerak maju-mundur kon tolku di no noknya. “Sssh… sssh… sssh… nikmat om, nikmat… Terus… teruss… terusss…,” desis Ines. Sambil kembali menggilas bibir Ines dengan kuatnya, saya mempercepat genjotan kon tolku di no noknya. Enak adanya cairan di dalam no nok Ines, keluar-masuknya kon tol malah diiringi oleh bunyi, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Ines tak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ”

kon tolku kian tegang. Kulepaskan tangan kananku dari toketnya. Kedua tanganku sekarang dari ketiak Ines menyusup ke bawah dan memeluk punggungnya. Tangan Ines malah memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Saya malah mengawali serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kon tolku ke dalam no nok Ines kini berlangsung dengan kencang dan bertenaga. Tiap-tiap kali masuk, kon tol kuhunjamkan keras-keras supaya menikam no nok Ines sedalam-dalamnya. kon tolku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding no nok Ines. Hingga di langkah terdalam, mata Ines membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan terbendung, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya hingga berbunyi: plak! Di dikala bergerak keluar no nok, kon tol kujaga supaya kepalanya konsisten tertanam di lobang no nok.

Remasan dinding no nok pada batang kon tolku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir no nok yang mengulum batang kon tolku malah sedikit turut berminat keluar. Pada gerak keluar ini Ines mendesah, “Hhh…” Saya terus menggenjot no nok Ines dengan gerakan kencang dan menghentak-hentak. Tangan Ines meremas punggungku kuat-kuat di dikala kon tolku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang no noknya. Tapi daging pangkal paha memunculkan bunyi: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kon tolku dan no nok Ines memunculkan suara srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada hal yang demikian diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil Ines:

“Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” kon tolku terasa empot-empotan luar awam. “Nes… Nikmat sekali Nes… no nokmu nikmat sekali… no nokmu hangat sekali… jepitan no nokmu nikmat sekali…”


“Om… terus om…,” rintih Ines, “nikmat om… enaaak… Ak! Hhh…” Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kon tolku. Gatal yang nikmat sekali. Saya malah mengocokkan kon tolku ke no noknya dengan kian kencang dan kerasnya. Tiap-tiap masuk ke dalam, kon tolku berupaya menikam lebih dalam lagi dan lebih kencang lagi diperbandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa nikmat yang luar awam di kon tol malah kian menghebat. “Ines… saya… saya…” Sebab membendung rasa sedap dan gatal yang luar awam saya tak cakap menuntaskan ucapanku yang memang telah terbata-bata itu. “Om, Ines… berkeinginan nyamper lagi… Ak-ak-ak… saya nyam…”

Tiba-tiba kon tolku mengejang dan berdetak dengan sungguh-sungguh dahsyatnya. Saya tak cakap lagi membendung rasa gatal yang telah menempuh puncaknya. Tetapi pada dikala itu juga tiba-tiba dinding no nok Ines mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan nikmat sekali itu, saya tak cakap lagi membendung jebolnya bendungan dalam alat kelaminku. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kon tolku terasa disemprot cairan no nok Ines, beriringan dengan pekikan Ines, “…nyampee…!” Tubuh Ines mengejang dengan mata membeliak-beliak. “Ines…!” saya melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ines sekuat-kuatnya. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang tahapan. Pejuku malah tidak tertahan lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejuku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding no nok Ines yang terdalam. kon tolku yang terbenam segala di dalam no nok Ines terasa berdetak-detak.


Sebagian dikala lamanya saya dan Ines terdiam dalam situasi berpelukan erat sekali. Saya menghabiskan sisa-sisa peju dalam kon tolku. Cret! Cret! Cret! kon tolku menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam no nok Ines. Aku ini semprotannya lebih lemah. Pelan-lahan bagus tubuh Ines ataupun tubuhku tak mengejang lagi.

Saya menciumi leher mulus Ines dengan lembutnya, sementara tangan Ines mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Saya merasa puas sekali sukses ngen totin Ines.

No comments:

Post a Comment