Tuesday, July 24, 2018

Cerita Sex Liar Pengalaman Ngentot Dengan Om Sendiri

Ketika tersebut rumah memang sedang sepi, melulu Oom Win dan aku saja yang terdapat di rumah. Kedua orang tuaku sedang berlibur ke Bali dan kakak-kakakku yang telah berkeluarga telah pindah ke beda kota. Pembantu-Pembantu juga tidak ada sebab memang saat tersebut hari lebaran.


Sambil malas-malasan, aku menyaksikan televisi sendirian sebab Oom Win pun belum kembali malam itu, jadi sekalian saja menantikan Oom Win (yang katanya akan membawa temannya malam itu). Sebetulnya aku agak kesal dengan berita tersebut karena aku bercita-cita Oom Win bisa melakukan pekerjaan “rutin” kami yang biasa kami kerjakan sejak aku berumur 16 tahun.

Bunyi bel di pintu memecah konsentrasiku pada acara televisi, dan aku juga sudah memprediksi bahwa tersebut pasti Oom Win beserta temannya yang terdapat di luar pintu.

“Malam, Oom”
“Malam Anna, ini kenalkan rekan Oom Adeel”

Teman Oom Win ternyata ialah seorang keturunan Pakistan-Cina dengan tampang yang notabene diatas rata-rata. Tubuhnya tegap, dadanya bidang dan perawakannya yang cukup tinggi sudah mendapatkan simpatiku.

“Anna, Adeel ini jago pijat lho”
“Anna kagak capek kok Oom, jadi kagak usah dipijat” sahutku seraya memasang tampang kesal di depan kedua orang itu.
“Anna, kamu tidak boleh gitu dong sama rekan Oom. Dia sengaja Oom undang malam ini guna memijatmu sebab Adeel bukan pemijat biasa, dia berpengalaman kecantikan”

Setelah mendengar ucapan-ucapan kecantikan yang ternyata lumayan ampuh untuk mengolah pikiranku, aku juga setuju guna dipijat oleh Adeel.

“Adeel, anda mandi dulu deh setelah tersebut giliranku”

Dan sekitar Adeel mandi, Oom Win menjelaskan kepadaku bahwa Adeel ialah seorang pemijat professional yang bisa mempercantik pasien-pasien nya, dan kepiawaiannya telah tidak sedikit terbukti.

“Ok deh, Oom. Anna inginkan dipijat oleh Adeel dengan kriteria nanti malam Oom inginkan melakukan pekerjaan “rutin” kita”
“Iya, Anna, Oom janji”

Setelah berlalu mandi, Adeel melulu mengenakan celana training seraya bertelanjang dada.

“Adeel, anda mulai saja pijatnya. Aku mandi dulu,” kata Oom Win.

Dengan tampang masih kesal aku pun mengarah ke ke kamar Oom win yang ternyata sudah secara diam-diam dipersiapkan guna pijat malam ini. Kamar tersebut telah dilengkapi dengan lilin-lilin yang diatur rapi berderet diseluruh dinding ruangan; tidak lupa pun minyak tradisional untuk kebutuhan pijat.

Lumayan pun selera Oom Win, begitu pikirku. Kami juga masuk dan tidak mempedulikan pintu tidak banyak terbuka sebab memang tidak terdapat orang beda lagi di rumah tersebut yang bakal menganggu pekerjaan kami. Adeel merengkuh pinggangku seraya menuntunku ke lokasi tidur Oom Win yang lumayan lebar.

“Anna, saya hanyalah seorang pemijat, dan bila kamu tidak keberatan, saya bakal pijat anda dalam suasana bugil”

Adeel juga meninggalkan aku memberi aku waktu guna bersiap-bersiap sedangkan dia menantikan di luar kamar Oom Win. Dengan perasaan heran namun demi mengisi janji Oom Win dan menginginkan bahwa aku bakal mendapat kepuasan dari Oom Win malam ini, aku juga cuek saja dan langsung mencungkil semua pakaianku dan memungut handuk guna menutupi unsur pinggulku saat berbaring tengkurap.

Karena menantikan Adeel terlampau lama, aku juga tertidur (karena keadaan ruangan yang gelap temaram tersebut juga menyokong kantukku).

Setelah Adeel memijatku sejumlah lama, tenyata tanpa kusadari Oom win yang setelah berlalu mandi melulu mengenakan kimono saja, duduk di kursi sambil menyaksikan Adeel yang sedang memijatku. Ketika aku terbangun, kurasakan lembutnya tangan Adeel memijat-memijat kepalaku dan memang kuakui pijatannya professional sekali. Minyak yang digunakannya pun terasa segar di tubuh dan berbau enak.

Adeel menata posisi tubuhku yang tengkurap sampai-sampai kedua tanganku direntangkan ke arah samping. Setelah memijat kepalaku, Adeel juga memijat leherku dan beranjak ke tanganku yang dibuka dari ujung-ujung jari. Kemudian tak sejumlah lama, konsentrasinya berpindah ke unsur samping tubuhku yang memang menantang sebab tanganku terentang ke samping. Pertama-Pertama dituangkan nya minyak ke unsur samping bahuku sampai-sampai cairan yang dingin menuruni susuku mengarah ke kea rah putingnya memang membuatku tersentak. Karena licinnya minyak itu, kadang-kadang tangannya mengena pentilku, dan tersebut membuatku semakin terangsang.

Setelah berlalu dengan pungguku, Adeel pun berpindah ke ujung-ujung jari kakiku, dan pelan-pelan naik ke pahaku. Ketika disingkapkannya handuk yang menutupi unsur pinggulku, aku pun merasakan rangsangan yang terasa paling erotis, mungkin sebab dengan begitu aku dapat memamerkan memekku ke orang yang baru kukenal. Pijitannya di pahaku dilakukannya tanpa menyentuh memekku yang telah mulai basah itu, dan tersebut membuatku tidak banyak kecewa.

Tetapi urusan yang tak kusangka-kusangka terjadi saat dia mulai tidak banyak demi tidak banyak menuangkan minyak ke belahan pantatku, otomatis aku menggelinjang dan meregangkan selangkanganku. Sebelum aku sempat untuk beranggapan lebih jauh, Kedua tangannya yang bertumpuk satu sama beda telah merangkum semua memekku dan memijat-memijat nya. Kedua tangannya masuk lebih dalam guna memijat perutku sampai-sampai otomatis pergelangan tangannya yang memang sarat minyak tersebut mengurut-mengurut memekku dan kelentitku. Perasaan yang kurasakan luar biasa sebab gerakan tersebut sekaligus menciptakan pusarku geli dan memekku laksana diusap-diusap.

Pelan tetapi pasti, Adeel mengembalikan badanku, dan langsung saja tangannya mengarah ke ke payudaraku dengan pentil-pentil nya yang telah mencuat tanda aku memang telah terangsang hebat. Gerakan tangannya yang berputar-berputar tersebut ternyata tidak menyentuh pentilku sama sekali, dan tersebut membuatku semakin memajukan dadaku ke arahnya berharap supaya Adeel segera menyentil puncaknya yang telah tidak dapat menantikan lebih lama lagi guna disentuh. Adeel juga tersenyum sebab aku yakin bahwa dia juga tahu bila aku hendak pentilku disentuhnya. Tak lama kemudian, harapanku menjadi kenyataan, namun bukan dengan jari-jari nya, Adeel menempatkan telapak tangannya yang telah licin tersebut tepat diatas kedua pentilku.


Dengan gerakan memutar-memutar, Adeel “memijit” pentilku, semakin lama gerakannya semakin cepat dan semakin mengurangi susuku. Dengan berakhirnya gerakan tersebut pula aku mencungkil eranganku yang kesatu tanda aku menjangkau orgasmku yang kesatu. Bukannya menghentikannya, Adeel malahan menyentil-menyentil pentilku dengan ujung-ujung jarinya, dan sesudah pentilku menjadi keras kembali, Adeel memasang perangkat perangsang berbentuk lingkaran di kedua pentilku. Ternyata alat tersebut dapat membuatku terangsang terus-menerus terlebih saat aku bergerak-bergerak, terasa perangkat yang laksana cincin tersebut memberikan kegelian yang paling di ujung pentilku sampai-sampai kedua puncak tersebut tetap mencuat keras.

Pelan tetapi pasti, pijatannya berpindah kea rah perutku dan Adeel mulai menjilat-menjilat pusarku yang ternyata amat memicu birahiku. Kembali kurasakan cairan hangat mengalir melewati memekku yang tentu telah berkilat-berkilat sebab banyaknya lendir yang keluar. Lama kelamaan, pijatannya turun ke unsur dibawah pusar dengan gerakan memutar, dan gerakan tersebut menambah banyaknya cairan yang terbit sampai kesudahannya aku menjangkau orgasme yang kedua. Betapa hebatnya pijatan-pijatan Adeel ini yang ternyata tanpa disetubuhi juga aku dapat mendapatkan orgasme sampe dua kali.

Ketika aku belum reda dengan orgasmeku yang kedua kalinya, Adeel membuka selangkanganku lebar-lebar dan merekahkan kedua bibir memekku dengan tangan kirinya. Kemudian dengan telapak tangan kanannya (ke empat jari-jarinya), dia mulai menepuk-menepuk pussyku yang terpampang lebar di depannya. Gerakan-Gerakan itu berawal dengan pelan, dan masing-masing kali “tamparan” nya tentang bibirku yang telah basah itu, aku tersentak-tersentak antara rasa kaget dan erotis.

Akhirnya, pukulan-pukulan kecil itu meningkat keras dan cepat seiring dengan aku menemukan sensasi yang spektakuler di rondeku yang ketiga. Aku orgasme hebat diselingi erangan-erangan saat tamparannya tentang memekku dengan cairan kentalnya yang mengalir deras hingga ke bongkahan pantatku.

Kemudian Adeel memasangkan sebuah alat yang mengherankan sekali di pinggangku, berupa sabuk dengan penis produksi yang berukuran sedang dengan permukaannya yang diisi tonjolan-tonjolan yang tidak sama besarnya maupun tingginya. Keseluruhan alat tersebut berbentuk laksana ikat pinggang dengan celana dalam yang dilengkapi dengan penis mencuat kea rah dalam. Setelah agak reda, Adeel memberiku segelas air putih sambil menantikan sampai aku agak tenang kembali, dan pelan-pelan memasukkan penis tersebut ke dalam lubang memekku dan memasangkan strap-strapnya ke pinggangku. Adeel pun mengganjal pinggangku dengan tumpukan bantal sampai-sampai penis tersebut yang sudah dilumuri lubricant, bisa dengan gampang masuk ke lubang memekku.

Alat yang mengherankan itu ternyata mempunyai remote control yang tidak terhubung dengan kabel sampai-sampai tidak merepotkan pemakainya. Setelah dirasanya lumayan siap, Adeel melebarkan kakiku dengan memekku yang sudah tertancap penis palsu itu. Kemudian, dia mengurangi tombol di remote control yang ternyata mengakibatkan alat tersebut bergerak memutar pelan-pelan seakan-seakan menggaruk rahimku. Dan oleh gerakan itu, maka semua dinding rahimku kegelian.

“Argh, argh, hmph hmph..”
“Enak kan, Anna?”
“Oh, perangkat biadab, oh, oh, oh”

Di tengah-tengah permainan itu, Adeel meningkatkan getaran-getaran kecil di alat tersebut sehingga aku merasa melambung dibuatnya. Alat tersebut ternyata bisa pula menerbitkan cairan dari unsur ujungnya, sampai-sampai rahimku terasa disemprot-disemprot oleh cairan yang seolah-seolah terasa laksana cairan air mani.

“Oh, oh, Adeel, Anna telah mau keluar”

Dan seketika tersebut Adeel menghentikan perangkat itu, dan terlihat sekali di wajahku rasa kecewa yang amat sangat.

“Please Adeel, Anna mau, Anna nggak tahan Adeel, gerak-gerak in lagi Adeel”

Bukannya menurutiku, Adeel melulu senyum-senyum sendiri melihatku, dan aku juga tidak tahan akhirnya melulu memegang-memegang kelentitku saja. Tiba-Tiba Adeel mengulurkan tangannya, dan mengajakku guna berdiri.

“Aku bakal turuti permintaanmu andai kamu mau mengerjakan syaratnya”
“Please, Adeel apa aja bakal aku lakuin”
“Kamu mesti berjalan-berjalan di luar kamar ini dengan perangkat itu”
“Siapa takut, namun please Adeel, telah tanggung tadi”

Karena cincin yang masih terpasang di pentil-pentil ku bergoyang-bergoyang masing-masing kali aku bergerak, maka aku juga mulai terangsang lagi. Kemudian aku juga melangkah terbit kamar dan mulai berjalan-berjalan. Tiba-Tiba kurasakan alat tersebut kembali beroperasi mengorek-mengorek isi rahimku, kakiku juga menjadi lemas sebab sensasi yang kurasakan lebih hebat dengan posisi tubuhku yang berubah-berubah dan kedua kaki ku yang tetap kupaksakan melangkah meningkatkan rangsangan di kelentitku dan memekku.

“Adeel, Anna tidak kuat berlangsung lagi, oh please” seraya berjalan terseok-terseok aku juga merintih-merintih.
“Ayo anda teruskan atau alat tersebut kuhentikan”

Akhirnya aku melulu dapat menuruti keinginan Adeel guna terus berjalan-berjalan dengan perangkat yang semakin dasyat mengorek-mengorek rahimku dengan tonjolan-tonjolan nya itu. Ketika aku menjangkau orgasmeku, Aku juga terjatuh lemas di sofa.

Kemudian, Adeel menghentikan alat tersebut tepat saat aku menjangkau orgasmeku dan dengan hati-hati dia merapikan alat tersebut melepaskan nya dari pinggangku. Aku juga terkulai lemah untuk sejumlah saat sebelum Adeel kesudahannya membopongku ke dalam kamar Oom Win dan merentangkan kedua pahaku guna siap dimainkan oleh penis asli kepunyaan Oom Win yang telah berdiri tegak mencuat itu.

“Thank you banget, Adeel, aku sangat merasakan permainan ini. Sekarang anda boleh pulang,” kata Oom Sam seraya memberi Adeel sebanyak uang.
“Oom, Anna telah nggak powerful lagi Oom,” dengan tampangku yang telah pasrah demi menyaksikan kemaluan Oom Win yang telah berdiri.
“Oom melulu memenuhi janji Oom, Anna”

Malam itu, kesudahannya aku tertidur kecapaian sesudah mendapatkan empat kali orgasme lagi dengan Oom Win dari sekian banyak  posisi. Keesokan harinya, aku terbangun dengan posisiku yang mengangkang lebar menantang.

No comments:

Post a Comment