Aku dan suami telah pindah kerumah kami sendiri. Kami baru pindah ke suatu kompleks kompleks yang masih paling baru. Belum tidak sedikit penghuni yang menempatinya, malahan di gang rumahku (yang terdiri dari 12 rumah) baru 2 lokasi tinggal yang ditempati, yakni rumahku dan lokasi tinggal Pras. Rumah Pras melulu berjarak 2 lokasi tinggal dari rumahku. Karena tidak terdapat tetangga yang lain, Pras jadi cepat sekali akrab dengan suamiku.
Aku dan Winda, istri Pras jadi seperti kawan lama, kebetulan kami seumuran. Hampir tiap hari kami saling curhat mengenai apa saja, tergolong soal seks. Biasa kami mengobrol di teras depan lokasi tinggal Winda bila sore seraya Winda menyuapi Aria, anak mereka. Aku tidak cukup “happy” soal hal ranjang ini dengan suamiku. Bukannya suamiku terdapat kelainan, namun dia senangnya tembak langsung tanpa pemanasan dahulu, paling konservatif tanpa variasi dan paling egois. Begitu telah ngecret ya sudah, dia tidak peduli dengan aku lagi. Sehingga aku paling jarang menjangkau kepuasan dengan suamiku. Sebaliknya Winda bercerita bila dia paling “happy” dengan kehidupan seksnya. Pras nyaris selalu dapat memberikan kepuasan untuk istrinya. Kami saling berbagi kisah dan kadang sangat rinci malah. Sering aku secara terbuka mengaku iri pada Winda dan melulu ditanggapi dengan tawa terkekeh2 oleh Winda.
Jum’at petang tersebut kebetulan aku sendirian di rumah. Terdengar ketukan di pintu seraya memanggil2 nama suamiku.Aku membukakan pintu. “Eh .. Mas. Masuk Mas,” sapaku ramah. Aku baru berlalu mandi sampai-sampai tanpa make up dengan rambut yang masih basah tergerai sebahu. Aku mengenakan daster batik mini warna hijau tua dengan belahan dada rendah, tanpa lengan yang memeperlihatkan pundak dan lengan yang putih dan paling mulus. “Nnng … suamimu mana Sin?” “Wah ke luar kota Mas.” “Tumben Sin dia tugas luar kota. Kapan pulang?” “Iya Mas, kebetulan terdapat acara promosi, jadi dia mesti ikut, hingga Minggu baru pulang.
Mas Pras ada butuh ama suamiku?” “Enggak kok, cuman pengin ngajak catur aja. Lagi kesepian nih, Winda ama Aria nginep dirumah ibunya.” “Wah kalo cuman main catur ama Sintia aja Mas.” “Emang Sintia dapat catur?” “Eit tidak boleh menghina Mas, biar Sintia cewek belum pasti kalah lho ama Mas.” kata ku seraya tersenyum. “Ya bolehlah, aku pengin menjajal Sintia,” katanya dengan nada agak nakal.Aku melulu tersenyum membalas godaanku. Aku membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan dia duduk di kursi tamu. “Sebentar ya Mas, Sintia ambil minuman. Mas susun dulu caturnya.”
Aku melenggang ke ruang tengah. Pas aku melangkah sambil membawa baki yang mengandung 2 cawan teh dan sepiring kacang goreng kegemarannya dan suamiku bila lagi main catur, dia sedang merangkai biji2 catur dipapannya. Aku membungkuk menempatkan baki di meja, mau enggan belahan dada dasterku tersingkap dan menyingkap dua bukit toketku yang putih dan paling padat. Aku tidak menggunakan bra. Kemudian aku duduk di kursi sofa di seberang meja. “Siapa jalan duluan Mas?” “Sintia kan putih, ya jalan duluan dong,” jawabnya. Beberapa ketika kami mulai asik menggerakkan buah catur. Aku memperlihatkan bahwa aku lumayan menguasai permaian ini. Beberapa kali tahapan ku menciptakan dia mesti beranggapan keras. Tapi aku juga kerepotan dengan langkahnya.
Beberapa kali aku mesti memutar otak. Kadang2 aku menunduk di atas meja yang rendah tersebut dengan kedua tanganku bertumpu di pinggir meja. Posisi ini pasti saja menciptakan belahan dasterku tersingkap lebar dan kedua toketku yang aduhai tersebut menjadi santapan lunak kedua matanya. Satu dua kali dalam posisi seperti tersebut aku mengerling kepadanya dan memergoki dia sedang merasakan toketku. Aku tidak mempedulikan matanya menjelajahi toketku sampai-sampai aku sama sekali tidak mengupayakan menutup daster dengan tanganku. “Cckk cckk cckk Sintia memang hebat, aku ngaku kalah deh.” “Ah dasar Mas aja yang ngalah dan nggak serius mainnya. Konsentrasi dong Mas,” jawab ku seraya tersenyum menggoda. “Ayo main lagi, Sintia belum puas nih.” kataku rada genit.
Kami main lagi, permainan berlangsung lebih seru, sampai-sampai suatu saat saat sedang berpikir, tanpa sengaja tanganku menjatuhkan biji catur yang telah “mati” ke lantai. Dengan mata masih menatap papan catur aku mengupayakan mengambil biji catur tsb dari lantai dengan tangan kananku. Rupanya dia pun melakukan urusan yang sama, sampai-sampai tanpa sengaja tangan kami saling bersenggolan di lantai. Entah siapa yang memulainya, namun kami saling meremas lembut jari tangan di sisi meja seraya masih duduk di kursi masing2. Aku menyaksikan ke arah nya. dia masih dalam posisi duduk menunduk . Jari tangan kirinya masih terus meremas jari tangan kananku.
Dia menjulurkan kepalaku dan menghirup dahi ku dengan paling mesra. Aku tidak banyak terperanjat dengan langkahnya, tapi melulu sepersekian detik saja. Aku melenguh pelan, “oooohhh …”Dia tak menyia-nyiakan peluang ini. Dia mengkulum lembut bibir ku seraya tangan kanannya melingkar di belakang leherku. Aku menyambutnya dengan mengulum balik bibirnya. Kami saling berciuman dengan posisi duduk berseberangan diberi batas oleh meja. Kuluman bibirnya ke bibirku pulang menjadi lumatan. Bibirku disedot pelan, dan lidahnya mulai menyeberang ke mulutku. Aku juga menyambutnya dengan permainan lidahku.
Merasa tidak nyaman dalam posisi ini, dia lepaskan ciumannya. Dia bangkit berdiri, berlangsung mengitari meja dan duduk di sisi kiri ku. Belum sedetik dia duduk aku telah memeluknya dan bibirnya pulang melumat kedua bibirku. Lidahnya terus mengembara seluruh isi mulutku sepanjang yang dapat dia lakukan. Aku pun enggan kalah bereaksi. Harus aku akui bahwa aku belum pernah berciuman begini hot, bahkan dengan suamiku sekalipun. Dia menciumi sisi kiri leher ku yang putih jenjang. Rintih kegelian yang terbit dari mulut ku dan bau sabun yang harum semakin memompa semangatnya. Ciumannyabergeser ke belakang telinga ku, seraya sesekali menggigit lembut cupingnya. Aku semakin menggelinjang sarat kegelian bercampur kenikmatan. “Aaahhhh … aaaahhhhh,” aku mengerang pelan. Dia merangkul leherku dengan lengan kanannya.
Tangan kanannya mulai menelusup di balik dasterku dan merayap pelan mengarah ke puncak toket ku yang sebelah kanan. Toketku memang paling padat. Bentuknya sempurna, ukurannya lumayan besar sebab tangannya tak dapat mengangkup seluruhnya. Jari2nya mulai menari di dekat pentil ku yang telah tegak menantang. Dengan jempol dan telunjuknya dia memelintir lembut pentilku yang mungil itu. Aku pulang menggelinjang kegelian. Aku menolehkan wajah ke kiri dengan mata yang masih terpejam. Dia melumat bibirku. Kami pulang berciuman dengan panasnya seraya tangannya terus bergerilya di toket kananku. Ciumannya semakin buas dan sesekali menggigit lembut bibirku.
Tangan kirinya digerakkan ke paha kiri ku yang mulus. Lambat tetapi pasti, belaian tangan diarahkannya semakin keatas mendekati pangkal pahaku. Ketika jarinya mulai menyentuh cd ku di dekat no nokku, dia menghentikan gerakanku. Tangan kirinya pulang diturunkan, dia mengelus lembut pahaku mulai dari atas lutut. Gerakan ini diulang sejumlah kali seraya tangan kanannya masih memelintir pentil kanan ku dan mulut kami masih saling berpagutan.
Ciumannya semakin mengganas. Dia juga mulai meraba no nokku yang masih terbalut cd itu. no nokku berdenyut lembut . Dengan jari tengah tangan kirinya, dia mengurangi pelan tepat di tengah no nokku. Denyutan tersebut semakin terasa. “Aaahh … Mas… aahhh .. iya .. iya,” aku melenguh seraya sedikit meronta dan kedua tanganku menyingkap daster miniku serta menurunkan cdku hingga ke lutut. Serta merta matanya dapat menatap leluasa no nokku. Bukitnya menyembul indah, jembutku lumayan lebat. Di antara kedua gundukan no nokku tersebut terlihat celah sempit yang kentara sekali berwarna merah kecoklatan.
Kemudian jari2 tangan kirinya mulai mengelus semak2 yang terasa paling lembut itu. Aku bereaksi terhadap belaiannya dengan menciumi leher dan telinga kanannya. Aku semakin erat memeluknya. Tangan kanannya dari tadi tak berhenti meremas2 toket ku yang paling mengandung itu. Jari2nya mulai mengelus lembut no nokku yang paling halus itu. Perlahan dia menyisipkan jari tengah kirinya di celah no nokku. Aku rasakan tidak banyak lembab dan agak berlendir. Dia menyusup lebih dalam lagi hingga dia mengejar it ilku yang paling mungil . Dengan gerakan memutar lembut dia mengelus it ilku. “Ahhhh … iya … Mas .. ahhhh .. ahhhh.” Jari tengahnya ditekan tidak banyak lebih powerful ke it ilku, seraya digosokkan naik turun. Aku meresponsnya dengan membuka lebar kedua pahaku, tetapi gerakanku terhalang cd yang masih bercokol di kedua lututku.
Sejenak ia menghentikan gosokan jarinya, dia memakai tangan kirinya guna menurunkan cdku. Aku menolong dengan mengusung kaki kiriku sampai cdku terlepas dan melulu menggantung di lutut kanan ku. Gerakan ku telah tak terhalang lagi. Dengan leluasa aku membuka lebar kedua pahaku. Jarinya kini leluasa mengembara seluruh no nokku yang sudah paling licin berlendir itu. Dia menggosok2 it il ku dengan lebih kuat seraya sesekali mengelus ujung no nokku dan digesek keatas kearah it ilku. Aku menggelinjang semakin hebat. “Aaaaaahhhhh …. Mas .. Mas ….. ahhhhh .. terus … ahhhhh,” pintaku seraya merintih. Intensitas gosokannya semakin dia tingkatkan. Dia mulai mengorek unsur luar lubang no nokku. “Iya … ahhh … iya .. Mas …”
Aku melulu tergolek bersandar di sofa yang lunak itu. Kepalaku terdongak kebelakang, mataku tertutup rapat. Mulutku tersingkap lebar seraya tak henti menerbitkan erangan sarat kenikmatan. Tanganku terkulai lemas tak lagi memeluknya. Tangan kanannya pun telah berhenti bekerja sebab merangkul aku dengan erat supaya aku tidak melorot ke bawah. Daster ku telah terbuka hingga keperut, menyingkap kulit yang paling putih mulus tak bercacat. Cdku masih menggantung di lutut kananku. Pahaku mengangkang maksimal. Jarinya masih menari-nari di semua bagian luar no nokku.
Dia sengaja belum menyentuh unsur dalam no nokku. Aku kini menggeleng2 kepala ke kiri kanan dengan liar. Rambut basahku yang telah mulai kering tergerai acak2an. “Mas … Mas …. ahhhhh …. enak …. ahhhh nggak tahaaann .. ahhhh.” Aku sudah nyaris mencapai puncak kesenangan birahiku. Dengan lembut dia mulai menusukkan jari tengahnya ke dalam no nokku yang sudah paling basah itu. Dia menyorongkan sampai semua jarinya tertelan no nokku yang lumayan sempit itu. Dia tarik perlahan seraya sedikit dibengkokkan keatas sampai-sampai ujung jarinya menggesek lembut dinding atas no nokku. Gerakan ini dilakukannya berulang kali, masuk lurus terbit bengkok, masuk lurus terbit bengkok, begitu seterusnya. Tak hingga 10 kali gerakan ini, tubuhku menjadi kaku, kedua tanganku memegang erat erat pinggiran sofa. Kepalaku semakin mendongak kebelakang. Mulutku tersingkap lebar. Gerakannya dipercepat dan ditekan lebih dalam lagi. “Aaaaaahhhhhhhhhh.”
Aku melenguh dalam satu tarikan nafas yang panjang. Tubuhku tidak banyak menggigil. Aku dapat merasakan jari tangannya kian terjepit kontraksi otot no nokku, dan bersamaan dengan tersebut cairan no noktku mengguyur jarinya. Aku sudah nyampe. Dia tidak menghentikan gerakan jarinya, melulu sedikit meminimalisir kecepatannya. Tubuh ku masih menggigil dan menegang. Mulutku tersingkap tapi tak terdapat suara yang terbit sepatahpun, melulu hembusan nafas powerful dan pendek2 yang terbit lewat mulutku. Kondisi demikian dilangsungkan selama sejumlah saat. Kemudian tubuh ku berangsur melemas, dia juga memperlambat gerakan jarinya hingga akhirnya dengan paling perlahan dia cabut dari no nokku.
Mata ku masih terpejam rapat, bibirku masih tidak banyak ternganga. dengan lembut dan pelan dia mendekatkan bibirnya ke mulut ku. Dia menghirup mesra bibirku yang sensual itu. Akupun menyambut dengan tak kalah mesranya. Kami berciuman bak sepasang kekasih yang saling jatuh cinta. Agak bertolak belakang dengan ciuman yang menggelora laksana sebelumnya. “Nikmat Sin?” dengan lembut dia berbisik di telinga ku. “Mas … ah … Sintia belum pernah merasakan kesenangan seperti tadi ..sungguh Mas. Mas paling pinter … Makasih Mas … Winda sungguh beruntung punya suami Mas.” “Aku yang beruntung Sin, dapat memberi kepuasan untuk wanita secantik dan semulus kamu.” “Ah Mas dapat aja … Sintia jadi malu.”
Akhirnya aku sadar bakal kondisiku ketika itu. Dasterku awut2an, pahaku masih tersingkap lebar, dan cdku tercantol di lututku. Aku segera duduk tegak, menurunkan dasterku sehingga memblokir pangkal pahaku. Akhirnya aku bangkit berdiri. “Sintia inginkan cuci dulu Mas.” “Aku ikut dong Sin, ntar aku cuciin,” dia menggodaku. “Ihhh Mas genit.” Sambil berbicara demikian aku menggamit tangannya dan menariknya ke kamarku. Sampai di kamarku dia berkata: “Aku copot pakaianku dulu ya Sin, biar nggak basah.” Aku tidak berbicara apa2 namun mendekatinya dan menolong melepas kancing celananya semantara dia mencungkil kaosnya.
Dia lantas melepaskan pun celananya dan melulu memakai cd saja. Aku melirik ke arah cdnya. Tampaknya kon tolnya yang besar dan panjang (dibandingkan dengan kon tol suamiku yang kecil) telah menegang. Dia maju selangkah dan mengusung ujung bawah dasterku hingga keatas dan aku mengusung kedua tangannya sampai-sampai dasternya gampang terlepas. Dia terlihat mengagumi tubuhku. Toket yang dari tadi melulu diraba kini terpampang dengan jelas di hadapannya. Bentuknya bundar kencang, lumayan besar, namun masih proporsional dengan ukuran tubuh ku yang sexy itu. Pentilku paling kecil bila dibanding ukuran bukit toketku. Warna pentilku coklat agak tua, sungguh kontras dengan warna kulit ku yang begitu putih.
Perut ku sungguh kecil dan rata, tak terlihat sedikitpun timbunan lemak disana. Pinggulku sungguh estetis dan pantatku paling sexy, padat dan paling mulus. Pahaku paling mulus dan padat, betisku tidak terlalu besar dan pergelangan kakiku paling kecil. “Mas culas … Sintia udah telanjang namun Mas belum buka cdnya.” Tanpa menantikan reaksinya, aku maju selangkah, agak menunduk dan memelorotkan cdnya. Dia menolong dengan melangkah terbit dari cdnya. kon tolnya yang sejak tadi telah berdiri tegak langsung menyentak. Besar dan panjang, mengangguk2 saking kerasnya. Kami berdua berdiri berhadapan seraya bertelanjang bulat saling memandangi. Tak tahan menyaksikan tubuh molek ku, dia maju langung mendekap tubuhku erat. Kulit tubuhku langsung bersentuhan dengan kulit tubuh nya tanpa sehelai benangpun yang menghalangi. “Kamu cantik dan seksi sekali Sin.” “Ah Mas ngeledek aja.” “Bener kok Sin.”
Sambil berbicara demikian dia merangkul aku kemudian masuk ke kamar mandi. Dia menyemprotkan tidak banyak air dengan shower ke no nokku yang masih berlendir itu. Kemudian dia mendekap ku dari belakang dan menyabuni semua permukaan no nokku dengan lembut. Aku suka dengan apa yang dia lakukan, aku merapatkan punggungku ke tubuhnya sampai-sampai kon tolnya menempel rapat ke pantatku. Dengan gerakan lambat dan tertata dia menggosok selangkangan ku dengan sabun. Aku mengimbanginya dengan mengggerakkan pinggulku seirama dengan gerakannya. Akhirnya selesai pun dia menolong ku membasuh selangkanganku dan mengeringkan diri dengan handuk. Sambil saling rangkul kami pulang ke kamar dan berbaring bersisian di lokasi tidur. Kami saling berdekapan dan berciuman sarat kemesraan. Dia meraba semua permukaan tubuh mulus ku, aku pun bertindak mengelus kon tolnya yang semakin menegang itu. Aku
ditelentangkan, lantas dia melorot mendekati kakiku. Dia mulai menciumi betisku, perlahan keatas ke pahalu yang mulus. Akhirnya mulutnya mulai mendekati pangkal pahaku. “Ahhhhh Mas …. ah .. tidak boleh .. nanti Sintia nggak tahan lagi .. ah.” Sekalipun aku berbicara “jangan” namun malah aku membuka kedua pahaku semakin lebar seakan menyambut baik serangan mulutnya itu. “Nikmati saja Sin …. aku akan menyerahkan apa yang tidak pernah diserahkan suamimu padamu.” Dia meneruskan jilatan dan ciumannya ke wilayah selangkangan ku yang telah menganga lebar. Bibir no nokku yang begitu tebal dan sensual. Perlahan dia mengkatupkan kedua bibirnya ke bibir no nokku. Sambil “berciuman” dia menjulurkan lidahnya mengorek ujung no nokku. “Ahhhh …. Mas … aaaaahhh .. please .. please.” Begitu mudahnya kata2ku berubah dari “jangan” menjadi “please”. Bibirnya digeser tidak banyak keatas sampai-sampai menyentuh it ilku yang berwarna pink. Perlahan dia menjulurkan lidahnya dan menjilatinya berkali2.
Aku membuka selangkanganku semakin lebar dan menekuk lututku serta mengusung pantatku. Dia segera memegang pantatku seraya meremasnya. Lidahnya semakin leluasa menari di it il ku. “Aaaaaahhhhhh …. enak Mas …. enak …. ahhhh .. iya …. ahhhh.” Hanya tersebut yang terbit dari mulut ku mencerminkan apa yang sedang kurasakan ketika ini. Dia semakin meningkatkan pekerjaan mulutnya, dia mengkatupkan kedua bibirnya ke it il ku yang begitu mungil, dia menyedot lambat2 benda sebesar kacang hijau itu. “Maaaaasss …. nggak tahaaaan … ahhhhh .. Maassss.” Dia mencungkil tangan kanannya dari pantat ku, lantas jari tengahnya kembali bertindak menggosok it ilku. Lidahnya dijulurkan mengorek semua lubang no nokku sejauh yang dia bisa. Tubuhku menegang sampai-sampai pantat dan selangkanganku semakin terangkat, kedua tanganku memegang erat kain sprei. “AAAaaaaahhhhh … maaaaassssssss.”
Bersamaan dengan erangan ku dia menikmati ada cairan hangat dan agak asin yang terbit dari no nokku dan langsung mengairi lidahnya. Dia menjulurkan lidahnya semakin dalam dan semakin tidak sedikit cairan yang dapat dia rasakan. Aku memberontak, segera unik dia mendekatiku. Tangan kanannya kupegang dan sentuhkan ke no nokku. Sambil terpejam, aku memeluknya dan langsung menghirup bibirnya yang masih belepotan dengan lendir kenikmatanku. Dia biarkan bibir dan lidahku menari di mulutnya menyapu seluruh sisa lendir yang terdapat disana. Jari tangannya tenggelam kedalam no nokku dan digerakkan masuk terbit dengan cepat. Tubuh ku pulang menggigil dan no nokku menerbitkan cairan lagi. Rupanya itu ialah sisa orgasmeku.
Kami masih berciuman hingga tubuh ku mulai melemas. perlahan dia mengusung tangan kanannya dari selangkanganku, mendekap ku dengan lembut. Bibirnya perlahan dicungkil dari genggaman mulut ku. Tubuh ku tergolek lemah seakan tanpa tulang. Mataku tidak banyak terbuka menatapnya mesra. Di bibirku tidak banyak menyungging senyum sarat kepuasan. “Mas …. tersebut tadi spektakuler Mas … Sintia belum pernah digituin … Mas hebat .. makasih Mas … Sintia hutang tidak sedikit ama Mas.” “Sin aku pun sangat senang kok dapat membuat Sintia puas laksana itu” seraya dia mengkecup lembut keningku. Mata ku bersinar penuh rasa terima kasih. Kami berbaring telentang berdampingan untuk sejumlah saat. kon tolnya masih tegang berdiri. Aku bangkit dari lokasi tidur dan berlangsung ke kamar mandi. Kali ini aku mencuci diriku sendiri. Dia tetap berbaring seraya mengenangkan keindahan yang baru aku alami. Tak berapa lama lantas aku pulang dan langsung berbaring di sampingnya. Mataku menatap lekat ke kon tolnya.
“Mas pengin diapain?” tanyaku manja. “Terserah anda Sin, seringkali ama suamimu gimana dong?” dia jajaki memancingku. “Biasa ya langsung dimasukin aja Mas. Sintia jarang puas ama dia.” “Oh … terus Sintia penginnya gimana?” “Ya kayak ama Mas tadi, Sintia puas banget. … Sintia pengin cium punya Mas boleh nggak?” “Emang Sintia belum pernah?” “Belum Mas,” agak jengah aku menjawab, “Suamiku nggak pernah mau.” “Ya silahkan bila Sintia mau.” Tanpa menantikan komando aku segera merangkak menunjukkan kepalaku mendekati selangkangannya. Aku pegang kon tolnya, kuamati dari dekat seraya sedikit mengerjakan gerakan mengocok.
Sangat kaku dan canggung, maklum baru kesatu melakukannya. “Ayo Sin ,, aku ngak apa2 kok. Kalau Sintia suka, lakuin apa yang Sintia mau.” Dengan sarat keraguan aku mendekatkan mulutnya ke kepala kon tolnya. Pelan2 kubuka bibirku dan memasukkan kepalanya kedalam mulutku. Hanya sampai sekedar leher lantas kusedot perlahan. Aku tetap melakukan tersebut untuk sejumlah saat tanpa perubahan. Dengan lembut dia memegang tangan kiriku. Dia menggenggam jemariku yang lentik dan ditariknya menghampiri ke mulutnya. Dia memegang telunjukku lantas dimasukkan ke dalam mulutnya. Dia menggerakkan masuk terbit dengan lambat seraya sesekali dijilat dengan lidahnya ketika jari lentikku masih dalam mulutnya. Aku segera paham bahwa dia sedang memberi “bimbingan” bagaimana seharusnya yang kulakukan.
Tanpa ragu aku mempraktekkan apa yang dia kerjakan dengan jariku. kon tolnya kumasukkan kedalam mulutku, lantas kepala kuangguk2kan sampai-sampai kon tolnya tergesek terbit masuk mulutku yang sensual itu. Sekalipun masih agak canggung namun dia mulai dapat merasakan “pelayanan” yang kuberikan. Semakin lama aku semakin tenang dan tidak kaku lagi. Kadang kumainkan lidahku di sekeliling kepala kon tolnya dalam mulutku. Sepertinya aku sendiri mulai dapat merasakan sensasi dari apa yang kulakukan dengan mulut dan lidahku. Aku mulai berani bereksperiman. Kadang kukeluarkan kon tolnya dari mulutku, menciumi batangnya lantas memasukkannya kembali. Sesekali aku melulu menghisap kepalanya seraya mengocok batangnya. “Gimana Sin rasanya?” “Mas… Sintia menikmati rangsangan yang luar biasa, kon tolnya Mas enak .. Sintia suka, besar – panjang lagi.” Dia bangkit berdiri di atas kasur seraya bersandar di dinding kepala ranjang. Aku langsung tahu mesti bagaimana.
Aku duduk bersimpuh dihadapannya dan pulang menghisap kon tolnya. Kepala tetap kugerakkan maju mundur. Dan kini aku menemukan teknik baru. Aku mengapit batang kon tolnya diantara kedua bibirku yang terkatup. Kemudian aku mengangguk2kan kepalaku. Batang dan kepala kon tolnya aku gesek dengan bibir tebalku yang terkatup. Dia menolong dengan menggerakkan pantatnya maju mundur. “Ohhh Sin …. mulutmu enak sekali … terus Sin.” “Mas suka? Winda tidak jarang ya giniin Mas ?” “Iya Sin …tapi aku lebih suka anda … bibirmu seksi sekali .. ooohhh Sin .. Winda pun suka .. isep bijiku dan jilati semuanya Sin .. ohhh.” Aku nggak inginkan kalah, segera kulepaskan kon tolnya dari mulutku dan mulai menjilati dan menghisap bijinya seraya mengocok kon tolnya. Dia mengelus rambut ku dan mengelus kepalaku. Aku suka sekali dan masih terus menggerayangi semua selangkangannya dengan lidahku.
Kemudian kami berganti posisi. Dia kembali istirahat telentang dan aku dimintanya merangkak diatasnya dengan posisi kepala terbalik. Kami di posisi 69. Aku segera mengulum kon tolnya, dia juga mulai menjilati no nokku. Dengan posisi ini no nokkusangat tersingkap dihadapannya dan dia lebih leluasa merasakan dengan bibir dan lidahnya. Dia menjilat dan hisap it il ku yang telah menantang dan jarinya mengorek no nokku. Sesekali dia menciumi bibir no nokku yang begitu merangsang. Akupun enggan kalah, aku mengerjakan segala teknik yang aku tahu terhadap kon tolnya. Aku mainkan gunakan lidah, kukocok seraya kuhisap, kumainkan kepala kon tolnya- mengitari dengan kedua bibirku. Sungguh nikmat sekali. Tak terlampau lama aku mulai menikmati bahwa aku telah tidak dapat menahan lagi. Pantatku mulai bergoyang limbung kegelian, tetapi dia menjilati terus it ilku seraya jarinya menusuk2 no nokku. Akhirnya aku sampai pun di puncak nikmatku. Tubuhku menegang, gerakan anggukan kepalaku seraya menghisap kon tolnya semakin menggila. Tubuhku gemetaran namun aku tetap tak rela melepas kon tolnya dari mulutku. Dia semakin giat menghirup it ilku dan mengorek no nokku dengan jarinya.
Tubuhku tiba2 mematung dan dia menikmati cairan hangat meleleh terbit dari no nokku. Dia langsung memblokir no nokku dengan mulutnya dan tidak mempedulikan cairan kenikmatanku mengairi lidahnya. Rasanya asin namun sama sekali tidak amis sampai-sampai dia tak ragu menelan cairan tersebut sampai tandas. Kemudian perlahan dia mulai lagi menciumi dan menjilati semua permukaan no nokku. Otot ku telah agak mengendur juga. Aku mulai lagi mengerjakan segala percobaan dengan mulut dan lidahku ke kon tolnya. Kami mulai lagi dari awal. Perlahan tetapi pasti, aku mulai memanjat lagi puncak kesenangan birahiku. Dia menangkupkan kedua tangannya ke bukit pantat ku dan mulai mengelus dan meremas lembut. Aku menanggapinya dengan sedotan panjang di kon tolnya. Lidahnya kembali mencari segala penjuru selangkangan ku. Beberapa saat lantas tubuh ku pulang gemetaran. Dia menghirup bibir no nokku dan menyorongkan lidahnya sedalam barangkali ke dalam no nokku yang merangsang. Dia pun mulai merasa bila pertahanannya mulai goyah dan bendungannya bakal segera ambrol.
Aku mempercepat gerakan kepalaku dan diapun menghisap kian kuat no nokku. Dia akhirnya telah tak kuat menyangga amarah pejunya dan …”Croooottsss crooots croots.” Peju hangatnya menyembur didalam mulut ku. Bagi sedetik aku agak kaget namun aku cepat tanggap. Aku segera mempercepat gerakan kepalaku seraya menelan semua pejunya. “Croots .. croots.” Sisa pejunya pulang menyembur, dan kali ini aku menyambutnya dengan hisapan powerful di kon tolnya, seakan hendak menyedot apa yang masih tersisa didalam sana. Dia menikmati nikmat yang luar biasa. Ekspresi kesenangan ini dia lampiaskan dengan semakin tak waras menjilati dan menyedot no nokku sampai-sampai aku pun sudah nyaris mencapai klimaks. Belaian lidahnya di no nokku menciptakan puncak tersebut semakin cepat tercapai. Akhirnya sekali lagi tubuh ku menegang dan cairan hangat pulang meleleh dari no nokku. Lidahnya pulang menerima siraman lendir kenikmatan tersebut yang segera ditelannya.
Beberapa ketika kemudian, dengan tak mau aku bangkit dan berbaring telentang disampingnya. kon tolnya, walaupun masih berdiri, tapi telah tidak setegak tadi. Aku memeluknya dengan manja dan kami berciuman dengan mesra. “Sin … gimana? .. puas? … sorry tadi aku nggak tahan terbit di mulut kamu.” “Sintia puas sekali Mas .. hingga dua kali gitu lho …. Sintia suka peju Mas … asin2 gimana gitu. Kapan2 boleh mohon lagi dong Mas.” Aku mulai berani mengungkapkan apa yang kurasakan. “Boleh aja Sin ,,, asal disisain bikin Winda .. hehehe,” Aku mencubit genit lengannya. “Ihhh … Mas … paling dapat deh … emang Mas tidak jarang gaya gituan dengan Winda?” “Enggak lah … ini baru kesatu dengan anda Sin.” “Ah Mas bohong ..
Winda kan sering kisah ke Sintia, katanya Mas pinter ngeseks. Makanya diam2 Sintia pengin main ama Mas.” “Udah kesampian kan keinginanmu Sin.” “Iya sih … namun Mas tidak boleh marah ya … Sintia tidak jarang bayangin anda main bertiga dengan Winda .. Mas inginkan nggak?” Dia kaget mendengar kemauan ku ini. Jujur saja aku tidak jarang berfantasi membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan dia dan Winda sekaligus. “Mau sih Sin .. namun kan nggak barangkali … Winda tentu marah besar.” “Iya ya … Winda kan orangnya agak alim.” Kami terus mengobrol hal2 demikian hingga kira2 10 menit. Kemudian dengan malas kami ke kamar mandi untuk mencuci diri. Di kamar mandi kami saling menyabuni dan saling mencuci tubuh kami. Dia jadi semakin mengagumi tubuh ku. Tak terdapat segumpal lemakpun di tubuhku dan semuanya padat berisi.
Setelah mengeringkan diri kami pulang ke atas ranjang dan berdekapan mesra. Sambil saling berciuman dia mulai menggerayangi tubuh molek ku, tak bosan2nya dia meremas dan mengelus toketku yang paling segar itu. Perlahan dia mulai menghujani leher dan pundak ku dengan ciuman. Tak hingga disitu saja, mulutnya mulai menuju dadaku. Toketku yang tegak mulai diciumi dan digigit2 lembut. Aku sangat menyenangi apa yang dia lakukan. “Ahhhh … iya Mas …. disitu Mas … ahhhhh Sintia terangsang Mas.” Lidahnya menjilati pentilku yang mungil dan keras itu. Aku semakin menggelinjang.
Tanganku menyusup ke bawah ke selangkangannya. Kupegang kon tolnya yang masih agak lemas. Kumainkan kon tolnya dengan jari2ku yang lentik. Mau enggan kon tolnya mulai hidup kembali. Aku dengan lembut mengocok kon tolnya. Sambil masih mengulum pentilku, tangan kanannya pulang bergerilya di wilayah no nokku. Jarinya dirapatkan dan ditekan ke bukit no nokku sembari digerakkan memutar. Aku pun menimpali dengan menggoyangkan pantatku dengan gerakan memutar yang seirama. “Mas …. aaahhhh Mas …. enak Mas … ahhh terus … iya.” Sambil mendesah aku unik pantatnya menghampiri ke kepalaku. Akhirnya dia terpaksa mencungkil hisapannya di pentilku dan duduk berlutut di sisiku.
Aku terus mengurangi pantatnya hingga akhirnya mulutku menjangkau kon tolnya yang telah tegak menantang. Tangan kirinya ditempatkan dibelakang kepalaku untuk menahan kepalaku yang agak terangkat. kon tolnya pulang kukulum dan kujilati. “Oooh Sin … enak Sin … aku suka Sin …” Diapun menggerakkan pantatnya maju mundur. Aku membuka lebar mulutku dan menjulurkan lidahku sampai-sampai kon tolnya meluncur masuk terbit mulutku tergesek lidahku. Sementara tersebut tangan kanannya terus mengurangi dan memutari no nokku. Kadang jarinya diselipkan ke celah no nokku dan mengelus it il ku. “Ahhh Mas … Sintia nggak tahan Mas … ahhhhh .. iya …aaahhhh.”
Dia segera merubah posisi. Kedua tangan ku ditaruh di belakang lututku dan membuka kedua lututku.Dia mengusung pahaku sampai-sampai no nokku menganga menghadap ke atas. Aku menyangga dengan kedua tangan di belakang lututku. Dia duduk bersimpuh di hadapan no nokku. kon tolnya diarahkannya ke no nokku yang telah menganga itu. Dia menusukan kepala kon tolnya ke no nokku dan dia tahan disana. Kemudian dengan tangan kanannya digerakkannya kon tolnya memutari mulut no nokku. “Maassss .. ahhhhh … nggak tahan … mari … ahhhhhh.” Dia sengaja tidak mau terlampau cepat menusukkan kon tolnya ke no nokku. Dia menggesek2an kepala kon tolnya ke it il ku. Aku semakin menggelinjang menyangga nikmat. Akhirnya tanggul ku bobol juga. Tak heran, dengan gosokan jari saja aku tadi dapat mencapai orgasme lagipula ini dengan kepala kon tolnya, pasti rangsangannya lebih dahsyat. “Aaaahhhhhhhhhhhhhh..ahhhhhhhhhhhhh Massssssss.” Rintihan tersebut sekaligus menandai melelehnya cairan jernih dari no nokku. Aku kembali merasakan puncak orgasme melulu dengan gosokan di it ilku.
Kali ini dia memasukkan batang kon tolnya seluruhnya kedalam no nokku. Dia berbaring telungkup diatas tubuh molek ku seraya menumpukan berat badannya di kedua sikunya. Dia menghirup lembut mulutku yang masih tersingkap sedikit. Aku menjawab ciumannya dan mengulum bibirnya. Dia tidak mempedulikan kon tolnya tenggelam dalam no nokku. Dia berbisik : “Sin … nikmat ya …” “Oh Mas … Sintia hingga nggak tahan … nikmat Mas ..” Perlahan dengan gerakan yang paling lembut dia mulai memompa batang kon tolnya ke dalam no nokku yang telah basah kuyup. Dia tahu aku pasti dapat orgasme lagi dan kali ini dia hendak merasakan semburan lumpur panas di batang kon tolnya. “Ayo Sin ….nikmati lagi … tidak boleh ditahan .. aku bakal pelan2.”
“Ahhhh .. iya Mas …. Sintia pengin lagi ..ahhhhh.” Masih dengan paling pelan dia memompa terus kon tolnya ke no nokku yang ternyata masih sempit guna ukuran perempuan yang telah menikah 2 tahun. Toketku yang menyembul tegak menggesek2 dadanya saat dia turun naik. Sungguh sensasi yang luar biasa. Sengaja dia menggesekkan dadanya ke toketku. “Aaaahhhhh … ahhhhhhh … iya … ahhhhh .. Sintia terangsang lagi Mas …iya …. .” Kali ini dia memompa tidak banyak lebih powerful dan cepat. Aku menanggapinya dengan memutar pantatku sampai-sampai kon tolnya rasanya laksana di peras2 dalam no nokku.
Gerakkan ku semakin liar, tanganku telah tidak lagi menyangga lututku namun memegang pantatnya dan menekannya dengan keras ke tubuhku. “Aaaaahhhhhh …. Mas ….. aaaahhhhhhh” Dia semakin kencang dan dalam memompa pantatnya. Mata ku telah terpejam rapat, kepalaku menggeleng2 binal ke kiri ke kanan laksana yang kulakukan di sofa tadi. Gerakanku semakin buas dan “Aaaaaaaaa.hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh ………” Aku melenguh panjang seraya menegangkan semua otot di tubuhku. Dia mengurangi dalam2 kon tolnya ke no nokku. Jelas dia menikmati aliran hangat di sekujur batang kon tolnya. Tubuh ku masih terbaring kaku. Dia juga menghentikan semua gerakannya seraya terus mengurangi no nokku dengan kon tolnya. Beberapa ketika sepertinya masa-masa terhenti. Tidak terdapat suara, tidak terdapat gerakan dari kami berdua. Dia memberi kesempatan untuk ku untuk merasakan klimaks yang barusan aku dapat.
Akhirnya badan ku mulai mengendur. Tanganku mengelus lembut kapalanya. Bibirku menggali bibirnya guna dihadiahi ciuman yang paling lembut dan panjang. “Mas …. Sintia sungguh nikmat …. Mas jago deh … Mas belum terbit ya?” “Jangan pikirkan aku Sin …. yang urgen Sintia dapat menikmati kepuasan.” Kemudian dengan lambat dia mulai memompa lagi. no nokku menjadi paling licin. Selama sejumlah saat dia terus memompa lambat2. “Aaaahhhhhh … iya .. iya …. Mas …. Sintia inginkan lagi .. iya … ahhhh”. Aku pulang memutar pantatku mengiringi irama pompaannya. Aku mulai mendesah2 sarat kenikmatan. Dia menarik keluar kon tolnya dari no nokku. Dia kemudian berbaring telentang di sebelahku. “Kamu diatas Sin.” Aku segera berjongkok diatas selangkangannya. Dia menunjukkan kepala kon tolnya ke no nokku. Aku lantas duduk diatas tubuhnya dan bertumpu pada kedua lututku. Pantatku mulai bergerak maju mundur. “Ayo Sin … anda sekarang yang atur .. ohhh iya nikmat Sin.” Aku semakin energik memajumundurkan pantatku.
Kedua toketku berguncang estetis dihadapannya. Secara reflek kedua tangannya meremas toketku. Tangan kuletakkan dibelakang pantatku sampai-sampai tubuhku agak meliuk kebelakang menciptakan dadaku semakin membusung. “Ohhh Sin … toketmu sexy sekali … terus Sin … ohhhh … lebih keras Sin.” “Aaaaahhhh Mas … Sintia telah mau hingga lagi … ahhhhh ahhhhhh Mas” “Ayo Sin …. terus Sin … cepat …. ohhhhh iya .. iya Sin … no nokmu enak sekali.” “Mas .. ahhhh … Sintia nggak tahan … puasi Sintia lagi mas .. ahhhh.” Gerakan pantat ku semakin cepat dan semakin cepat. Dia merasa kon tolnya tergesek2 dinding no nokku yang sempit dan licin itu. Dengan sekuat tenaga dia mengupayakan menahan supaya dia tidak ngecret namun pertahanannya semakin rapuh. “Sin … oooohhhh Sin …. aku nggak tahan … ohhh Sin …. enak ..enak.” “Ahhhh … mari .. Mas …..
Sintia pun udah nggak tahan … kini mas ..ahhh sekarang.” Tepat pada detik tersebut bendungannya ambrol tak dapat menahan terjangan pejunya yang memancar kuat. “Oooooooohhhhhhh Sin ….. crooots crooots croots” “Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhh Mas …. ahhhhhhhhhhh ..” Kami menjangkau puncak kesenangan bersama. kon tolnya terasa hangat dino nokku. Aku masih duduk diatasnya tapi telah kaku tak bergerak. no nok kuhunjamkan dalam melahap semua batang kon tolnya. “Oooohhh Sin …. nikmat sekali .. makasih Sin .. anda pinter menciptakan aku puas.” Dia menggapai tubuh ku dan ditarik menelungkup diatas tubuhnya. Toketku yang masih keras menghimpit dadanya. Dia menciumi semua wajahku yang ditetesi keringat. “Mas … ahhhhh … Sintia sungguh puas Mas … ” Kemudian kami berbaring seraya berpelukan. Badan kami mulai terasa penat namun bathin kami paling puas.
Hari telah beranjak malam. “Mas Sintia laper”. “Ya udah, anda mandi dulu, terus baru cari santap malem”. Dikamar mandi, anda saling menyabuni. kon tolnya ngaceng lagi, kukocok2 kon tolnya pelan2. “Mas kon tolnya besar banget sih”. Aku mulai berani bicara vulgar kepadanya, telah tidak sungkan lagi. Selesai mandi, aku menggunakan kaos oblong merah dengan celana gombrang khaki.
Kemudian aku pergi dengannya ke warung didepan komplex guna cari santap malam. Selesai santap malam, anda kembali kerumah lagi. Aku memutar film biru yang baru dipinjam suamiku. Suamiku memang kegemaran nonton film begituan. Dengan 2 bantal besar diatas karpet tebal kami berdua duduk bersebelahan sambil nonton film. Permainan panas di film tersebut membuat aku mulai bergerak menempel kebadannya dan lantas rebah diatas pahanya. Dia mengulum bibirku dengan lembut seraya tangannya mulai bergerak dengan sentuhan halus ke toketku yang tanpa bra itu. Aku menggelinjang ketika dia mulai agresif memainkan pentilku.
“Ayo mas..gesek lagi ya..!” pintaku bernafsu. Aku menghirup dan menjilati jari-jarinya. Kemudian dia mencungkil tangannya dari ciumanku dan pulang meremas toketku dari balik kaosku. Dipilinnya pentilku secara bergantian. Aku kian menggeliat sebab napsuku telah memuncak. Tangannya kutarik menjauh dari toketku. Kubawa ke arah perutku. Segera dia mengilik2 puserku hingga aku menggeliat kegelian, “Mas geli”. Tangannya segera menyusup ke bawah dan mengejar karet celana gombrongku. Tangannya berjuang merayap terus ke bawah menyelip kedalam cdku hingga menyentuh jembutku. Jangkauannya sekarang maksimal, sebenarnya target belum tercapai.
Aku mendongkrak badanku tidak banyak dan sekarang jari-jarinya dapat mencapai belahan no nokku. no nokku telah basah, sampai-sampai jari tengahnya dengan gampang menyusup ke dalam dan mengejar it ilku yang telah mengeras. Dia kemudian memainkan jari tengahnya. Pinggulku mengekor irama sentuhan jari tengahnya. Aku menggelinjang. “Mas, lepasin pakean Sintia, mas, semuanya”, pintaku. Segera dia mengusung kaosku keatas, aku mengusung tanganku keatas guna mempermudah dia membuka kaosku. Kemudian dia unik celana gombrangku bareng cdku, aku mengusung pantatku guna mempermudah dia melepasnya. Setelah aku berbugil ria, segera diapun melepas seluruh yang menempel dibadannya.
Kon tol besarnya telah tegak dengan kerasnya. Dia berbaring dengan 2 bantal susun dipunggungnya. Aku membungkuk mengulum kepala kon tolnya. Hanya sebentar sebab dia menyuruhku menempati kon tolnya dengan posisi membelakangi dia. Aku mulai bergerak pelan memaju-mundur pantatku guna menggesekkan no nokku ke kon tolnya. Tangannya dari belakang mulai bertindak memijit-mijit toketku.
Aku menjadi paling liar, menggeliat seraya tak henti-hentinya mendesah kenikmatan. Gerakan dan sentakanku kian cepat dan keras hingga suatu ketika kuundurkan pantatku agak kebelakang dan kon tolnya lepas dari jepitan bibir no nokku. kon tolnya yang agak terangkat telah berhadapan dengan bibir no nokku yang basah tersebut dan….bleeessss..kepala dan setengah kon tolnya yang tegang keras tersebut amblas kedalam no nokku. “Maas”, seruku. “Kenapa Sin, sakit”, tanyanya.
Aku melulu menggelengkan kepala, bukannya sakit namun nikmat banget. Sesek rasanya no nokku kemasukan kon tolnya yang besar banget itu. no nokku berdenyut memegang erat kon tolnya, giliran dia yang mendesis, “Sin, nikmat banget no nokmu, dapat ngemut kon tolku”. Dia mengembalikan badanku dan sampai-sampai aku terlentang diatas karpet. Dia menundukkan mukanya dan mengulum bibirku seraya menggeser badannya keatas.
Dengan pelan ditusukkannya kon tolnya keno nokku. Diteruskannya dorongannya dan kepala kon tolnya mulai memaksa menerobos masuk keliang no nokku. “Ouuhh..” pulang aku melenguh. Dikocoknya kon tolnya pelan sampai-sampai kian dalam menginjak no nokku. Pelan tapi tentu dan kesudahannya kurasakan semua no nokku sarat terisi kon tolnya. no nokku yang telah basah tersebut masih terasa sempit buatnya, “Sin, telah basah gini masih sempit aja no nokmu, nikmat banget deh, mana terasa banget empotannya. Terus diempot ya Sin”.
Dihunjamkannya lagi kon tolnya, meski terasa paling sesak namun nikmat, “Ooohhh…” aku mulai menggeliat, kaki kuangkat, melingkar kepahanya sedangkan kepalaku terangkat, mendongak kebelakang dengan mataku membelalak. Tangannya bereaksi cepat, toketku diremas pelan sembari pentilnya dipijit, menciptakan aku kian menggila, berdesah panjang kenikmatan, “uhhh, peluk Sintia mas”. Dirapatkannya badannya kebadanku dan aku merangkul ketat punggungnya. Goyangan pantatnya turun naik kian cepat sampai-sampai bersuara “plook..ploook” sebab begitu tidak sedikit cairan yang mengalir dari no nokku.
casino online indonesia, casino uang asli, casino online terpercaya, live casino online, bandar casino online
Dia lantas mengubah posisi. Aku diajak nungging pada sandaran sofa dengan posisi pantat tidak banyak terangkat, kaki mengangkang. Digesekkannya kepala kon tolnya ke bibir no noknya sejumlah saat, baru dihunjamkannya pelan. Doggy Style ! “Maas”, erangku saat kepala kon tolnya mulai mengurangi dan menerobos masuk ke liang no nokku. Baru separuh kon tolnya masuk, “Aaauuhhh….” mataku terbelalak saking nikmatnya.
Kemudian dia mulai mengocok kon tolnya terbit masuk no nokku. Aku pulang mengelinjang, menyangga enjotan pantatnya. Terasa kon tolnya kian keras dan kepalanya kian membesar sebab gesekan di dinding no nokku. “Ooohhh..oooohhhh” gumamku, sebab dia mempercepat enjotannya. Tiba-tiba dia menyangga gerakan pantatnya, ditariknya terbit sehingga melulu sebagian kon tolnya yang masih tenggelam lalu disentakkannya cepat dengan gerakan pendek, lantas ditekannya rapat kepantatku sampai semua kon tolnya tertanam dalam no nokku, kemudian dibuatnya gerakan memutar.
Otomatis kepala kon tolnya berputar bak bor mengesek ketat dinding no nokku. “Uuaahhh….terus mas…enaaakkk!” desahku. Tidak puas melulu menikmati putaran “bor” nya, aku ikut mengenjot keras pantatku ke belakang dan… “uuhhh..uuuhhh” kami berdua sama-sama merintih nikmat. Selang lebih dari 20 menit kami berpacu dengan posisi demikian, aku kian keblingsatan dengan erangan-erangan tak keruan. Dia tahu bila aku telah akan nyampe.
Aku ditelantangkan diatas sofa dengan kaki kiri menjuntai lantai dan kaki kanan bergantung pada sandaran sofa. Paha ku tersingkap lebar dan bibir no nok ku tidak banyak membuka sesudah disodok kon tolnya semenjak tadi. Kini dia mulai menunduk diatas badanku dan dengan tangan kiri menopang badannya, tangan kanannya membimbing kon tolnya kearah bibir no nokku.
“Ayo..masukin mas..!” pintaku. Kepala kon tolnya mulai menghunjam. “Aaahhhh..!” erangku ketika seluruh kon tolnya disodok masuk dan mulai dikocok turun naik langsung dengan frekuensi tinggi dan cepat. “Ah..ah..ah..ah.” aku tiada hentinya melenguh, badanku menggeliat dengan kepala sebentar naik sebentar turun menyangga geli dan nikmat yang amat sangat.
Dia terus mengocok dengan kecepatan tinggi dan menggila. Kenikmatanku telah memuncak. “Auuuh..m..m..” tanganku melingkar ketat dipunggungnya dengan paha dan kakiku ikut membelitnya. “Tahan dikit Sin..!” bisiknya dikupingku seraya mempercepat sodokannya. “Aaaahhhhhhh..!” aku menjerit panjang, kukuku serasa menjebol kulit punggungnya, mengiringi puncak kenikmatanku. Berbarengan dengan lenguhan panjang, dia menyodok keras kon tolnya ke no nokku diimbangi dengan goyangan kencang pantatku yang berjuang mengapung keatas, .
Otot-otot bibir no nokku serasa berdenyut-denyut laksana meremas-remas kon tolnya. Crreeeettt…pejunya ngecret didalem no nokku, hangat, menciptakan aku merem melek sejenak. Kami berdua sama-sama nyampe. “Oh Sin, puas sekali ngen tot denganmu..!” desahnya. Kami masih berdekapan sebentar dengan kon tolnya masih tenggelam di no nokku, berciuman. bandar casino online
No comments:
Post a Comment