Aku sebetulnya tidak tega menagih utang pada kawanku yang satu ini. Namun, sebab keadaanku pun sangat mendesak, aku memberanikan diri dengan asa temanku dapat membayar; paling tidak separuhnya dulu. Sayang sekali, Darta, kawanku yang baru menikah enam bulan yang kemudian ini, tak dapat membayar barang tidak banyak pun. Memang aku memahami keadaannya. Ia menikah juga karena tekanan orang tua Mila, yang sekarang jadi istrinya. Darta sendiri, sampai ketika ini belum punya pekerjaan.
Karena hari telah larut, aku tahu diri, segera permisi pada Darta.
"Gua jadi enggak enak nih.."
"Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa koq. Gua hanya nyoba aja, mungkin ada," aku menukasnya, fobia membuatnya jadi beban pikiran.
"Ma, gua inginkan bisikin sesuatu..' tiba-tiba Darta mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar terkejut, saat Darta menawarkan istrinya guna kutiduri.
"Gila lu.. Sialan.." ucapku.
"Sstt.. Jangan berisik. Gua pun kan hendak balas budi sama elu. Soalnya eu udah tidak sedikit berbuat baik sama gua. Gak terdapat salahnya kan, bila kita saling berbagi kesenangan.." begitulah ucap Darta dengan serius.
Memang diam-diam sudah semenjak lama aku selalu menyimak Mila. Bahkan aku juga memuji Darta, dapat mendapatkan gadis secantik Mila. Di samping posturnya yang tinggi, Mila mempunyai kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang tidak jarang kali terbungkus rapat, dengan baju yang longgar. Namun aku bisa membayangkan, alangkah kenyalnya tubuh Mila.
Baru menyaksikan wajah dan jemari tangannya pun, aku memang suka langsung berfantasi; menginginkan Mila andai berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Mila kugumuli dengan sesuka hati. Namun untuk melakukan macam-macam, rasanya kubuang jauh-jauh. Karena aku paling tahu, Mila tersebut orang baik-baik, dan keturunan orang baik-baik pula. Lihat saja penampilannya, yang tidak jarang kali terbungkus sopan dan rapi.
"Lu serius, Ta? Bagaimana dengan Mila? Apa dia mau?" aku juga akhirnya mulai terbuka.
"Kita pasang strategi, donk! Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau," jawabnya.
"Gimana caranya?" aku penasaran.
Darta pulang membisikan lagi rencana gilanya. Aku memang paling menginginkan urusan tersebut terjadi. Sudah kubayangkan, alangkah nikmatnya bersetubuh dengan wanita aduhai laksana Mila.
"Mila..! Mila..! Milaa..!" Darta memanggil istrinya.
Dan tanpa selang masa-masa lama, Mila ke luar dari dalam kamarnya dengan hiasan yang tetap rapat.
"Ada apa, Bang?" tanya Mila.
"Tolong belikan cerutu ke warung..!" kata Darta seraya merogoh duit ribuan ke dalam sakunya.
"Baik, Bang," Mila menerima duit itu, kemudian ke luar.
Darta segera menyuruhku masuk ke dalam kamarnya, sambil masuk ke kolong ranjang. Aku inginkan saja, berbaring di tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Darta ke luar lagi. Pintu kamar, terlihat masih terbuka.
Tidak lama kemudian, tersiar suara Mila yang datang. Mereka berdialog di ruang tamu. Dan Darta mengatakan bila aku telah pulang, sebab ada ditelepon sama bos-ku. Mila kedengarannya tidak tidak sedikit tanya. Dia tak terlampau mempedulikan kehadiranku. Hingga suara pintu yang dikunci pun, dapat terdengar dengan jelas.
Kulihat dua pasang kaki menginjak kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Bahkan tergolong lampu juga dimatikan, sampai-sampai mataku tak menyaksikan apa-apa lagi. Yang kudengar melulu suara ranjang yang berderit dan suara kecupan bibir, entah siapa yang mengecup. Lalu ada pun yang tersiar suara seleting celana, dan nafas Mila yang mulai tak beraturan. Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya pakaian mereka mulai dibuang ke lantai, satu persatu.
"Emh.. Ah.. Uh.. Oh.." Jelas, tersebut suara kepunyaan Mila.
"Euh.. He.. Euh.." nah bila itu, suara Darta.
Tampaknya mereka telah mulai bercumbu dengam hebatnya. Ranjang pun hingga bergoyang-goyang begitu dahsyat.
"Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss.." suara Mila menciptakan nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.
Aku dapat merasakan, Mila sedang terdapat dalam puncak nafsunya. Aku telah tidak tahan mendengar suara dengusan nafas kedua manusia yang tengah memadu berahi ini. Hingga aku mulai membuka celanaku, bajuku dan celana dalamku. Aku telah telanjang bulat. Lalu aku bergerak perlahan, ke luar dari lokasi persembunyian, kolong lokasi tidur.
Meski suasana sangat gelap, tetapi aku masih dapat melihat dua tubuh yang bergumul. Terutama tubuh Mila, yang putih mulus. Darta telah memasukan penisnya, dan sedang memompanya turun naik, diiringi desahan nafas yang tersengal-sengal. Konvensional. Mila kelihatannya lebih merasakan berada di posisi bawah, seraya kedua tangannya mendekap erat tubuh Darta, dan kakinya mengapit pantat Darta. Aku mulai tidak tahan.
Tiba-tiba Darta semakin mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih buas lagi. Dan suara erangan terbendung Mila semakin menjadi-jadi.
"Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh.." Hanya tersebut yang terbit dari mulut Mila, sebab mulutnya disumpal oleh mulut Darta. Dan akhirnya.
"Agh.. Agh..!" suara Darta menyelesaikan pendakian itu.
Namun tampaknya Mila belum selesai. Terbukti, kakinya masih menyilang erat, mengunci paha Darta, supaya tak segera menarik keluar penisnya. Tetapi apa berkeinginan dikata, Darta telah lemas. Ia tergolek dengan nafas yang lemah-lunglai.
Kesempatan inilah, saatnya aku mesti masuk. Demikian yang direncanakan Darta tadi. Maka tanpa ragu lagi, aku segera melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Mila dan langsung menindihnya. Tentu saja Mila terpekik kaget.
"Siapa Kau..! Kurang ajar..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!" Mila berontak. Ia paling marah tampaknya.
"Mila, aku punya hutang pada kawanku. Berilah ia tidak banyak kesempatan.." Darta yang menjawab, sambil membelai rambutnya.
"Biadab..! Aku tidak mau..! Lepaskan..! ..!" Mila mendorong tubuhku.
Namun sebab nafsuku telah memuncak, aku tak barangkali menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya, seraya tanganku berjuang menuntun supaya penisku segera masuk. Mila tetap meronta. Mila berkali-kali meludahi mukaku. Tetapi aku diam-diam menikmatinya. Bahkan ludahnya justeru kusedot dari bibirnya, dan kutelan.
Meskipun liang vagina Mila telah licin, tetapi penisku tetap agak seret guna segera menembusnya. Mila terpekik, saat aku mengurangi dan memaksakannya sekaligus. Bles..! Akhirnya masuk juga. Kudiamkan sejumlah saat, sebab aku hendak mencumbu dulu bibirnya. Mila tetap berontak, hingga akhirnya kehabisan tenaga. Akhirnya ia melulu diam.
Kurasakan terdapat air mata yang mengalr dari kedua kelopak matanya. Tetapi aku semakin bernafsu. Kuremas-remas payu daranya yang ternyata memang lumayan besar dan begitu kenyal. Lalu aku mulai memompa penisku. Mila terpekik kembali. Kasihan juga, aku melihatnya. Sehingga aku bergerak perlahan-lahan, hingga akhirnya vagina Mila dapat beradaptasi dengan penisku. Mila tidak bereaksi. Ia diam saja. Namun aku paling menikmatinya.
Walaupun Mila diam, pastinya jauh lebih nikmat dari pada melakukannya dengan patung. Aku terus memompanya, hingga napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba mengalirkan nafasku ke arah telinga Mila. Dan hasilnya lumayan bagus. Lama kelamaan, di sela isakan tangisnya, diam-diam kurasakan vaginanya diangkat, seakan Mila hendak menerima hunjaman penisku lebih dalam. Tentu saja aku semakin bersemangat. Kupompa lebih cepat lagi. Tiba-tiba isakan tangisnya berhenti, diganti dengan nafasnya yang makin memburu. Dan yang lebih mengagetkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci pantatku. Aku tersenyum, seraya mencumbui telinganya.
"Kau menikmatinya, sayang?" bisikku.
"Diam..!" dia membentakku. Namun aku yakin, Mila melulu tidak inginkan mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, saat penisku kucabut, Mila menarik pantatku. Tangannya pun mendekap tubuhku, supaya aku merapatkannya kembali.
Lalu terdapat suara erangan dari bibirnya yang tertahan. Bersamaan erangan itu, kedua kakinya semakin erat mengurangi pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Aku pun paling terangsang. Hingga detik-detik akhir pun bakal segera tiba. Kupeluk erat pula tubuh Mila. Kugenjot lebih cepat dan lebih keras. Sampai kesudahannya tiba pada genjotan yang terakhir. Aku tekan paling kuat. Kugigit pelan lehernya.
"Agh.. Agh.. Agh.." Maniku terbit di dalam vaginanya. Begitupun Mila.
"Akh.. Akh.. Akh.. Ss.." begitulah yang terbit dari mulut Mila.
Lalu lantas Mila mendorong tubuhku dan seakan menyesali dan enggan lagi bersentuhan denganku.
No comments:
Post a Comment