Senin, Rabu dan Jumat ialah jadwalku melatih Sari dan Rina. Karena lokasi tinggal Rina lebih dekat, maka Sari yang datang ke lokasi tinggal Rina. Ibu Rina ialah orang Menado. Bapaknya orang Batak. Kedua orang tuanya sedang di Surabaya. Dia disini bermukim berdua saja dengan kakak wanita tertuanya yang kerja di Bank.
Mengontrak lokasi tinggal mungil di wilayah Ci. Sedang kedua orang tua Sari ialah asli orang Tasik. Keduanya cantik. Tinggi tubuhnya nyaris sama. Rina orangnya putih, nakal, agak gemuk dan sedikit tidak sedikit omong. Sedang Sari hitam manis, ingin pendiam dan agak kurus.
Singkat cerita, setelah sejumlah kali mengajar, aku tahu bahwa memang si Rina kurang dapat konsentrasi. Konsentrasinya tidak jarang kali pecah. Ada saja alasannya. Berbeda dengan Sari. Bahkan kadang-kadang matanya menggoda badung memandangku. Mungkin bila tidak terdapat Sari, telah kuterkam dia.
Pakaiannya juga kadang-kadang mengundang nafsuku. Celananya pendek sekali dengan kaos oblong tanpa BH. Berbeda sekali dengan Sari. Sari memang pendiam. Kalau tidak ditanya, dia diam saja. Jadi bila tidak tahu, dia malu bertanya. Tetapi dari pengalamanku, aku tahu bila Sari ini memiliki nafsu yang besar yang terpendam.
Suatu ketika aku datang melatih ke lokasi tinggal Rina. Seperti biasa bila jam belajar, pintu depannya tidak dikunci, jadi aku dapat langsung masuk. Kok sepi..? Pada kemana..? Aku kebingungan, lihat sana dan sini menggali orang di lokasi tinggal itu. Aku langsung ke dapur, tidak terdapat siapa-siapa. Aku memang biasa dan sudah diperbolehkan berkeliling rumahnya. Mau masuk kamarnya, aku takut sebab belum pernah. Lalu aku duduk di ruang tamu, seraya buka-buka kitab mempersiapkan pelajaran.
Samar-samar aku mendengar suara mendesah-desah. Aku jadi tidak konsentrasi. Kucari arah suara itu. Ternyata dari kamarnya Rina. Kutempelkan telingaku ke pintu. Setelah yakin tersebut suara Rina yang nakal, kucoba memutar pegangan pintunya, ternyata tidak dikunci. Kubuka tidak banyak dan kuintip. Ternyata dia sedang masturbasi di lokasi tidurnya.
Tangan kirinya meremas-remas susunya, tangan kanannya masuk ke dalam roknya. Wajah dan suara desahannya membuatku terangsang. Aku masuk pelan-pelan, dia kaget sekali melihatku. Tangannya langsung unik kaosnya menutupi susunya. Wajahnya merah padam sebab malu.
“Ehh.. ee.. Masss.. suss.., ssuuddaaahh laammaaa..?” tanyanya terbata-bata.
Karena aku telah terangsang dan telah yakin sekali bila dia juga mau, langsung kulumat bibirnya. Mulanya dia kaget, namun tidak lama dia juga balik menjawab ciumanku dengan ganasnya. Tanganku juga langsung masuk ke dalam kaosnya, menggali bukit kembarnya. Kuraba-raba, kuremas-remas kedua bukitnya bergantian. Tidak sekenyal dan sekeras punyanya Sara atau Ketty.
“Aaahhh.., Masss.., mmm.., aaahhh..!” desahnya.
Karena lumayan mengganggu, kuangkat lepas kaosnya. Terpampanglah kedua bukit kembarnya. Putih bersih dengan puttingnya merah muda yang menonjol indah. Kurebahkan dia, kuciumi kedua bukit kembarnya bergantian.
“Ahhh.., Mass..! Teruuuss Masss..! Aahhh.., ooohhh… Hissaaappp.., Masss..!”
Langsung kukulum-kulum dan kuhisap-hisap puting susu kanannya, sedang yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ooohhh.., Mass eenaaakkkk.., Mass yang keeraasss..!”
Tangannya kini tidak inginkan diam, mulai memegang batang kejantananku yang telah tegang dari luar celanaku. Tanganku juga mulai masuk ke dalam roknya. Astaga. Dia tidak menggunakan celana dalam.
Kucari-cari kaitan roknya, resletingnya, kemudian kuplorotkan roknya. Terpampanglah tubuh estetis putih di hadapanku. Kucium perutnya, naik lagi ke susunya begitu berulang-ulang. Kepalanya bergolek ke kiri dan ke kanan.
“Auwww.., Maasss..! Aaaddduuuhhh.., ooohhh..!” dia merasakan sensasi yang kuberikan.
Kira-kira tiga menit, tiba-tiba dia bangkit. Melepas kaosku, menurunkan celana serta celana dalamku sekalian. Aku didorongnya. Batang kejantananku yang telah menegang langsung berdiri di hadapannya.
“Kamu badung yaa.., berdiri tanpa izin..!” katanya untuk kemaluanku.
Langsung dikocok-kocok, diurut, dipijat oleh tangannya.
“Aaahhh… Riiinnn.. Dari tadi keekk..!” kataku protes.
Lalu dia mulai mengulum senjataku. Lalu kakinya memutar mengangkangi wajahku. Aku tahu maksudnya. Sekarang, terdapat bibir kemaluan estetis di hadapanku. Langsung kulahap. Kujilati semua permukaan liang keperawanannya.
“Sudah basah sekali ini orang..!” pikirku.
Setiap aku menyentuh kelentitnya, dia berhenti menyedot batang keperkasaanku.
Lalu dia mencungkil penisku, berdiri, kemudian jongkok tepat di atas perangkat vitalku.
“Bukan main..! Masih ruang belajar 2 SMP kok telah begini hebat permainannya..!” batinku, “Umurnya paling-paling sebaya Sara, 13 tahunan.”
Dia pegang senjataku, dipaskan ke lubangnya, kemudian dengan paling perlahan dia berjongkok.
“Aaahhh..!” desisku ketika kepala kemaluanku ditelan liang kenikmatannya.
Masih sempit. Sangat perlahan dia menurunkan pantatnya. Penetrasi ini sungguh indah. Matanya terpejam, tangannya mengurangi dadaku. Dia merasakan sekali masing-masing gesekan demi gesekan.
“Aaahhh.., ssshhhssshhh..!” desahnya.
Setelah semua batang kemaluanku masuk, terasa olehku kepala kejantananku menyentuh rahimnya. Didiamkan sebentar seraya dikedut-kedutkan urat kemaluannya.
“Aaahhh.., Riiinnn… eeennnaaakkk sseeekkkaallliii..!”
Lalu perlahan-lahan dia mulai menaik-turunkan pantatnya. Susunya bergoyang-goyang indah. Kuremas-remas keduanya.
“Aa.., ah.., ahh.., ooohhh.., sshshshsh.., shhh..!”
Lama-lama semakin cepat. Tidak lama lantas dia menjepitkan kakinya ke pantatku seraya tangannya meremas dadaku dan mengurangi pantatnya supaya masuk lebih dalam.
“Massss.., aakkkuuu.. uuuddddaaahhh… aaahhh..!” desahnya tidak menentu.
“Syurrrr… ssyyuurrr…” cairan hangat menyelimuti kepala batang kejantananku.
Dia rebah ke atas tubuhku. Aku yang belum sampai, langsung mengembalikan badannya. Langsung kegenjot dia secepat mungkin. Karena liang senggamanya telah basah, maka daya cengkramnya menurun. Sehingga aku mesti lama memompanya.
“Maasss.., uuuddaaahhh..! Aaakkkuuu eenggaaakkk taahhhaannn..!Adduuuhhh.. Mmass..! Geeellii..!” teriaknya. Dia berkelojotan, susunya bergoyang-goyang. Kuremas-remas dua-duanya dengan kedua tanganku. Aku tidak peduli, terus saja kugenjot.
Sampai akhirnya, “Aaahhh.., Rriiinnn.. Maasss… ssaammmpeee… aaahhh..!” desahku yang dibuntuti dengan, “Croottt.., croottt.., croottt..,” empat kumpulan cairan spermaku memuncrat di liang senggamanya.
Aku langsung ambruk ke dadanya. Setelah reda nafasku, kupeluk dia seraya berguling ke sebelahnya. Kucium keningnya. Kudekap dia lebih rapat. Batang keperkasaanku masih tertancap di liang kenikmatannya.
“Terima kasih ya Riinnn..!”
“Sama-sama Maasss..!”
“Riinnn.., maaf ya..? Mas inginkan tanya.., Tapi Rina tidak boleh marah yaaa..?”
“Rina tau apa yang Mas inginkan tanya. Memang Rina udah tidak jarang beginian sama pacar Rina. Tapi telah 2 bulan ini putus, jadi Rina tidak jarang masturbasi laksana yang Mas liat tadi.” jawabnya ringan sekali.
“Oooo..”
“Mas ialah orang kedua yang meniduri Rina sesudah pacar Rina.”
“Mass.., Rina khan belajarnya sama Sara. Sara tidak sedikit cerita ke Rina mengenai hubungan Sara sama Mas… Kata Sara, Mas hebat.., Rina jadi kepengiiiinn banget hubungan sama Mas..!”
“Kapan Rina kesatu kali hubungan dengan pacar Rina..?”
“Udah lama Mas.., kira-kira masa-masa Rina ruang belajar satu dulu. Rina kecurian Mass.., tapi sesudah tau enaknya, Rina jadi ketagihan.”
“Ooo.”
“Si Sari kok enggak dateng..?”
“Tadi siang Aku bilang ke Dia, hari ini enggak belajar, sebab Aku pengiinn banget ngentot sama Maass.. Habis.. gatel sssiiiihh..!” katanya seraya mengedut-ngedutkan liang kewanitaannya.
Penisku serasa dipijat-pijat. Kucabut, kemudian keluarlah cairan kental putih dari liang senggamanya. Lubang kenikmatannya kubersihkan dengan kaosnya, kemudian batang kejantananku juga kulap.
“Sekarang inginkan belajar..?” tanyaku.
“Kayaknya enggak deh Mas. Kasian khan Sari ketinggalan.”
“Ok deh. Mas sebetulnya pun ada butuh di rumah. Mau bantuin bapak betulin mobil orang. Besok inginkan diambil.”
“Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!”
Lalu kucium pipinya. Aku bangkit ke kamar mandi dengan telanjang bulat seraya menenteng pakaianku. Kamar mandinya terdapat di ruang tengah.”Massss…” panggilnya ketika aku akan terbit kamarnya.”Apa..?””Besok lagi. Datangnya jam tigaan aja Mass. Si Sari datangnya sangat jam 4 kurang, jadi kita dapat puas-puasin dulu..!”
“Iyaaa deeehhh.., tenang aja.” kataku sambil terbit kamar.
Begitulah masing-masing sebelum mengajar, aku mengerjakan Rina yang badung sepuasku. Begitu pula dengan Rina. Dia nafsunya paling besar. Tetapi kemaluannya tidak begitu menjepit. Sebenarnya tersebut bukanlah masalah buatku. Sejak aku tidak bisa bersangkutan dengan Sara lagi, aku lumayan puas bersangkutan dengan Ketty dan Rina.
Suatu saat, saat melihat evolusi atas sikap Sari kepadaku. Dia sering menculik pandang ke arahku. Aku tidak tahu sebabnya, namun setelah berlalu belajar, ketika kujalan bareng dengan Sari, Sari bercerita kepadaku.
“Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan Rina sama Mas…”
“Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa Rina cerita..?” tanyaku kaget.
“Enggak. Waktu Sari datang lebih awal, kira-kira jam tiga seperempat, Sari masuk lokasi tinggal Rina, Sari denger Rina teriak-teriak di kamar, kupikir Rina khan udah putus sama pacarnya..? Lalu Rina sama siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh enggak taunya sama Mas Pri..!”
“Terus..?”
“Terus.., ya Sari terbit aja, fobia ketahuan. Terus Sari nongkrong di tukang bakso depan. Kira-kira jam empat kurang, Sari masuk lagi.”
“Terus..?”
“Yaa.., udah gitu aja..!”
Hening sesaat masa-masa itu, kami sibuk dengan benak kami masing-masing.
“Sari pernah enggak yaa..?” batinku.
“Tanya, enggak, tanya, enggak. Kalo kutanya, Dia marah enggak ya.. Ah bodo, yang urgen tanya dulu aja…”
“Eng.., Sari pernah enggak..?”
“Pernah apa Mas..?”
“Ya.., laksana Sara atau Rina..?”
“Belummm Mmassss..!” jawabnya malu-malu dan wajahnya merah padam.
Ternyata dia tidak marah. Benar dugaanku, nafsunya besar juga.
“Sari mau..?”
Dia diam saja seraya menunduk. Pasti inginkan lah.
“Sari udah punya pacar..?”
“Beluumm Mass.., abis dilarang sama Bapak Ibu.”
“Yaa.., tidak boleh sampe ketahuan doonng..!”
Lalu kami berpisah. Karena Sari mesti naik bis ke Blok A. Sedangkan aku naik bis arah Pondok Labu. Di bis aku berpikir, gimana metodenya mendapatkan Sari.
“Aku mesti memanfaatkan Rina..!” pikirku.
Besoknya sebelum belajar bersama, ketika aku bercumbu dengan Rina yang nakal, kubilang ke Rina bila Sari telah tahu hubungan kita. Aku mohon bantuannya guna memancing nafsu si Sari. Tadinya aku pikir Rina bakal menolak, ternyata jalan benak Rina sudah paling moderat. Dia menyanggupinya. Karena Sari telah tahu, guna apa ditutup-tutupi katanya.
Ketika sedang belajar bersama, aku jajaki pancing nafsu Sari dengan teknik kududuk di sebelah Rina yang badung . Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat tersebut memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia supaya tiduran di karpet.
Kami saling bergumul. Melihat urusan itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena sekitar ini kami bersangkutan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali tersebut kami melakukan seolah-olah tidak terdapat orang beda di samping kami berdua, guna memancing nafsu Sari.
Perbuatan kami semakin memanas. Karena Rina yang badung sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil sebab tidak menggunakan celana dalam. Aku juga tidak bermukim diam, kulepas seluruh pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami memungut posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
“Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs… Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!” desah Rina dibesar-besarkan.
“Ohhh.. Riiinnn… hisap yang kuaattt Riinnnn..!” desahku juga.
Kulihat Sari telah tidak menutupi wajahnya lagi.
Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan menunjukkan ke liang senggamanya yang telah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
“Bless..!” langsung masuk seluruhnya.
“Aaahhhh… Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!” desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
“Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh… Iiihhh..!” erangnya.
Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina yang badung . Sepertinya dia telah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina yang badung semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar seraya naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina telah berkedut-kedut. Dia inginkan sampai klimakasnya. Dan kesudahannya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
“Aaahhh.. Masss… Akuuu… sammmpppeee.. Maasss..!”
“Syuuurr… syurrr..” kehangatan menyelimuti kepala senjataku.
Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, sebab pikiranku tidak jarang kali ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat.
Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget sebab aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi semua wajahnya. Tidak terdapat penolakan darinya, tetapi pun tidak terdapat reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.
Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, meski lidahnya belum bereaksi. Kuusahan semesra barangkali aku mencumbunya. Dan kesudahannya mulutnya membuka tidak banyak berbarengan dengan desahannya.
“Aaahhh.. Maasss..!” nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia juga membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya telah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas dua-duanya bergantian.
“Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs…” desahnya.
Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya seraya tanganku mengusung kaosnya. Dia diam saja. Lepas telah kaosnya, kini tinggal BH mininya. Kulepaskan pun pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, guna menaklukan seorang perawan, tidak dapat terburu-buru. Harus sabar dan dengan ucapan-ucapan yang tepat.
“Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!” kataku seraya memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina yang badung , agak coklat laksana warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang telah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang.
Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
“Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh… aaa..!”
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, kemudian naik lagi. Tangan kananku telah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih menggunakan celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara tersebut Rina yang badung sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.
Setelah aku yakin dia telah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya telah memerah sebab nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak terdapat penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengusung pantatnya. Dia memandangiku sayu.
Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan milik Titin dulu. Mungkin sebab sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan seraya kudekatkan wajahku. Mulanya tangannya memblokir agak keras, namun lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi sejumlah kali. Setiap kucium, pantatnya ditingkatkan ke atas seraya mendesah.
“Aaahhh… Masss.., mmm.. sshshshs…”
Batang kejantananku yang tadi telah agak lemas, mulai mengeras lagi.
Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri semua liangnya dengan jariku, kemudian lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari menggali kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat seraya agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya kian hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
“Adduuuhhh… Maasss… aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!”
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sampai-sampai liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa estetis liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
“Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi…”
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah. Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya mengapit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, “Syurrr… syurrr…” menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh… segarnya. Kakinya telah melemas. Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya seraya kupandangi wajahnya.
“Boleh Sarr..?” tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia melulu mengangguk.
“Pelan-pelan yaa Mass..!”
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang terbit dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil mengurangi perlahan.
“Aaahhh.. Maasss… Ooohhh..!” dia mendesah.
Lalu kutekan dengan amat perlahan. Kepalanya mulai masuk. Kuperhatikan kemaluannya menggembung sebab menelan kepala keperkasaanku. Ketekan tidak banyak lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kuangkat pantatku tidak banyak dengan amat perlahan. Lalu kudorong lagi. Begitu berulang-ulang hingga dia tidak meringis.
“Ayooo… Masss.. aaahhh.. ooohhh.., ssshhhshshhh..!”
Lalu kudorong lagi. Masuk sepertiganya. Dia meringis lagi. Kutahan sebentar, kutarik perlahan, kemudian kudorong lagi. Terasa kepala batang kejantananku tentang selaput tipis. Nah ini dia selaputnya.
“Kok enggak dalam..? Belum masuk setengahnya udah kena..!” batinku dalam hati.
“Sar.., tahan tidak banyak yaa..!”
Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman, saling mengulum. Dan dengan tiba-tiba kutekan batang keperkasaanku dengan keras.
“Pret..!” kemaluanku menabrak sesuatu yang langsung sobek.
Dia inginkan menjerit, tetapi sebab mulutnya kusumpal, maka tidak terdapat suara yang keluar. Kudiamkan sebentar kejantananku supaya liang keperawanannya inginkan menerima benda tumpul asing. Lalu kutarik ulur perlahan-lahan. Setelah tampak dia tidak merasa kesakitan, kutekan lebih dalam lagi.
Kutahan lagi. Kuangkat perlahan, kutekan tidak banyak lagi. Begitu berulang-ulang hingga senjataku masuk semuanya. Dia tetap tidak dapat bicara sebab mulutnya kulumat. Kutahan kemaluanku di dalam, kulepaskan ciumanku. Liang senggamanya mengapit seluruh batangku di seluruh sisi. Rasanya bukan main nikmatnya.
“Gimana Sar..?”
“Sakiittt Masss… Periiihhh… Mmmm..!”
“Tahan aja dulu, sebentar lagi ilang kok…” seraya kucabut paling perlahan.
Kutekan lagi hingga menyentuk ujung rahimnya. Begitu berulang-ulang. Ketika kutarik, kulihat kemaluan Sari agak tertarik hingga kelihatan agak menggembung, dan bila kutekan, agak mblesek menggelembung. Setelah 5 atau 6 kali aku turun naik, terasa agak mulai licin. Dan Sari juga tidak tampak kesakitan lagi.
“Sar.., memekmu sempit banget. Ooohhh enak sekali Sar..!” bisikku seraya mempercepat gerakanku.
Dia kelihatannya sudah merasa nikmat.
“Aaahhh… eennnaaakkk… Masss… aaahhh.. shshshshsh…” desahnya. Kupercepat terus.
“Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh.. aaaddduuuhhh… ooohhh..!” pantatnya mulai bergerak mengimbangi gerakanku. Kira-kira 5 menit, dia mulai tidak terkendali. Pantatnya bergerak liar. Tiba-tiba dia menekuk, kedua kakinya mengapit pantatku seraya mengusung pantatnya. Bibir kemaluannya berkedut-kedut.
Dan, “Sysurrr.. syuurrr..” dua kali kepala kejantananku disembur oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi telah mau terbit dan kutahan-tahan, maka kupercepat gerakanku.
“Masss… Uuudddaaahhh.. Mmasss.. Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!” teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya sudah laksana orang mandi. Kupercepat terus gerakanku, akhirnya, “Crooot… cruuuttt..” tiga kali aku menembakan cairanku di liang kenikmatannya. Lalu aku ambruk di sebelahnya.
Tiba-tiba, “Plok.. plok.. plok..” tersiar suara tepukan.
Rupanya Rina yang badung sudah dari tadi menyimak kami berdua.
“Mas hebat… Sari.. selamat yaa..!” katanya sambil menghirup pipi Sari.
Sari hanya dapat tersenyum di sela-sela nafasnya yang masih ngos-ngosan.
“Enak Sar..?” tanyanya lagi.
Sari hanya dapat mengangguk lemah. Lalu aku mendekap Sari.
“Sari. Terima kasih yaa..!” kataku seraya mengecup pipinya.
“Sari pun terima kasih Mas.. Enaakkk banget ya Mass..!”
Aku bangun memungut baju-bajuku yang berserakan. Kulihat di selangkangan Sari terdapat bercak-bercak lendir kemerahan.
“Aaaahhh… Aku dapet perawan lagi..!” batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai kumandi, gantian Sari yang mandi. Setelah seluruh selesai, kami melulu mengobrol saja seraya minum teh hangat yang dibuatkan Rina yang badung . Menceritakan empiris yang dialami oleh masing. Aku lemas sebab dalam 2 jam hingga 3 kali main.
Sejak ketika itu, Sari tidak jarang kali datang jam 3 sore. Dan sebelum belajar, kami tidak jarang kali mengawalinya dengan latihan biologis. Dan Rina yang badung sepertinya memahami dan menyadari bila punyanya Sari lebih oke, jadi dia mengalah tidak jarang kali dapat giliran kedua. Dan mereka juga saling berbagi. Saling mengupayakan dan mengajari. Aku yang dijadikan alat percobaan mereka menurut keterangan dari saja. Abis enak sih.
Setelah pembagian raport, ternyata yang nilainya naik tidak sedikit hanya Sari. Tetapi dua-duanya naik ruang belajar dengan nilai di atas rata-rata. Begitulah pengalamanku dengan gadis-gadis SMP.
cerita sex 2018, kisah sex terbaru, kisah sex terupdate, kisah sex, kisah seks 2018, kisah seks terupdate, kisah seks terbaru, kisah seks, kisah dewasa 2018, kisah dewasa terupdate, kisah dewasa terbaru, kisah dewasa, kisah mesum 2018, kisah mesum terupdate, kisah mesum terbaru, kisah mesum.
No comments:
Post a Comment