Kisah ini terjadi saat aku masih umur 14 tahun. Aku yang baru saja lulus SD bingung inginkan kemana, melanjutkan sekolah nggak barangkali sebab Bapakku sudah setahun yang kemudian meninggal. Sedangkan Ibuku melulu penjual nasi bungkus di kampus dan kedua kakakku pergi entah bagaimana kabarnya. Sebab semenjak pamitan inginkan merantau ke Pulau Bali nggak pernah terdapat kabar bahkan hingga Bapak meninggalpun pun nggak tahu. Adik perempuanku yang masih ruang belajar dua SD pun membutuhkan biaya.
Akhirnya aku hanya dapat main-main saja sebab walau aku anak laki-laki satu-satunya aku inginkan kerja masih belum powerful dan fobia untuk pergi merantau tanpa terdapat yang mengajak. Suatu saat ada saudara Bapakku yang datang dengan seorang tamu laki-laki. Kata pamanku dia memerlukan orang yang mau mengawal rumahnya dan mengasuh taman. Setelah aku beranggapan panjang aku akhirnya inginkan dengan mempertimbangkan suasana Ibuku. serbacasino
Berangkatlah aku ke kota Jember tepatnya di perumahan wilayah kampus. Aku terkagum-kagum dengan lokasi tinggal juragan baruku ini, disamping rumahnya besar halamannya pun luas. Juraganku sebut saja namanya Pak Beni, Ia Jajaran direksi Bank ternama di kota Jember, Ia mempunya dua Anak Perempuan yang satu baru saja berkeluarga dan yang bungsu ruang belajar 3 SMA namanya Kristin, usianya kira-kira 18 tahun. Sedangkan istrinya membuka usaha suatu toko busana yang pun terbilang berhasil di kota tersebut, dan masih terdapat satu penolong perempuan Pak Beni namanya Bik Miatun usianya kira-kira 27 tahun. casino online indonesia
Teman Kristin tidak sedikit sekali masing-masing malam minggu tidak jarang kali datang kerumah kadang kembali sampai larut malam, sampai aku tak dapat tidur karena harus nunggu rekan Non Kristin kembali untuk mengunci gerbang, kadang pun bergadang hingga pukul 04.00. Mungkin kacapekan atau memang ngantuk usai bergadang malam minggu, yang jelas pagi tersebut kamar Non Kristin masih terkunci dari dalam. Aku nggak peduli karena bagiku bukan tugasku guna membuka kamar Non Kristin, aku melulu ditugasi jaga rumah saat Pak Beni dan Istrinya Pergi kerja dan mengasuh tamannya saja. casino indonesia
Pagi tersebut Pak Beni dan Istrinya pamitan mau terbit kota, katanya baru kembali minggu malam sampai-sampai dirumah tersebut tinggal aku, Bik Miatun dan Non Kristin. Jam sudah mengindikasikan pukul 08.00 namun Non Kristin masih belum bangun pun dan Bik Miatun sudah berlalu memasak.
“Jono, aku mau melakukan pembelian barang tolong pintu gerbang dikunci.”
“Iya Bik!” jawabku sambil mengguyur tanaman didepan rumah. Setelah Bik Miatun pergi aku mengunci pintu gerbang. bandar casino online
Setelah selesai mengguyur taman yang memang lumayan luas aku bermaksud mematikan kran yang terdapat di belakang. Sesampai didepan kamar mandi aku mendengar terdapat suara air berkecipung kulihat kamar Non Kristin tidak banyak terbuka berarti yang mandi Non Kristin. Tiba-tiba timbul niat guna mengintip. Aku mengupayakan mengintip dari lubang kunci, ternyata tubuh Non Kristin mulus dan susunya paling kenyal, kuamati terus ketika Non Kristin menyiramkan air ke tubuhnya, dengan perasaan berdegap aku masih belum beranjak dari tempatku semula. Baru kesatu ini aku menyaksikan tubuh wanita tanpa tertutup sehelai benang. Sambil terus mengintip, tanganku pun memegangi penisku yang memang telah tegang, kulihat Non Kristin mencuci sabun keseluruh badannya aku nggak melewatkan begitu saja seraya tanganku terus memegangi penis. Aku cepat-cepat pergi, karena Non Kristin sudah berlalu mandinya namun sebab gugup aku langsung masuk ke kamar WC yang memang berada bersebelahan dengan kamar mandi, disitu aku sembunyi seraya terus memegangi penisku yang dari tadi masih tegang. agen casino
Cukup lama aku di dalam kamar WC seraya terus menginginkan yang baru saja kulihat, seraya terus menikmati nikmat aku tidak tahu bila Bik Miatun berada didepanku. Aku baru sadar ketika Bik Miatun menegurku,
“Ayo.. ngapain kamu.”
Aku terkejut cepat-cepat kututup resleting celanaku, alangkah malunya aku.
“Ng.. nggak Bik..” kataku seraya cepat-cepat keluat dari kamar WC. Sialan aku tak sempat ngunci pintunnya, gerutuku seraya cepat-cepat pergi.
Esoknya usai aku mengguyur taman, aku bermaksud ke belakang guna mematikan kran, tapi sebab ada Bik Miatun membasuh kuurungkan niat itu.
“Kenapa kok kembali?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. enggak Bik..” jawabku seraya terus ngeloyor pergi.
“Lho kok nggak kenapa? Sini saja nemani Bibik mencuci, lagian kerjaanmu kan telah selesai, tolong saya menyiramkan air ke baju yang bakal dibilas,” pinta Bik Miatun.
Akhirnya akupun menuruti permintaan Bik Miatun. Entah sengaja memancing atau memang kelaziman Bik Miatun setiap membasuh baju selalu mendongkrak jaritnya diatas lutut, menyaksikan pemandangan laksana itu, jantungku berdegap begitu cepat
“Begitu putihnya paha Bik Miatun ini” pikirku, kemudian bayanganku mulai badung dan berimajinasi untuk dapat mengelus-ngelus paha putih Bik Miatun.
“Heh! mengapa melihat begitu!” pertanyaan Bik Miatun membuyarkan lamunanku
“Eh.. ngg.. nggak Bik” jawabku dengan gugup.
“Sebentar Bik, aku inginkan buang air besar” kataku, kemudian aku segera masuk kedalam WC, namun kali ini aku tak lupa guna mengunci pintunya.
Didalam WC aku hanya dapat membayangkan paha mulus Bik Miatun seraya memegangi penisku yang memang telah menegang hanya waktu tersebut aku nggak menikmati apa-apa, hanya penis ini tegang saja. Akhirnya aku terbit dan kulihat Bik Miatun masih asik dengan cucianya.
“Ngapain anda tadi didalam Jon?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. nggak Bik hanya buang air besar saja kok,” jawabku seraya menyiramkan air pada cuciannya Bik Miatun.
“Ah yang bener? Aku tahu kok, aku tadi sempat menguntit kamu, aku penasaran jangan-jangan anda melakukan laksana kemarin ee..nggak taunya benar,” kata Bik Miatun
“Hah..? jadi Bibik mengintip aku?” tanyaku sambil membungkuk malu.
Tanpa tidak sedikit bicara aku langsung pergi.
“Lho.. kok pergi?, sini Jon belum berlalu nyucinya, tak usah khawatir Jon aku nggak akan kisah kepada siapa-siapa, anda nggak usah malu sama Bibik ” panggil Bik Biatun.
Kuurungkan niatku guna pergi.
“Ngomong-ngomong gimana rasanya saat anda melakukan laksana tadi Jon?” tanya Bik Miatun.
“Ah nggak Bik,”jawabku seraya malu-malu.
“Nggak gimana?” tanya Bik Miatun seakan-akan mau menginvestigasi aku.
“Nggak usah diteruskan Bik aku malu.”
“Malu sama siapa? Lha wong disini cuma anda sama aku kok, Non Kristin pun sekolah, Pak Beny kerja?” kata Bik Miatun.
“Iya malu sama Bibik, karena Bibik telah tahu milikku,” jawabku.
“Oalaah gitu aja kok malu, sebelum tahu milikmu aku telah pernah tahu sebelumnya kepunyaan mantan suamiku dulu, enak ya?”
“Apanya Bik?” tanyaku
“Iya rasanya to..?” gurau Bik Miatun tanpa memperdulikan aku yang bingung dan malu padanya.
“Sini kamu..” kata Bik Miatun seraya menyuruhku guna mendekat, tiba-tiba tangan tangan Bik Miatun memegang penisku.
“Jangan Bik..!!” sergahku sambil berjuang meronta, namun sebab pegangannya powerful rasanya sakit bila terus kupaksakan guna meronta.
Akhirnya aku melulu diam saja saat Bik Miatun memegangi penisku yang masih didalam celana pendekku. Pelan tapi tentu aku mulai merasakan pegangan tangan Bik Miatun pada penisku. Aku hanya dapat diam seraya terus melek merem menikmati nikmatnya pegangan tangan Bik Miatun. kemudian Bik Miatun mulai melepas kancing celanaku dan melorotkanya kebawah. Penisku telah mulai tegang dan tanpa rasa jijik Bik Miatun Jongkok dihadapanku dan menjilati penisku.
“Ach.. Bik.. geli,” kataku seraya memegangi rambut Bik Miatun.
Bik Miatun nggak peduli dia terus saja mengulum penisku, Bik Miatun berdiri kemudian membuka kancing bajunya sendiri namun tidak semuanya, kulihat pemandangan yang menyembul didepanku yang masih terbungkus kain kutang dengan ragu-ragu kupegangi. Tanpa merasa malu, Bik Miatun membuka tali kutangnya dan tidak mempedulikan aku terus memegangi susu Bik Miatun, dia mendesah seraya tangannya terus memegangi penisku. Tanpa malu-malu kuemut pentil Bik Miatun.
“Ach.. Jon.. terus Jon..”
Aku masih terus mengerjakan perintah Bik Miatun, setelah tersebut Bik Miatun pulang memasukkan penisku kedalam mulutnya. aku hanya dapat mendesah seraya memegangi rambut Bik Miatun.
“Bik aku laksana mau pipis,” kemudian Bik Miatun segera mencungkil kulumannya dan menyingkapkan jaritnya yang basah, kulihat Bik Miatun nggak menggunakan celana dalam.
“Sini Jon..,” Bik Miatun memungut posis duduk, kemudian aku mendekat.
“Sini.. masukkan penismu kesini.” seraya tangannya menunjuk unsur selakangannya.
Dibimbingnya penisku guna masuk ke dalam vagina Bik Miatun.
“Terus Jon tarik, dan masukkan lagi ya..”
“Iya Bik” kuturuti permintaan Bik Miatun, kemudian aku menikmati seperti pipis, namun rasanya nikmat sekali.
Setelah tersebut aku menyandarkan tubuhku pada tembok.
“Jon.. gimana, tahu kan rasanya sekarang?” tanya Bik Miatun sambil memperbaiki tali kancingnya.
“Iya Bik..”jawabku.
Esoknya masing-masing isi lokasi tinggal menjalankan aktivitasnya, aku selalu mengerjakan adegan ini dengan Bik Miatun. Saat tersebut hari Sabtu, kami nggak nyangka bila Non Kristin kembali pagi. Saat kami tengah asyik mengerjakan kuda-kudaan dengan Bik Miatun, Non Kristin memergoki kami.
” Hah? Apa yang kalian lakukan! Kurang ajar! Awas nanti tak laporkan pada papa dan mama, kalian!”
Melihat Non Kristin kami gugup bingung, “Jangan Non.. maafkan kami Non,” rengek Bik Miatun.
“Jangan laporkan kami pada tuan, Non.”
Akupun pun takut bila sampai dipecat, kesudahannya kami menangis di depan Non Kristin, barangkali Non Kristin iba pun melihat rengekan kami berdua.
“Iya sudah tidak boleh diulangi lagi Bik!!” bentak Non Kristin.
“Iy.. iya Non,” jawab kami berdua.
Esoknya laksana biasa Non Kristin tidak jarang kali bangun siang bila hari minggu, saat tersebut Bik Miatun pun sedang melakukan pembelian barang sedang Pak Beny dan Istrinya ke Gereja, ketika aku meyirami taman, dari belakang kudengar Non Kristin memanggilku,
“Joon!! Cepat sini!!” teriaknya.
“Iya Non,” akupun bergegas kebelakang namun aku tidak mengejar Non Kristin.
“Non.. Non Kristin,” panggilku sambil menggali Non Kristin.
“Tolong ambilkan handuk dikamarku! Aku tadi tak sempat nggak membawa,” teriak Non Kristin yang ternyata sedang di dalam kamar mandi.
“Iya Non.”
Akupun pergi mengambilkan handuk dikamarnya, sesudah kuambilkan handuknya “Ini Non handuknya,” kataku sambil menantikan diluar.
“Mana cepat..”
“Iya Non, tapi..”
“Tapi apa!! Pintunya dikunci..”
Aku bingung gimana teknik memberikan handuk ini pada Non Kristin yang terdapat didalam? Belum sempat aku berpikir, tiba-tiba kamar mandi terbuka. Aku terkejut nyaris tidak percaya Non Kristin telanjang bulat didepanku.
“Mana handuknya,” pinta Non Kristin.
“I.. ini Non,” kuberikan handuk tersebut pada Non Kristin.
“Kamu telah mandi?” tanya Non Kristin sambil memungut handuk yang kuberikan.
“Be..belum Non.”
“Kalau belum, ya.. sini sekalian mandi bersama sama aku,” kata Non Kristin.
Belum sempat aku terkejut akan perkataan Non Kristin, tiba-tiba aku telah berada dalam satu kamar mandi dengan Non Kristin, aku hanya takjub ketika Non Kristin melucuti kancing bajuku dan membuka celanaku, aku baru sadar saat Non Kristin memegang milikku yang berharga.
“Non..,” sergahku.
“Sudah ikuti saja perintahku, bila tidak inginkan kulaporkan perbuatanmu dengan Bik Miatun pada papa,” ancamnya.
Aku nggak bisa melakukan banyak, sebagai pria normal tentu tindakan Non Kristin mengundang birahiku, seraya tangan Non Kristin bergerilya di bawah perut, bibirnya menghirup bibirku, akupun membalasnya dengan ciuman yang lembut. Lalu kuciumi buah dada Non Kristin yang singsat dan padat. Non Kristin mendesah, “Augh..”
Kuciumi, kemudian aku tertuju pada selakangan Non Kristin, kulihat bukit kecil diantara paha Non Kristin yang ditumbuhi bulu-bulu halus, belum begitu lebat aku coba guna memegangnya. Non Kristin diam saja, kemudian aku arahkan bibirku diantara selakangan Non Kristin.
“Sebentar Jon..,” kata Non Kristin, kemudian Non Kristin memungut posisi duduk dilantai kamar mandi yang memang lumayan luas dengan kaki dilebarkan, ternyata Non Kristin memberi kelaluasaan padaku guna terus menciumi vaginanya.
Melihat kesempatan tersebut tak kusia-siakan, aku langsung melumat vaginanya kumainkan lidahku didalm vaginanya.
“Augh.. Jon.. Jon,” erangan Non Kristin, aku menikmati ada cairan yang mengalir dari dalam vagina Non Kristin. Melihat erangan Non Kristin kulepaskan ciuman bibirku pada vagina Non Kristin, laksana yang diajarkan Bik Miatun kumasukkan jemari tanganku pada vagina Non Kristin. Non Kristin semakin mendesah, “Ugh Jon.. terus Jon..,” desah Non kristin. Lalu kuarahkan penisku pada vagina Non Kristin.
Bless.. bless.. Batangku dengan gampang masuk kedalam vagina Non Kristin, ternyata Non Kristin telah nggak perawan, kata Bik Miatun seorang disebutkan perawan bila kesatu kali mengerjakan hubungan intim dengan pria dari vaginanya menerbitkan darah, sedang ketika kumasukkan penisku ke dalam vagina Non Kristin tidak kutemukan darah.
Kutarik, kumasukkan lagi penisku laksana yang pernah kulakukan pada Bik Miatun sebelumnya. “Non.. aku.. mau terbit Non.”
“Keluarkan saja didalam Jon..”
“Aggh.. Non.”
“Jon.. terus Jon..”
Saat aku telah mulai inginkan keluar, kubenamkan semua batang penisku kedalam vagina Non Kristin, kemudian gerkkanku semakin cepat dan cepat.
“Ough.. terus.. Jon..”
Kulihat Non Kristin merasakan gerakanku seraya memegangi rambutku, tiba-tiba kurasakan terdapat cairan hangat memancar ke penisku saat tersebut juga aku pun merasakan terdapat yang terbit dari penisku nikmat rasanya. Kami berdua masih terus berangkulan keringat tubuh kami bersatu, kemudian Non Kristin menciumku.
“Terima kasih Jon anda hebat,” bisik Non Kristin.
“Tapi aku fobia Non,” kataku.
“Apa yang anda takutkan, aku puas, kamu tidak boleh takut, aku nggak bakal bilang sama papa” kata Non Kristin. Lalu kami mandi bersama-sama dengan tawa dan gurauan kepuasan.
Sejak saat tersebut setiap hari aku mesti melayani dua wanita, bila di rumah melulu ada aku dan Bik Miatun, maka aku melakukannya dengan Bik Miatun. Sedang masing-masing Minggu aku mesti melayani Non Kristin, bahkan bila malam hari seluruh sudah tidur, tak jarang Non Kristin mencariku di luar lokasi tinggal tempat aku jaga dan di situ kami melakukannya.
No comments:
Post a Comment