Tuesday, December 18, 2018

Cerita Dewasa Panas denga Teman Kantor yang Berbatang Besar


Saya dan Rudi telah check in di lodging tempat class diadakan. Kami diberi satu kamar untuk berdua. Waktu menunjukkan pukul 13 siang, kami memutuskan untuk menyewa mobil dan pergi jalan-jalan ke Kuta. Saya banyak menghabiskan waktu untuk foto-foto obyek yang menarik, sedangkan Rudi lebih senang keluar masuk toko mencari trinket. 


Stick 8 pagi workshop telah dimulai. Pesertanya cukup banyak, saya taksir ada sekitar 80 orang. Untuk hari ini akan ada 4 session. Saya melihat makalah class cukup banyak dan menarik. Sambil mendengarkan workshop, tak lupa saya mencari-cari yang cantik. Mata saya tertuju pada seorang wanita Chinese yang cantik berambut panjang yang duduk 1 meter dari saya. Rambutnya di beri high light warna merah tua. Ia mengenakan coat dan rok selutut berwarna biru tua. Sekali-sekali ia menguap lalu minum kopi. Selesai session pertama, ada istirahat 15 menit. Saya memakai kesempatan ini untuk kenalan dengan wanita itu. 

"Bagus ya topiknya tadi" individualized structure saya membuka pembicaraan. 

"Iya, menarik kok. Pembicaranya juga bagus cara membawakannya" 

"Nama saya Arthur" individualized structure saya sambil memberikan kartu namaku 

"Gracious iya, saya Dewi" katanya sambil mengeluarkan kartu namanya. 

Rupanya Dewi bekerja di perusahaan sekuritas saingan perusahaan tempat saya bekerja 

"Kamu sendiri saja ke workshop ini?" tanya saya. 

"Iya, tadinya teman saya mau datang tapi a minute ago ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda" 

Tak lama Rudi menghampiri saya diikuti oleh 1 pria dan 1 wanita. Dua-duanya Chinese. 

"Arthur, kenalin nih teman saya dari Singapore. Dulu saya kuliah bareng dengannya" individualized structure Rudi sambil menunjuk ke pria itu. 

"Corona, saya Arthur" 

"Saya Henry" individualized structure si pria. 

"Saya Carol" individualized structure si wanita. 

Kami lalu saling berkenalan dan bertukar kartu bisnis. Henry dan Carol bekerja di perusahaan sekuritas di Singapore. Song manis sekali. Tingginya sekitar 165 cm dan dadanya yang membusung terlihat jelas dibalik kemeja tanpa lengan yang ia kenakan. Rambutnya yang pendek membuat penampilannya bertambah menarik. Sedangkan Dewi, tingginya sekitar 170 cm. Tatapan mata Dewi agak-agak nakal sehingga saya sempat berpikir ia akan mudah saya ajak tidur. 

Session kedua joke kembali dimulai dan berakhir stick 12 siang. Saya, Rudi, Henry, Carol dan Dewi makan siang bersama di coffeehouse lodging. Kami memakai kesempatan ini juga untuk berkenalan dengan peserta lainnya. Lumayan untuk memperluas net work. Session ketiga dan keempat berjalan dengan menarik dan banyak menambah ilmu. Class hari ini berakhir stick 5 sore. 

"Arthur, kamu kan orang Indonesia, kemana kamu bisa membawa kami makan enak? Saya sudah bosan dengan makanan lodging" tanya Henry. 

"Kita ke Jimbaran saja atau ke Legian, disana banyak eatery" sahut saya. Kita berlima play on words berangkat ke Jimbaran untuk makan malam. 

Kamis 

Workshop joke kembali dimulai stick 8 pagi. Topiknya yang menarik membuat waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa seharian penuh telah terlewatkan di ruang workshop. Selesai workshop, saya menawarkan untuk ke Kuta untuk melihat matahari terbenam, teman-teman play on words setuju. Hari ini Dewi terlihat cukup seksi, ia mengenakan rok smaller than usual ketat berwarna biru muda dan kemeja tanpa lengan berwarna putih. Di Kuta ia menyempatkan untuk beli shoe karena dari lodging ia mengenakan sepatu hak. Hymn quip terlihat tambah manis. Ia mengenakan celana panjang ketat warna coklat muda dan kemeja tanpa lengan warna putih. Song ikut membeli shoe di Kuta karena ia lupa membawa shoe dari Singapore. Selesai melihat matahari terbenam, kita bersantai di Hard Rock Café lalu makan malam ke Warung Made. 

Jum'at 

Hari terakhir workshop banyak diisi oleh tanya jawab dari peserta. Workshop berakhir stick 4 sore karena panitia memberi kesempatan bagi peserta rapat untuk menikmati nightfall di Kuta. Sebuah bis telah disiapkan untuk membawa peserta kesana. Kami berlima ikut ke Kuta tetapi lebih memilih naik mobil sendiri daripada naik bis. Selesai melihat nightfall, kami berlima menyelusuri toko-toko di sepanjang Kuta. Tune, Henry, Dewi dan Rudi sibuk berbelanja. Dewi rupanya belum pernah ke Bali sehingga ia senang sekali jalan-jalan ke Kuta. Jika sedang jalan ramai-ramai, Carol terlihat kecil mungil karena saya dan Rudi tingginya 185 cm, Henry sekitar 180 cm dan Dewi sekitar 170 cm. 

Bali semakin malam, kami memutuskan untuk makan malam di daerah Legian. Eatery Maccaroni menjadi pilihan kami. Beberapa peserta class ikut bergabung makan bersama kami. Tak henti-hentinya kami bercanda dan tertawa-tawa. We enjoyed ourselves. Selesai makan, kami berlima melanjutkan ke M-Bar-Go yang terletak satu jalan dengan Maccaroni. Peserta rapat yang bergabung dengan kami lebih memilih untuk kembali jalan-jalan di sepanjang Legian.


Musik berdentum-dentum dimainkan oleh DJ. Suasana cukup ramai tetapi tidak terlalu padat. Enak lah pokoknya untuk bersantai. Kami memesan minuman beralkohol dan melanjutkan obrolan sambil menonton film yang diputar di enormous screen. Stick 23:00, saya terpaksa harus mengajak teman-teman pulang karena si Rudi kelihatannya sudah mabuk berat, Dewi dan Carol mukanya merah dan mereka tertawa-tawa melihat Rudi yang mabuk. 

Saya memang sengaja tidak minum terlalu banyak karena tidak ada niat mabuk malam itu. Setelah membayar minuman, saya membopong Rudi keluar, Carol bersandar pada Dewi dan Henri mengikuti dari belakang. Untung mobil diparkir tidak jauh dari club. Di mobil, Rudi tak henti-hentinya nyanyi dan tertawa. Dewi, Carol dan Henri ikut tertawa melihat kelakukan Rudi. 

Setiba di inn, saya menghentikan mobil depan campaign dan menyerahkan mobil ke petugas valet stopping. Kembali saya bopong Rudi. Tune berjalan sambil setengah memeluk Henri sambil mengeluh kepalanya yang sakit. Dewi kelihatannya biasa saja padahal saya tau ia juga mabuk. Kami berlima naik lift dan saya menarik nafas lega karena tidak ada anggota peserta di campaign inn. Lift berhenti di lantai 3, Henri dan Carol keluar karena kamar mereka di lantai 3. Saat pintu lift tertutup, Dewi berseru sambil membuka-buka tasnya 

"Poop, kunci kartu gue mana ya?" 

"Wah jangan-jangan tadi jatuh waktu tas kamu ditaro di kursi di club" individualized organization saya. 

"Argh, harus minta dibukain nih sama resepsionis" ujar Dewi. 

"Telepon dari kamar saya saja" saya menawarkan. 

Pintu lift terbuka di lantai 4, kembali saya membopong Rudi yang sudah tak sadarkan diri, Dewi membantu saya membuka pintu kamar. Begitu masuk kamar, saya langsung menjatuhkan Rudi di tempat tidur. Dewi membuka pintu balkon dan melihat keluar 

"Wah enak sekali kalian dapat kamar menghadap laut" 

"Lumayanlah, kecil-kecilan" individualized organization saya sekenanya. 

Saya berdiri di belakang Dewi lalu memegang kedua bahunya sedangkan Dewi tetap melihat kearah laut. 

"Enak ya mendengar suara ombak" individualized organization Dewi. 

Dewi lalu merapatkan punggungnya ke dada saya dan saya merangkul Dewi dari belakang. Dengan perlahan, saya mencium kepala Dewi lalu turun ke kuping kiri. Dewi mendongakkan kepalanya sehingga saya bisa bebas mencium lehernya yang putih. Kemudian Dewi menoleh ke saya lalu mencium bibirku. 

"Ummhh Arthur, you are so attractive" customized structure Dewi. 

Sambil tetap merangkul Dewi, tangan saya menggapai ke pinggir pintu balkon dan mematikan lampu balkon supaya tidak ada yang memperhatikan kami. Tangan saya mulai menjelajahi seluruh pantat Dewi yang padat kemudian meraba-raba dadanya yang sekal. Tak henti-hentinya Dewi melenguh. Tangan Dewi play on words ikut meremas tongkolku dari balik celana. Lalu saya menarik Dewi kembali ke kamar dan mendorongnya ke tempat tidur. Kembali kita berciuman ditempat tidur. 

Tangan Dewi dengan cepat membuka kemeja dan celana panjangku sedangkan saya langsung membuka baju, BH, rok little dan celana dalamnya. Tubuh Dewi yang putih dan telanjang bulat membuat nafsuku membara. Dengan gemas saya meremas payudaranya yang berukuran 32B sambil menghisap putingnya. Nafas Dewi memburu dengan cepat apalagi saat saya mulai beralih ke vaginanya. Dewi bagaikan kuda liar saat klitorisnya saya jilat. Tak henti-hentinya saya menjilat seluruh vagina dan selangkangannya. Saya membalikkan tubuh Dewi untuk bergaya 69. 

Di pantat kiri Dewi ada tattoo kupu-kupu kecil berwarna pink, saya tersenyum melihatnya. Dalam posisi 69, dengan rakus Dewi menggenggam tongkolku dan mulai menghisapnya. Saya play on words membalas dengan menjilat rear-end dan vaginanya. Goyangan pantat Dewi terasa semakin keras saat dijilat vaginanya sehingga harus saya tahan pantatnya dengan kedua tangan saya. Tiba-tiba Dewi melepaskan genggaman tangannya dari tongkol saya dan melenguh dengan keras, rupanya ia mengalami orgasme. Vaginanya yang sudah basah menjadi tambah basah dari cairan orgasmenya. 

Kemudian Dewi nungging dan bersandar dipinggir tempat tidur Rudi. Saya mengikuti kemauannya, saya merenggangkan kakinya dan mengarahkan tongkolku ke vaginanya. Dengan penuh gairah saya setubuhi Dewi yang seksi. Dewi rupanya tidak diam saja saat disetubuhi. Tangannya menggapai ke celana Rudi dan membuka risletingnya kemudian menurunkan celana Rudi. Dewi mengeluarkan tongkol Rudi dari balik celana dalamnya lalu mulai meremas tongkol Rudi. 


Saya memperhatikan Dewi yang mulai mengulum tongkol Rudi yang masih lemas sedangkan Rudi tertidur tanpa menyadari ada wanita cantik yang sedang menghisap tongkolnya. Tak henti-hentinya payudara Dewi saya remas dan pencet putingnya. Tak berapa lama kemudian, Dewi kembali mengalami orgasme. Saya mengganti gaya ke gaya teacher. Kaki Dewi saya rentangkan dan kembali tongkolku mengisi vaginanya yang sudah becek. Suara clipak-clipuk terdengar dengan keras tiap kali tongkol saya keluar masuk vagina Dewi. 

Tujuh menit menggenjot Dewi, saya merasakan akan ejakulasi. Saya percepat gerakanku dan tak lama tongkolku memuntahkan peju didalam vagina Dewi. Dengan terengah-engah saya mengeluarkan tongkolku lalu menindih Dewi dan mencium bibirnya. Kami berciuman beberapa menit dan saya baru menyadari ternyata Rudi sudah berdiri disamping

No comments:

Post a Comment