Aku bermunculan di Canada, tapi usia 10 tahun, Papaku ditugaskan di Medan, Indonesia. Jadi aku pun ikut, dan bersekolah di sana. Mula-mula bagiku terasa asing pun di kota ini . Tapi lama kelamaan aku pun dapat terbiasa. Terus terang, pemikiranku lebih condong untuk pemikiran-pemikiran Timur, mungkin sebab didikan Mama yang keras. Biarpun di negara-negara Barat telah biasa terjadi hubungan sex remaja, tetapi aku belum pernah melakukannya dengan pacarku, well… at least pada ketika itu.
Di hari kedua di Jakarta, aku mohon diantar oleh supir guna ke lokasi tinggal Tante Anne. Rumahnya terletak di di antara kompleks kompleks di Jakarta Selatan. Sebelumnya Mama telah menelepon dan mengumumkan kepadanya bahwa aku bakal datang pada hari itu.
“Hai… wahh telah besar sekali anda sekarang yah Chris… telah nggak tanda lagi Tante sama anda sekarang… hahaha”, seingatku kira-kira begitulah katanya sewaktu kesatu kali melihatku sesudah sekian tahun nggak jumpa.
Wajah tante masih saja sama laksana yang dulu, seakan dia tidak meningkat tua sedikitpun.
“Oh yah… tuh supirnya diajak pulang saja Chris… ntar anda bawa saja mobil Tante bila mau pulang”, aku juga mengiyakan, dan mengajak pulang supirnya.
“Wah… besar sekali rumahnya yah Tante”, kataku sewaktu kami menginjak ruang tamu. Aku dengar dari Mama sih, katanya suaminya Tante Anne ini anak salah seorang konglomerat Jakarta, jadi nggak heran bila rumahnya semewah ini.
Setelah tersebut kami berdua ngobrol-ngobrol, dia menanyakan suasana Mama, Papa dan kakek. Tante Anne pun sudah lama tidak bertemu dengan Mama. Lumayan lama kami ngobrol, setelah tersebut dia mengajakku untuk santap malam.
“Makan dulu yuk Chris… tuh telah disiapin makanannya sama si Ning”, katanya menunjuk ke pembantunya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.
“Kita nggak nunggu Om Joe?” aku menanyakan suaminya.
“Oh… nggak usah, Om mu nggak kembali malam ini katanya”,
“Oh… ok deh”, kataku seraya beranjak ke ruang makan.
Rumah sebesar ini hanya dihuni sendirian dengan pembantunya. Berani pun Tanteku ini.
“Kamu berani kembali entar Chris? telah malem loh ini”, katanya seraya melirik ke jam dinding yang sudah mengindikasikan jam 7 lewat 30 menit.
“Ah berani kok Tante…”
“Hmm… mending anda tidur di sini saja deh malem ini… tuh terdapat kamar kosong di atas.”
“Umm… iyah deh… ntar aku telepon ke Kakek bila gitu”, dalam hati, aku mengira bahwa Tanteku ini menyuruhku menginap sebab dia fobia sendirian di rumah, sama sekali tidak ada benak negatif dalam otakku sewaktu aku mengiyakan tawarannya.
Sehabis makan, aku juga menelepon ke lokasi tinggal kakek, dan memberitahu bahwa hari ini aku menginap di lokasi tinggal Tante Anne.
“Oh iyah… bila kamu inginkan mandi air panas, gunakan saja kamar mandi Tante. Ntar anda pakai saja bajunya Om Joe. Yuk sini!”
“He… eh”, aku mengangguk seraya mengikutinya.
Kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya. Kamarnya benar-benar mewah dan besar. Dengan lokasi tidur ukuran double di tengah-tengah ruangan, mini theatre set, dan suatu kamar mandi di sudut ruangan.
“Nih… coba… dapat pakai nggak kamu?” dia menyerahkan T-shirt dan celana pendek kepadaku.
“Bisa kayaknya”, aku pun memungut pakaian tersebut dan membawanya ke kamar mandi.
Sehabis dari kamar mandi, aku sempat tidak banyak kaget menyaksikan Tante Anne. Dia mengenakan baju istirahat tipis, istirahat tengkurap di atas lokasi tidur. Kelihatan dengan jelas celana dalamnya, namun aku tidak menyaksikan tali BH di punggungnya. Terangsang pun aku menyaksikan pemandangan laksana itu. Kelihatannya ia tertidur saat menyaksikan TV. TV-nya masih menyala. Aku berlangsung ke arah TV, bermaksud mematikannya. Melihat adegan panas yang sedang dilangsungkan di TV, seketika aku terdiam pas di depan TV. Kulihat ke belakang, Tante Anne masih tidur. Aku berdiri menyaksikan dulu, sebatas iseng. 5 menit lagi ah baru kumatikan, begitu pikiranku ketika itu.
“Hey…” ketika aku sedang asyik menonton, tiba-tiba tersiar teguran halus Tante Anne, dibuntuti oleh tawa tertahannya.
Aku benar-benar malu sekali masa-masa itu. Aku berbalik ke belakang seraya tersenyum malu-malu. Waktu aku berbalik, kulihat Tante Anne telah duduk tegak di atas lokasi tidur. Samar-samar tampak puting susunya dari balik baju tidurnya yang tipis.
“Kirain Tante telah tidur… hehe”, kataku asal-asalan seraya berjalan berkeinginan keluar dari kamar.
“Chris… dapat tolong pijitin badan Tante? Pegel nih semua”, tersiar suara helaan nafas panjang, dan suara kain jatuh ke lantai.
Saat aku berbalik berkeinginan menjawab, kulihat Tante Anne telah kembali istirahat tengkurap di lokasi tidur, namun kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya yang masih dikenakannya ialah celana dalamnya.
“Ya…” melulu itu saja yang dapat keluar dari mulutku.
Aku pun berlangsung ke arah Tante Anne. Sedikit canggung, kuletakkan tanganku di atas bahunya.
“Engghh…” tersiar dia merintih perlahan.
“Om Joe kapan pulangnya Tante?” kuatir pun aku ketahuan oleh suaminya.
“Emm… barangkali minggu depan… nggak tau deh… bila Om mu sih… jarang di rumah. Mungkin seminggu kembali sekali”, dalam hatiku merasa kasihan pun kepada Tante Anne.
Pantas saja dia merasa tante kesepian .
“Fhhuuuhh…” kembali tersiar helaan nafas panjang.
“Kamu telah punya pacar Chris?” tanyanya memecah keheningan.
“Yah… di Medan.” “Hehehe… cantik nggak Chris?” Tante Anne memang dari dulu senang bercanda.
Sangat bertolak belakang dengan ibuku yang kadang bersikap agak tertutup, Tante Anne ialah penganut kemerdekaan Barat. Aku melulu tersenyum saja membalas pertanyaannya.
“Turun dikit Chris!” aku juga menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya.
“Kamu duduk saja di atas pantat Tante… supaya dapat lebih powerful pijitannya.” Aku yang semula memungut posisi duduk di sampingnya, kini duduk di atas pantatnya.
“Unghh… berat kamu”, mendengus terbendung dia masa-masa kududuk di atasnya.
“Hehehe… namun katanya suruh duduk di sini”, cuek saja aku melanjutkan pijatanku.
Penisku telah terasa menegang sekali, sesekali kutekan kuat-kuat penisku ke bokong Tante Anne. Walaupun aku masih menggunakan celana lengkap, tetapi sudah terasa nikmat dan hangat sewaktu penisku kutekan ke pantatnya.
“Iiihh… badung ya… bilangin Mama anda lho”, katanya sewaktu menikmati penisku menekan-nekan pantatnya.
“Sudah belom Tante? telah cape nih”, kataku setelah sejumlah menit memijat punggungnya.
“Iyah… anda berdiri dulu deh… Tante inginkan balik”, aku berdiri, dan Tante Anne kini berbalik posisi.
Sekarang aku dapat melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang tersebut berdiri tegak di hadapanku. Puting susunya yang merah kecoklatan tampak begitu menantang. Aku hingga terbengong sejumlah detik dibuatnya.
“Hey… pijit unsur depan dong sekarang”, katanya. Aku duduk di atas pahanya, kuremas dengan lembut kedua payudaranya.
Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku.
“Ihh… geli… hihihihi…” dia cekikikan.
Aku benar-benar telah tidak dapat mengendalikan nafsuku lagi. Sekarang ini yang terdapat dalam otakku hanyalah bagaimana memuaskan Tante Anne, memberinya kepuasan yang sekitar ini jarang ia dapatkan dari suaminya. Rasa kasihan bakal Tante Anne yang sudah lama memimpikan kehangatan laki-laki bercampur dengan nafsuku sendiri yang telah menggelora. Aku unik celana dalam tante girang dengan agak kasar. Kulihat dia melulu diam saja seraya memejamkan matanya pasrah. Kuakui berikut kesatu kalinya aku menyaksikan wanita telanjang secara nyata. Tapi agaknya aku tidak begitu canggung, kelihatannya aku mengerjakan semuanya dengan demikian alamiah.
Tante Anne membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya kulepas. Kulihat dengan jelas memek berbulu halus yang dipotong dengan rapi menyusun segitiga di sekitarnya.
“Sudah tidak jarang beginian yah anda Chris?” tanyanya heran pun melihat aku begitu mantap.
“Ehh… nggak kok… baru sekali Tante”, nafasku telah memburu, ucapan-ucapan pun telah sulit kuucapkan dengan tenang.
Kulihat nafas Tante Anne pun sudah mulai memburu, berkali-kali ia unik nafas panjang untuk mendinginkan diri.
“Jilatin dong Chris!” katanya memelas.
Mulanya aku ragu-ragu juga, namun kudekatkan pun kepalaku ke vaginanya. Tidak terdapat bau tidak enak sama sekali, Tante Anne rajin menjaga kesucian vaginanya aku kira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah mengarah ke ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan vaginanya. Tante Anne hanya dapat mengerang dan menggelinjang kecil menyangga nikmat. Kulihat ia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Aku berdiri sebentar, mencungkil semua pakaianku. Bengong dia menyaksikan penisku yang 18 cm itu. Aku hanya tersenyum kepadanya, dan melanjutkan menjilati vaginanya.
Beberapa saat lantas ia meronta dengan kuat.
“aahh… ohh God… aargghh…” laksana gila, dia mengapit kepalaku dengan pahanya, lalu mengurangi kepalaku agar menempel lebih powerful lagi ke memek tante dengan dua tangannya. Aku sulit bernafas dibuatnya.
“Lagi… arghh… clitorisnya Chriss… ssshh… yah… yah… lagi… oooohh…” semakin menggila lagi dia saat aku mengulum clitorisnya, dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut.
Aku memasukkan lidahku sedalam mungkin ke dalam lubang vaginanya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. vaginanya benar-benar telah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di vaginanya dengan cepat dan kasar. Lalu ia menegang, dan tenang. Saat tersebut juga aku merasa cairan hangat semakin tidak sedikit mengalir terbit dari vaginanya. Aku jilati semuanya.
“Ohh… God… bener-benar hebat anda Chris… lemas Tante… aahh… nggak powerful lagi deh guna berdiri… shitt… telah lama nggak begini”, dia terbaring lemas sesudah 1/2 jam yang melelahkan itu.
Aku hanya tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi lokasi tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Vaginanya kini terbuka lebar. Nampaknya ia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan kini padanya.
Begitu tante sadar penisku telah menempel di bibir vaginanya.
“Ohh…” ia cuma dapat menjerit tertahan.
Lalu ia pura-pura meronta tidak mau. Aku pun tidak tahu bagaimana teknik memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku tidak jarang lihat di video bokep barat , dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya paling kecil, mana mungkin dapat masuk pikirku. Tiba-tiba kurasakan tangan Tante Anne memegang penisku dan menuntun penisku ke vaginanya.
“Tekan di sini Chris… pelan-pelan yah… punya anda gede banget sih”, pelan ia membantuku memasukkan penisku ke dalam vaginanya.
Belum hingga seperempat unsur yang masuk ia telah menjerit kesakitan.
“Aahh… sakitt… oooh… pelan-pelan Chris… aduuh….” tangan kirinya masih menggenggam penisku, menyangga laju masuknya supaya tidak terlampau deras.
Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul lokasi tidur. Aku menikmati penisku diurut-urut di dalam vaginanya. Aku berjuang untuk memasukkan lebih dalam lagi, namun tangan Tante Anne menciptakan penisku sulit untuk masuk lebih ke dalam lagi. Aku unik tangannya dari penisku, kemudian kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong penisku masuk tidak banyak lagi.
“Aduhh… sakkkitt… ooohh… ssshh… lagi… lebih dalam Chriss… aahh”,enakkk sayang pulang Tante Anne merintih dan meronta.
Aku pun merasakan kesenangan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya agar ia berhenti meronta, kemudian kudorong sekuatnya penisku ke dalam. Kembali Tante Anne menjerit dan meronta dengan buas. Aku diam sejenak, menantikan dia agar agak tenang.
“Goyang dong Chris”, dia sudah dapat tersenyum sekarang.
Aku menggoyang penisku terbit masuk di dalam vaginanya. Tante Anne terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku. Lama pun kami bertahan di posisi laksana itu. Kulihat dia melulu mendesis, seraya memejamkan mata. Tiba-tiba kurasakan vaginanya mengapit penisku dengan paling kuat. Tubuh Tante Anne mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
“Ohh… ooohh… Tante telah mau terbit nih… sshh… aahh”, goyangan pinggulnya kini sudah tidak beraturan.
“Kamu masih lama nggak Chris? Kita keluar bersama saja yuk…. aahh”, tak menjawab, aku mempercepat goyanganku.
“Aahh… shitt… Tante terbit Chrisss… ooohh… gile”, dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat terbit membasahi pahaku.
Aku semakin energik menggenjot. Aku pun merasa bahwa aku akan keluar tidak lama lagi.
“Aahh… sshh…” kusemprotkan saja cairanku ke dalam vaginanya. Lalu kucabut penisku, dan terduduk di lantai.
“Kamu hebat… telah lama Tante nggak pernah klimaks.”
“aah… capek Tante.”
“Mandi lagi yuk… lengket-lengket nih jadinya”, ia berlangsung ke kamar mandi dan aku mengikutinya.
Lalu kami saling mencuci tubuh di bawah siraman shower. Setelah mandi, kami tidur-tiduran tanpa busana, berciuman, seraya ngobrol macem-macem. videoporno yang tadi sudah berakhir rupanya. Tante Anne menggantinya dengan VCD yang lain.
“Eh… yang ini bagus loh Chris”, kemudian ia menghidupkannya. Filmnya mengenai seorang gadis yang diperkosa, tidak banyak sadis menurutku, namun sangat memicu sekali.
“Tante telah lama kepengen jajaki yang seperti tersebut Chris… bila Om mu sih… nggak terdapat seninya… taunya cuman goyang, nembak, tidur… susah pun hahaha… anda mau jajaki nggak?” dia tersenyum melihatku. “Hehehe… terserah…”
“Ok!” kemudian ia berlangsung ke lemarinya.
Sewaktu ia membukanya, aku terkejut pun melihat begitu tidak sedikit Sex Stuff laksana vibrator, tali, handcuff, dan tidak sedikit lagi.
“Wah… tidak sedikit amat peralatannya Tante”, kataku bercanda.
“He eh… yah beginilah… soalnya Om anda jarang kembali sih. Tante kan perlu seks juga. Yah… darurat harus bermain dengan angan-angan sendiri.”
“Hehehe”, aku hanya tertawa kecil.
Kulihat ia memungut tali dari lemari. “Nih… kerjain Tante laksana yang di film tersebut dong Chris!” ia membuang tali tersebut kepadaku dan berlangsung ke arah lokasi tidur. Tempat tidur tersebut bergaya Eropa pertengahan, memiliki pagar rendah berjeruji di sisi atas dan bawah. Ia memegang pagar berjeruji itu. Aku mengikat tangannya di jeruji itu, ia sekarang menunduk membelakangiku dengan tangan terikat. Aku berjongkok dan mulai menjilati vaginanya guna pemanasan.
“Sssh… oouhh…” pulang kudengar erangannya.
Setelah sejumlah saat vaginanya mulai basah. “Pakai vibrator Chris!” aku berlangsung ke lemari dan memungut vibrator yang berbentuk laksana penis insan itu. Hati-hati kumasukkan vibrator tersebut ke dalam vaginanya, kemudian kugeser switch ke posisi “low”. Terdengar vibrator tersebut mulai berdengung halus.
“Ouuh… aahh…” sepertinya Tante Anne sangat merasakan permainan.
Tempo permainan paling lambat kali ini. Ia menggelinjang tidak banyak mengiringi dengungan halus vibrator. Sambil sebelah tanganku memegangi vibrator agar tidak lepas dari vaginanya, aku memberinya tepukan di paha, memberinya tanda supaya ia membuka pahanya selebar-lebarnya.
“Jilat anus Tante Chris!” pulang ia memberi komando. Aku mulai menjilati pahanya yang putih dan jenjang, perlahan beralih ke anus. Bosan menjilati anusnya, aku berdiri, memeluknya dari belakang, dan meremas payudaranya dengan sebelah tanganku yang masih bebas. Beberapa saat lantas ia orgasme.
Lalu ia menyuruhku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Aku sempat terkejut mendengarnya. Menurutku tentu akan sakit sekali penisku diapit oleh lubang anusnya. Tetapi Tante Anne terus-terusan meminta dengan suara yang memelas.
“Tante telah pernah nyoba?” tanyaku ragu-ragu.
“Pernah… gunakan vibrator… cobain saja deh… lebih sempit loh di sini… Tante kepingin nyoba dimasukin 2 lubang sekaligus.”
“Ok!” aku pulang membungkuk, kujilat bagian selama anusnya guna melicinkannya.
Kulihat Tante Anne merintih-rintih saat vibrator kugoyang agak cepat, namun ia tidak bisa tidak sedikit meronta sebab tangannya masih terbelenggu kuat ke jeruji lokasi tidur.
Setelah merasa jalan masuk lumayan licin aku pun memungut ancang-ancang, kugesek-gesekkan dulu kepala penisku di dekat anusnya.
“Yahh.. langsung saja Chriss”, Tante Anne yang telah tidak sabar, memundur-mundurkan pantatnya supaya penisku dapat segera masuk ke dalam lubang anusnya.
Kutarik vibrator yang masih saja berdengung tersebut dari belakang, agar pantat Tante Anne kian menempel ke kepala penisku. Akibatnya vibrator tersebut melesak kian dalam ke vaginanya Tante Anne.
“Aahh… ooohh… sshh…” semakin menggila saja dia.
Pelan kudorong kepala penisku ke dalam lubang anusnya. Kepala penisku terasa tidak banyak pedih, aku menghentikan dorongannya sejenak.
“Oooohh… yahh… terussss… deeper Chriss….”
“Sssshh… oooohh…” aku hanya dapat mendesis menyangga pedih yang bercampur nikmat saat penisku masuk kira-kira separuh bagian ke dalam lubang anusnya.
Menurutku masuk melewati lubang anus tidak begitu nikmat, sebab tidak terdapat cairan yang melicinkannya. Tapi kulihat Tante Anne laksana sedang terbang sekarang. Nikmat sekali katanya. Kukira tersebut karena dua lubangnya sedang terisi. Tante Anne terus saja menggoyang-goyang pinggulnya kebelakang agar penisku bisa masuk lebih dalam ke dalam lubang anusnya. Aku tidak dapat menyangga lagi goyangannya, kubenamkan sekuat tanaga penisku ke dalam anusnya. Rasanya laksana penisku berada di massage dengan powerful di dalam. Tanpa sadar, sebab menahan nikmat tanganku menggoyang-goyangkan vibrator tersebut dengan kencang. Tempo permainan pulang menjadi liar sekarang. Tangan Tante Anne memegang erat jeruji tampat istirahat dan menggoyangnya sebab nikmat yang tak terkira.
Aku mengupayakan menggoyang penisku di dalam anusnya. Memang tidak banyak pedih sebab kurangnya cairan pelicin di dalam anusnya, namun aku tidak peduli lagi. Sesekali kugunakan tangan kiriku guna meremas payudaranya yang tergantung-gantung itu. Beberapa saat lantas aku merasa inginkan orgasme.
“Aahh… oouuhh… Tante telah mau terbit belum?” tanyaku dengan nafas memburu.
“Engggh… sssssh… iyah…” Kurasakan Tante Anne semakin menggila menggoyang pinggulnya.
Kemudian dia tubuhnya menegang, lantas terkulai lemas. Aku juga merasa maniku telah di ujung-ujungnya. Kupercepat goyangan, kuremas payudaranya dengan kasar, dan kukocok vibratornya lebih cepat lagi. Kulihat Tante Anne menjerit-jerit, namun ia tak dapat berbuat tidak sedikit karena tangannya terbelenggu dengan kuat.
“Arrrgghh… ooohh…” seiring dengan eranganku, kusemprotkan maniku ke dalam anusnya.
Kali ini kurasakan maniku keluar tidak sedikit sekali. Lalu kucabut penisku dari dalam anusnya, dan kucabut vibrator dari vaginanya. Sekilas kulihat vagina dan anusnya merah sekali dan tidak banyak membengkak. Kubuka ikatan tangannya dan dia mendekap serta menciumiku. Lalu kami berdua tertidur di lantai. Pengalaman ini tak bakal pernah kulupakan. Sampai kini kami kadang-kadang masih melakukannya.
Tante Anne benar-benar seorang seks maniak yang tak dapat puas, masing-masing kali bersangkutan selalu terdapat saja cara-cara baru yang ia ajarkan. Kukira ini pun mempengaruhi tingkah laku seksualku. Sampai kini aku senang mengerjakan hubungan seks dengan angan-angan tinggi, seperti memakai tali, cambuk, handcuff, dan sebagainya. Aku menjadi senang menganiaya lawan mainku. Sepertinya puncak kenikmatanku susah tercapai bila aku tidak melakukannya.
No comments:
Post a Comment