Pagi tersebut pada masa-masa jam masuk kantor aqu berpapasan dgnnya di pintu masuk, laksana biasa anda saling tersenyum dan menyampaikan selamat pagi. Ah lucu pun kita yg telah kenal sejumlah tahun masih melaqukan kelaziman seperti itu, sebenarnya untuk hitungan waktu sekitar tiga tahun anda harus lebih akrab dari itu, tapi inginkan bagaimana lagi sebab Amira orangnya memang seperti tersebut jadi aqupun terbawa-bawa, aqu sendiri bertanya-tanya apakah sifatnya yg laksana itu melulu untuk mengawal jarak dgn orang-orang di dunia kerja atau memang dia punya pembawaan seperti tersebut sejak lahir.
Mungkin waktu tersebut aqu sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja Amira laksana akan terjatuh dan refleks aqu meraih badannya dgn maksud untuk menyangga supaya dia tak benar-benar terjatuh, namun tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di unsur dadanya.
Setelah bisa berdiri dgn sempurna Amira memandang ke arahku seraya tersenyum, ya ampun menurutku tersebut adalahsesuatu yg istimewa menilik sifatnya yg kuketahui sekitar ini.
“Terima kasih Pak Dedi, nyaris saja aqu terjatuh.”
“Oh, gag apa-apa, maaf barusan tak sengaja.”
“Tak apa-apa.”
Seperti itulah dialog yg terjadi pagi itu. Walaupun gag inginkan mikirin terus kejadian itu tapi aqu tetap merasa tidak cukup enak sebab telah menyentuh sesuatu pada badannya walaupun gag sengaja, masa-masa kutengok ke arah meja kerjanya melewati kaca pintu ruanganku dia pun kelihatannya kepikiran dgn kejadian tersebut, untung masa-masa masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum terdapat orang, sekiranya pada waktu tersebut sudah tidak sedikit orang barangkali dia di samping merasa kaget pun akan merasa malu.
Aqu pulang melaqukan rutinitas sehari-hari menggeluti angka-angka yg gag terdapat ujungnya. Sudah kebiasaanku masing-masing tiga puluh menit memandang gambar panorama yg kutempel dikaca pintu ruanganku guna menghindari keletihan pada mata, namun ternyata terdapat sesuatu yg beda di seberang pintu ruanganku pada hari itu, aqu menyaksikan Amira sedang memandang ke arah yg sama sampai-sampai pandangan kami bertemu.
Lagi, dia tersenyum kearahku, aqu justeru jadi bertanya-tanya terdapat apa gerangan dgn wanita itu, aqu yg geer atau memang dia jadi beda hari ini, ah mungkin melulu pikiranku saja yg ngelantur.
Jam istirahat santap seperti biasa seluruh orang ngumpul di EDR untuk santap siang, dan sebuah kebetulan lagi masa-masa nyari lokasi duduk ternyata kursi yg kosong terdapat di sebelah Amira, kesudahannya aqu duduk disana dan mencicipi makanan yg telah kuambil.
Setelah berlalu makan, kelaziman kami ngobrol ngalor-ngidul sambil menantikan waktu tidur habis, sebab aqu duduk disebelah dia jadi aqu ngobrol sama dia, sebenarnya sebelumnya aqu males ngobrol sama dia.
“Gimana kabar suaminya Ra?” aqu mengawali percakapan
“Baik pak.”
“Trus gimana kerjaannya? masih di lokasi yg dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yg lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aqu.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah bila begitu, kan nantinya pun untuk mesa depan berdua.”
“Iya pak.”
Setelah jam istirahat berakhir semua pulang ke ruangan setiap untuk meneruskan kerjaan yg tadi terhenti. Aqupun pulang hanyut dgn kerjaanku.
Pukul separuh tujuh aqu bermaksud beres-beres sebab penat pun kerja terus, tanpa sengaja aqu nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Amira masih terdapat di mejanya. Setelah seluruh beres aqupun terbit dari ruangan dan bermaksud guna pulang, aqu melalui mejanya dan iseng aqu nyapa dia.
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru inginkan pulang, baru beres, tidak sedikit kerjaan hari ini”
Aqu menikmati gaya bicaranya beda hari ini, tak laksana hari-hari sebelumnya yg bila bicara selalu terdengar resmi, yg memunculkan rasa tak akrab.
“Ya udah kalo begitu kita bersama aja.” ajakku menawarkan.
“Tak usah pak, biar aqu kembali sendiri saja.”
“Gag apa-apa, mari kita bareng, ini udah terlampau malam.”
“Baik Pak bila begitu.”
Sambil berjalan mengarah ke tempat parkir pulang kutawarkan jasa yg walaupun sebenarnya niatnya melulu iseng saja.
“Gimana kalo Amira bersama aqu, anda kan searah.”
“Gag usah pak, biar aqu gunakan angkutan umum atau taksi saja.”
“Lho, tidak boleh gitu, ini udah malem, gag baik wanita jalan sendiri malem-malem.”
“Baik bila begitu pak.”
Di sepanjang jalan yg dilewati kami tak tidak sedikit bicara hingga akhirnya aqu simaklah dia agak lain, dia kelihatan murung, mengapa ini perempuan.
“Lho kok sepertinya murung, kenapa?” tanyaqu penasaran.
“Gag apa-apa pak.”
“Gag apa-apa kok ngelamun begitu, perlu rekan buat ngobrol?” tanyaqu memancing.
“Gag ah pak, malu.”
“Kok malu sih, gag apa-apa kok, ngobrol aja aqu dengerin, kalo dapat dan perlu barangkali aqu bakal bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlampau pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo gag inginkan ya gag usah, aqu gag bakal maksa.”
“Tapi sebenarnya memang aqu butuh seseorang untuk rekan ngobrol mengenai masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aqu, rahasia dipastikan kok.”
“Ini soal suami aqu pak.”
“Ada apa dgn suaminya?”
“Itu yg buat aqu malu guna meneruskannya.”
“Gag usah malu, kan udah aqu bilang dipastikan kerahasiaannya kalo Amira ngobrol ke aqu.”
“Anu, aqu tidak jarang baca buku-buku tentang hubungan suami istri.”
“Trus kenapa?”
“aqu baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yg bagus ialah orgasme yg dirasakan oleh keduanya.”
“Trus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aqu hingga dgn masa-masa ini aqu melulu sempat membacanya tanpa pernah merasakannya.”
Aqu sama sekali gag pernah mengasumsikan kalo pembicaraannya bakal mengarah kesana, dalam hati aqu membatin, masa sih kawin satu separuh tahun sama sekali belum pernah merasakan orgasme? timbul niatku guna beramal:-)
“Masa sih Ra, apa betul anda belum pernah menikmati orgasme laksana yg barusan anda bilang?”
“Betul pak, kebetulan aqu ngobrolin masalah ini dgn bapak, jadi minimal bapak dapat memberi masukan sebab mungkin ini ialah masalah laki-laki.”
“Ya, gimana ya, kini kan suami Amira lagi gag ada, seharusnya masa-masa suami Amira terdapat barengan pergi ke ahlinya guna konsultasi masalah itu”
“Pernah sejumlah kali aqu ajak suami aqu, tapi menampik dan akhirnya bila aqu singgung masalah itu melulu menimbulkan pertengkaran diantara kami.”
Tanpa terasa jam sudah mengindikasikan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula kami telah sampai didepan lokasi tinggal Amira, Aqu bermaksud mengantar dia hingga depan pintu rumahnya.
“Tak usah pak, biar hingga sini saja.”
“Gag apa-apa, taqut terdapat apa-apa biar aqu antar hingga depan pintu.”
Dasar, kakiku memasuki sesuatu yg lembek ditanah dan nyaris saja terpeleset sebab penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah hingga di teras rumahnya kulihat kakiku, ternya yg kunjak tadi ialah sesuatu yg tidak cukup enak guna disebutkan, sehingga sepatuku sebelah kiri nyaris setengahnya kena.
“Aduh Pak Dedi, gimana dong tersebut kakinya.”
“Gag apa-apa, nanti aqu cuci kalo udah nyampe rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti gag enak sepanjang jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aqu ikut ke toilet.”
Setelah mencuci kaki aqu dipersilahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah menantikan segelas kopi hangat. Sambil menantikan kakiku kering kami mengobrol lagi.
“Oh ya Ra, tentang yg anda ceritakan tadi di jalan, gimana teknik kamu mengatasinya?”
“aqu sendiri bingung Pak mesti bagaimana.”
Mendengar jawaban seperti tersebut dalam otakku timbul benak kotor lelaki.
“Gimana bila besok-besok aqu kasih apa yg anda pengen?”
“Yg aqu inginkan yg mana pak.”
“Lho, tersebut yg sepanjang jalan anda bilang belum pernah ngalamin.”
“Ah bapak dapat aja.”
“Bener kok, aqu mau ngasih tersebut ke kamu.”
Termenung dia mendengar perkataanku tadi, menyaksikan dia yg sedang menerawang aqu beranggapan kenapa pun harus besok-besok, mengapa gag kini aja selagi terdapat kesempatan.
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak pun dia dari lamunannya seraya menatap kearahku dgn sarat tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tak bereaksi.
Ku kecup bibirnya, dia unik napas dalam entah apa yg terdapat dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan menghirup hidungnya dan dia memejamkan mata.
Ternyata napsu telah menggerogoti kepalaqu, kulumat bibirnya yg tipis dan ternyata dia menjawab lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia begitu meresapi dan merasakan adegan itu.
Kitarik tangannya guna duduk disebelahku di sofa yg lebih panjang, dia melulu mengikuti seraya menatapku. Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dgn sarat semangat.
Dgn posisi duduk seperti tersebut tanganku dapat mulai bekerja dan bergerilya. Kuraba unsur dadanya, dia justeru bergerak seakan-akan menyodorkan dadanya guna kukerjain.
Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju unsur atasnya lantas membimbing tangan kananku guna masuk kedalam BHnya. Ya ampun bener-bener udah gag tahan dia rupanya.
Kulepas tangan dan bibirku dari badannya, aqu beralih posisi bersandar pada pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar.
Kutarik dia guna duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yg waktu tersebut sudah nempel gag karuan, kuciumi leher unsur belakang Amira dan tangan kiri kananku memegang gunung di dadanya setiap satu, dia bersandar kebadanku laksana lemas tak mempunyai tenaga guna menopang badannya sendiri dan mulai kuremas payudaranya seraya terus kuciumi tengkuknya.
Setelah lumayan lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai beralih kebawah menyusuri unsur perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh masa-masa kuraba unsur itu.
Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana dalamnya, kutemukan sesuatu yg hangat-hangat lembab disana, telah basah rupanya. Kutekan klitorisnya dgn jari tengah tangan kiriku.
“Ohh .. ehh ..”
Aqu semakin bernapsu mendgn rintihannya dan kumasukkan jariku ke kemaluannya, suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, badannya semakin melenting laksana batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat badannya bergetar menerima perlaquanku. Dua puluh menit lamanya kulaqukan tersebut dan akhirnya terbit suara dari mulutnya.
“Udah dulu pak, aqu gag tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, gag tahan, Amira inginkan pipis .. ohh .. ahh.”
Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.
“Ahh .. uhh.”
Badanya mengejang sejumlah waktu sebelum kesudahannya dia lunglai bersender kedadaqu.
“Gimana Ra rasanya?”
“Enak pak.”
Kulihat air matanya berlinang.
“Kenapa anda menangis Ra.”
Dia diam tak menyahut.
“Kamu nyesel udah melaqukan ini?” tanyaqu.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aqu bahagia, kesudahannya aqu menemukan apa yg aqu idam-idamkan sekitar ini yg seharusnya datang dari suami aqu.”
“Oh begitu.”
Kami saling terdiam sejumlah waktu hingga aqu tak sempat bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang didalam kemaluannya dan aqu cabut perlahan, dia menggeliat masa-masa kutarik jari tanganku, dan aqu masih termenung dgn ucapan-ucapan terakhir yg terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah menikmati orgasme.
“Mau ke kamar mandi pak?”
Tiba-tiba suara tersebut menyadarkanku dari lamunan ..
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil mengindikasikan jalan mengarah ke kamar mandi.
Dia pulang ke ruang tamu sedangkan aqu membasuh bagian tangan yg tadi sudah mengemban tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak habisnya aqu berpikir, mengapa orang berumah tangga telah sekian lama namun si wanita baru merasakan orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.
Selesai dari kamar mandi aqu pulang ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang menyaksikan acara di televisi, namun kulihat
dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yg terdapat dalam pikirannya masa-masa itu.
“Ra, udah malam nih, saya kembali dulu ya ..”
Terhenyak dia dan menatapku ..
“Emm, pak, inginkan gag malam ini nemanin Amira?”
Kaget pun aqu menerima pertanyaan seperti tersebut karena memang tak benak untuk menginap dirumahnya malam ini, namun aqu tak mau membuat kecewa dia yg meminta dgn wajah mengharap.
“Waktu kan masih banyak, kelak kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan anda masih dapat ketemu diluar kantor.”
Dia berdiri dan menghampiriku ..
“Terima kasih ya pak, Amira paling bahagia malam ini, saya harap bapak tak jenuh menemani saya.”
“Kita kan kenal telah lama, saya selalu mau untuk membantu anda dalam urusan apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh bila mau kembali sekarang dan tolong ucapkan salam saya bikin ibu.”
Akhirnya aqu kembali dgn terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, mengapa dia dapat begitu, kasihan sekali dia.
Seperti biasa esoknya aqu masuk kantor pagi-pagi sekali sebab memang selalu tidak sedikit pekerjaan yg mesti diselesaikan, kupikir belum terdapat siapa-siapa karena seringkali yg telah ada masa-masa aqu datang ialah office boy, namun ternyata pagi tersebut aqu disambut dgn senyuman Amira yg telah duduk di meja kerjanya.
Tak laksana biasa, pada hari-hari sebelumnya aqu selalu menyaksikan Amira dalam penampilan yg beda dari pagi ini, kini dia tampak berseri dan terkesan ramah dan akrab.
“Pagi Ra.”
“Pagi pak.”
“Gimana, dapat tidur lelap tadi malam?”
“Ah bapak, dapat aja, tadi malam saya istirahat pulas sekali.”
“Ya sudah, saya bermukim dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”
Aqu meneruskan langkahku mengarah ke ruang kerjaqu yg memang tak jauh dari meja kerjanya, dari dalam ruangan pulang aqu menengokkan wajah ke arahnya, ternyata dia masih menatapku seraya tersenyum.
Tak laksana biasanya, aqu menikmati hari ini bekerja adalahsesuatu yg membosankan, suntuk rasanya menghadapi kegiatan yg memang dari hari ke hari tidak jarang kali saja terdapat sesuatu yg mesti diulang, kesudahannya aqu menulis kisah ini.
HP didalam saqu celanaqu berbunyi, terdapat SMS yg masuk, kubuka SMS itu yg rupanya datang dari wanita diseberang ruanganku yg tadi pagi menatapku hingga aqu masuk ke ruangan ini .. ya dia, Amira.
“Pak, nanti mlm terdapat acara gak? kalo tak dapat gak bapak menuhin janji bapak tadi malam.”
Begitulah isi SMS yg kuterima, aqu beranggapan agresif pun nih wanita pada akhirnya. Kuangkat telepon yg terdapat diatas meja kerjaqu dan kutekan nomor extensin dia.
“Kenapa gitu Ra, inginkan ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, enggag, Amira udah nyediain santap malam di rumah, bapak dapat kan santap malam sama Amira nanti malam?”
“Boleh, bila gitu nanti kembali saya tunggu di ruang parkir ya.”
“Iya pak, ma kasih.”
Sore hari aqu terkejut sebab waktu kembali sudah terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan ruanganku dan berlari mengarah ke ruang parkir. Disana Amira telah menungguku, namun dia tersenyum masa-masa melihatku datang, awalnya kupikir dia bakal kecewa, namun syukurlah kelihatanyya dia tak kecewa.
“Maaf jadi nunggu ya Ra, mesti beres-beres sesuatu dulu.”
“Gag apa-apa pak, Amira pun barusan terdapat yg mesti ditamatkan dulu dgn neni.”
“Yo.” kataqu seraya membukkan pintu guna dia, dan dia masuk kedalam mobil lantas duduk disebelahku.
Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa kesudahannya kami masuk ke komplek kompleks dimana Amira bermukim lalu kami turun mengarah ke ke rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya dgn susah, rupanya terdapat masalah dgn kunci pintu tersebut.
Aqu tak berjuang membantunya, sebab dari belakang baru kuperhatikan kali ini bila bagian tengah belakang kepunyaan Amira unik sekali, lingkarannya tak terlampau besar, namun aqu yakin laki-laki bakal suka bila melihatnya dalam suasana setengah berjongkok laksana itu.
Akhirnya pintu terbuka pun dan dia mempersilakan aqu masuk, dan kamipun masuk. Setelah mempersilahkan aqu guna duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah tersebut dia pulang lagi dgn pakaian yg telah digantinya, dia tak langsung menghampiriku namun terus melangkah ke arah dapur dan pulang dgn segelas air putih dan segelas kopi, kemudian dia menyodorkan kopi itu kepadaqu.
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, anda kok gag minum kopi pun Ra?”
“Saya gag pernah minum kopi pak, gag boleh sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar Amira yg mindahin.”
“Boleh, sekalian saya inginkan ikut ke kamar mandi dulu, badan rasanya gag enak bila masih terdapat keringatnya.”
“Handuknya terdapat di kamar mandi pak.”
Dia berdiri seraya menerima kunci mobil yg kuserahkan sementara aqu ngeloyor ke kamar mandi guna terus mencuci badan yg memang rasanya agak gag enak sesudah barusan diperjalanan dihadapkan ke situasi jalan yg lumayan macet tak laksana biasa.
Keluar dari kamar mandi kudapati Amira kelihatan tidak banyak bingung, kutanya dia,
“Kenapa Ra, kok laksana yg bingung begitu ..”
“Anu pak, barusan terdapat telepon dari restoran yg saya pesani untuk santap malam, katanya gag dapat nganter makanan yg dipesan sebab kendaraannya gag ada.”
“Ya telah gag apa-apa, anda kan bisa buat makanan sendiri, punya apa yg dapat dimasak?”
“Adu pa, Amira jadi malu.”
“Udah gag apa-apa kok, justeru jadi bagus kita dapat masak barengan.”
Kataqu seraya tersenyum, Amira melangkahkan kakinya mengarah ke dapur dan kuikuti, hingga didapur dia membuka lemari es yg ternyata melulu ada tidak banyak makanan yg siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil mengobrol kesana kemari.
Tanpa sengaja aqu simaklah postur badan Amira yg terlihat beda dgn pakaian yg dikenakan sekarang, pakaian yg tidak banyak agak ketat mengakibatkan lekuk-lekuk badannya tampak jelas, sungguh format badan yg sempurna guna wanita seusia dia
Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yg sedang melaqukan tugasnya sebagai ibu lokasi tinggal tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, tadinya hanya ciuman biasa hingga akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya. Tangan Amira bergerak membuka kancing baju unsur depan dilanjutkan dgn menyingkapkan BH yg dia pakai, dgn demikian tanganku kiri kanan lebih leluasa meremasnya.
Beberapa waktu lantas kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yg tampak sungguh estetis dgn warna puting yg kemerahan, kujilat puting yg sebelah kanan dan dia unik nafas dalam menerima perlaquan itu, kesudahannya kukulum puting tersebut dan kuhisap dalam-dalam seraya tangan kananku tetap meremas dadanya yg sebelah kiri.
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yg kenyal itu. Kumasukkan tangan tersebut ke dalam rok yg dia gunakan dan disana kuraba terdapat sesuatu yg hangat dan tidak banyak basah dan kuraba-raba bagian tersebut terus menerus.
Rupanya dia tak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting roknya dan melorotkannya kebawah. Aqu hentikan pekerjaan bibirku di buah dadanya kemudian bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu estetis yg tak terlalu tidak sedikit disana kusingkapkan tidak banyak dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat unsur kecil yg menonjol disana.
Suara lenguhan dari bibirnya telah tak terbaygkan lagi, bakal memperpanjang kisah kalau saya tuliskan disini.Cerita Dewasa
“Oh, pak, saya belum pernah menikmati ini, oh ..”
Aqu terus melanjutkan pekerjaan lidahku diselangkangannya seraya terus memasukkan lidah ini kedalam gua lembab yg berbau khas kepunyaan wanita.
Lenguhan demi lenguhan terus terbit dari mulutnya hingga akhirnya kurasakan badannya mengejang dan bergetar dgn menerbitkan teriakan yg tak dapat ditahan dari mulutnya, dia telah sampai ke puncak kesenangan sentuhan seorang lelaqu laksana aqu ini, dan kesudahannya kuhentikan kegiatanku tersebut lalu berdiri menghadap dia, danpa kuduga dia menghirup bibirku.
“Pak anda ke kamar ya.”
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar tersebut terlihat rapi, kemudian kami duduk dipinggir lokasi tidur dan pulang saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri dihadapanku sambil bertanya.
“Boleh saya buka pakaian bapak?”
Aqu melulu tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, kemudian dia membuka semua pakaian yg kukenakan hingga ke celana dalamku. Dia memegang senjataqu yg dia dapati dibalik celana dalam yg baru saja terbuka, kemudian dia menciumnya dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.
“Dari dulu saya hendak melaqukan ini, namun suami saya gag pernah inginkan diperlaqukan begini.”
Dia berbicara begitu seraya kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dgn mengulum dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yg tadi kurasakan. Akhirnya dia berhenti berlaqu seperti tersebut dan berkata.
“Pak, tidurin Amira ya.”
Tanpa menantikan permintaan tersebut terulang aqu baringkan badannya diatas lokasi tidur, aqu ciumi sekujur badannya yg dijawab dgn gelinjangan badan mulus itu, akhirnya sesudah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang senggama yg memang telah basah dari semenjak tadi, dan “Ahh ..” itulah yg terbit dari mulut Amira, sungguh nikmat sekali rasanya menginjak badan yg telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa lumayan sempit dan menggigit, terlintas lam pikiranku suatu pertanyaan, sebesar apa kepunyaan suaminya hingga lubang ini masih terasa sempit laksana ini.
Kuperhatikan jam yg terdapat di dinding kamarnya mengindikasikan bahwa aqu telah mengeluar masukkan kemaluanku kedalam badannya sekitar dua puluh menit dan kesudahannya kembali kurasakan badannya mengejang sambil menerbitkan suara-suara mengherankan dari mulutnya, kesudahannya dia menggelepar sambil mendekap badanku erat-erat seolah tak hendak lepas dari badannya, sebab pelukannya tersebut aqu jadi terhenti dari kegiatanku.
Beberapa waktu lantas Amira mencungkil pelukannya dan terkulai lemas, namun aqu menyaksikan sebuah senyuman puas diwajahnya dan tersebut membuat aqu merasa puas sebab malam ini dia telah dua kali menemukan apa yg sekitar ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya.
“Gimana Ra?”
“Aduh, Amira lemas namun tadi tersebut nikmat sekali ..”
“Amira inginkan coba gaya yg lain?”
“Emm ..”
Kubangunkan badannya dan kugerakkan guna membelakanginya, kudorong pundaknya dgn pelan hingga dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam lubang senggamanya dan dia menerbitkan teriakan kecil.
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, Amira belum pernah merasakan kesenangan seperti ini ..”
Aqu terbit masukkan kemaluanku ini kedalam badannya dgn irama yg semakin lama semakin kupercepat, lama pun aqu melaqukan tersebut sampai kesudahannya dia berbicara “Pak Amira inginkan pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku sebab kurasakan terdapat sesuatu yg mendorong hendak keluar dari dalam badanku.
Dalam situasi lemas dan masih menungging Amira menerima gerakan maju mundur dariku, barangkali dia tahu bila aqu sebentar lagi menjangkau klimaks, dan kesudahannya menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk seluruh kedalam badannya.
Beberapa waktu lantas aqu menikmati badanku lemas laksana tak bertulang dan kucabut senjataqu dari lubang kepunyaan Amira.
Aqu tergeletak disampingnya setelah mencungkil nikmat yg diada tara, dia tersenyum puas seraya menatapku dan memelukku, kemudian kami tertidur dgn perasaan masing-masing.
Dalam istirahat aqu memimpikan pekerjaan yg barusan kami laqukan dan waktu nyaris pagi aqu terbangun kudapati Amira masih terpejam dgn wajah yg damai seraya masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia terbangun, kemudian kami meneruskan pekerjaan yg tadi malam terpotong oleh istirahat sampai kesudahannya kami berdua bangun dan mengarah ke kamar mandi dalam suasana masing-masing telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi badan kami.
Dikamar mandi kami melaqukannya lagi, dan pulang dia mengucapkan ucapan-ucapan yg tak berakhir aqu dapat mengerti “Amira belum pernah melaqukan laksana ini sebelumnya ..”.
Akhirnya kami berangkat kerja dari lokasi tinggal Amira, sengaja masih pagi supaya tak terdapat orang di kantor yg menyaksikan kedatangan kami berdua guna menghindari sesuatu yg kami berdua tak inginkan.
Sampai saya menulis kisah ini, masih tetap terngiang kata-katanya yg tidak jarang mengucapkan ucapan-ucapan “Amira belum pernah melaqukan laksana ini sebelumnya ..” masing-masing saya bersangkutan dgn dia dgn gaya yg lain.
Berawal dari situlah kami tidak jarang melaqukan hubungan suami istri, dan tersebut selalu kami laqukan atas permintaan dari dia, aqu sendiri tak pernah memintanya sebab aqu enggan dia punya benak seolah-olah aqu mengeksploitir dia. Dan kini Amira yg kukenal jauh bertolak belakang dari Amira yg dulu, dia menjadi orang yg ramah dan tidak jarang kali tersenyum untuk semua orang dilingkungannya.
No comments:
Post a Comment