Sunday, January 28, 2018

CERITA SEX NGENTOT DENGAN TETANGGA MONTOK - BONUS VIDEO BOKEP 3GP - CERITASEXNESIA.BLOGSPOT.COM



Manusia memang ditakdirkan guna tidak pernah puas terhadap apa yang dicapainya. Mulai dari pendidikan, kekayaan, jabatan hingga dengan keluarga. Hal ini bisa dominan  pisitif dalam memotivasi diri guna berprestasi, namun pun dapat menjadi hal yang dapat menyebabkan insan menjadi depresi, lagipula jika mencocokkan dirinya dengan orang beda yang lebih sukses, baik tersebut keluarga, rekan maupun.. tetangga kamu sendiri.

Namaku Aldi, umur 30 tahun, dan ketika ini bermukim di sebuah kompleks sederhana (bukan real estate) di area Bekasi Barat. Rumah di perumahan perumahanku pasti saja tipe-tipe kecil yang mayoritas bertipe 36 dan 45. Namun dengan penghasilanku yang cukup aku dapat membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat estetis dan asri. Boleh dibilang rumahku adalahrumah terindah di perumahan itu.


Aku menduduki rumah ini semenjak lima tahun yang lalu, dulunya sendiri saja, tetapi sejak setahun lalu aku menikah dan sekarang tinggal berdua dengan Lia, isteriku. Lia ialah seorang perempuan yang cantik dan sarat perhatian, sekilas tidak terdapat yang tidak cukup darinya. Apalagi dia pun bekerja sebagai Manajer Marketing di suatu perusahaan farmasi, jadi family kami secara finansial tidak punya masalah.

Kehidupan perkawinanku yang sekitar ini kuanggap bahagia tersebut ternyata semu belaka. Sialnya, urusan itu diakibatkan seperti kata pepatah di atas:”Rumput tetangga tidak jarang kali lebih hijau”.

Aku memiliki tetangga baru, sepasang suami isteri dengan satu anak yang masih bayi. Suaminya seorang pelaut (anak buah kapal) dan isterinya ibu lokasi tinggal tangga. Pada tadinya aku tidak terlampau peduli dengan kehadiran tetangga baru itu, walaupun saat mereka datang mengenalkan diri ke lokasi tinggal aku tidak banyak terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan montok. Pada saat tersebut aku merasa keterpukauanku hanyalah urusan biasa saja.

Namun waktu berbicara lain. Ternyata sesudah berinteraksi dengan Vera, begitu nama tetanggaku yang montok itu, aku mulai merasa ada pesona yang hadir dari perempuan itu. Ada sejumlah kelebihan yang dipunyai Vera tetapi tidak dipunyai Lia, isteriku.

Pertama pasti saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar tetapi padat. Walaupun Lia pun seksi, tetapi ukuran buah dadanya hanya 34 B. Kalau Vera kutaksir barangkali antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol tersebut tak kalah memicu dibanding pantat”Inul”, menciptakan pria penasaran guna meremasnya.

Kedua, wajah Vera yang sensual. Kalau hal cantik, tentu aku pilih Lia, namun saat aku menyaksikan wajah Vera, maka aku menginginkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang agak tebal dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir tersebut berbicara, hendak rasanya aku menikmati ciuman dan kulumannya yang membara.

Ketiga ialah selera berbusananya, khususnya selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku menyaksikan jemuran pakaian di belakang lokasi tinggal mereka, aku langsung tertarik pada pakaian dalam Vera yang dijemur. Model dan warnanya berbagai macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau hingga yang transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja hingga model G-string. Motifnya dari yang polos hingga yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu hingga ada yang bergambar bibir. Wah.. Lia tidak suka laksana itu, menurutnya kampungan dan laksana pelacur jalanan. Padahal sebagai pria kadang kita hendak sekali bermain seks dengan wanita jalanan.

Tiga urusan itulah yang menciptakan aku tidak jarang kali menyempatkan guna curi-curi pandang pada Vera dan tak lupa menyaksikan jemuran pakaiannya untuk menyaksikan koleksi pakaian dalamnya yang”jalang” itu.

Suatu hari, sepulang dari kantor, aku mampir ke Supermarket dekat perumahan sekedar melakukan pembelian makanan instan sebab isteriku bakal pergi sekitar dua hari ke Bandung. Tak disangka di supermarket tersebut aku bertemu Vera dengan menggendong bayinya. Entah mengapa jantungku jadi berdegup keras, lagipula ketika kulihat pakaian Vera yang body-fit, baik kaos maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil birahiku guna naik.

“Hai.. Mbak, melakukan pembelian barang juga?” sapaku.

“Eh.. Mas Aldi, biasa melakukan pembelian barang susu”, jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya.

“Memang telah enggak ASI ya?” tanyaku.

“Wah.. Susunya cuma terbit empat bulan saja, kini sudah tidak lagi”.

“Hmm.. Mungkin berakhir sama Bapaknya kali ya.. Ha-ha-ha..” candaku.

Vera pun tertawa kecil, “Tapi enggak juga, telah dua bulan bapaknya enggak pulang”.

“Berat enggak sih Mbak, punya suami pelaut, karena saya yang ditinggal isteri hanya dua hari saja rasanya telah jenuh”.

“Wah.. Mas baru dua hari ditinggal telah begitu, lagipula saya. Bayangkan saya hanya ketemu suami dua minggu dalam masa-masa tiga bulan”.

Aku merasa gembira dengan topik percakapan ini, tetapi sayang percakapan terhenti sebab bayi Vera menangis. Ia lantas sibuk mendinginkan bayinya.

“Apalagi sesudah punya bayi, tambah repot Mas”, katanya.

“Kalau begitu biar saya tolong bawa belanjaannya”, aku memungut keranjang melakukan pembelian barang Vera.

“Terima kasih, sudah berlalu kok, saya inginkan bayar terus pulang”.

“Ohh.. Ayo anda sama-sama”, kataku.

Aku segera memungut inisiatif berlangsung lebih dulu ke kasir dan dengan sangat hendak sekali membayar seluruh belanjaan Vera.

“Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti”, kata Vera kaget.

“Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya, siapa tahu bisa susu ibunya, ha-ha-ha..”, aku mulai berkelakar yang tidak banyak menjurus.

“Ihh.. Mas Aldi!” jerit Vera malu-malu. Namun aku menyaksikan tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku.


Kami berjalan mengarah ke mobilku, setelah membubuhkan belanjaan ke dalam bagasi aku mengajaknya santap dulu. Dengan malu-malu Vera mengiyakan ajakanku.

Kami lantas makan di suatu restauran makanan laut di sekitar kompleks. Aku paling gembira sebab semakin lama kami semakin akrab dan Vera pun mulai berbaik hati memberikan peluang padaku guna “ngelaba”. Mulai dari posisi duduknya yang tidak banyak mengangkang sampai-sampai aku dengan mudah menyaksikan kemulusan paha montoknya dan tatkala usahaku untuk menyaksikan lebih jauh ke dalam ia seakan memberiku kesempatan. Ketika aku membungkuk untuk memungut garpu yang dengan sengaja aku jatuhkan, Vera semakin membuka lebar kedua pahanya. Jantungku berdegup paling kencang menyaksikan pemandangan estetis di dalam rok Vera. Di antara dua paha montok yang putih dan mulus tersebut aku menyaksikan celana dalam Vera yang berwarna orange dan.. Brengsek, transparan!

Dengan cahaya di bawah meja pasti saja aku mustahil dengan jelas menyaksikan isi celana dalam orange itu, namun itu lumayan membuatku gemetar dihanguskan birahi. Saking gemetarnya aku hingga terbentur meja ketika berkeinginan bangkit.

“Hi-hi-hi.. Hati-hati Mas..”, celoteh Vera dengan nada menggoda.



Aku memandang wajah Vera yang tersenyum badung padaku, kuberanikan diri memegang tangannya dan ternyata Vera menyambutnya.

“Hmm.. Maaf, saya cuma inginkan bilang bila Mbak Vera.. Seksi sekali”, dengan malu-malu kesudahannya perkataan tersebut keluar pun dari mulutku.

“Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi lelaki yang sangat baik yang pernah saya kenal”.

“O ya?”, aku tersanjung pun dengan rayuannya, “Gara-gara saya traktir Mbak?”

“Bukan hanya itu, saya sering menyimak Mas di rumah, dan dari kisah Mbak Lia, Mas Aldi paling perhatian dan rajin menolong pekerjaan di rumah, wah.. Jarang lho Mas, ada lelaki dengan kedudukan sosial laksana Mas yang telah mapan dan berpendidikan tetapi masih inginkan mengepel rumah”.


“Ha-ha-ha..” aku tertawa gembira, “Rupanya bukan hanya saya yang menyimak kamu, tapi pun sebaliknya”.

“Jadi Mas Aldi pun sering menyimak saya?”

“Betul, saya sangat senang melihat anda membersihkan halaman lokasi tinggal di pagi hari dan ketika menjemur pakaian”.

“Eh.. Kenapa kok senang?”.

“Sebab saya mengagumi keindahan Mbak Vera, pun selera pakaian dalam Mbak”, aku berterus terang.

Pembicaraan ini semakin mempererat kami berdua, seakan tak terdapat jarak lagi salah satu kami. Akhirnya kami kembali sekitar jam 8 malam. Dalam perjalanan pulang, bayi Mbak Vera tertidur sehingga saat sampai di lokasi tinggal aku membantunya membawa barang belanjaan ke dalam rumahnya.

Mbak Vera masuk ke kamar guna membaringkan bayinya, sedangkan aku membubuhkan barang belanjaan di dapur. Setelah tersebut aku duduk di ruang tamu menantikan Vera muncul. Sekitar lima menit, Vera hadir dari dalam kamar, ia ternyata telah berganti pakaian. Kini wanita tersebut mengenakan gaun istirahat yang paling seksi, warnanya putih transparan. Seluruh lekuk tubuhnya yang montok sampai pakaian dalamnya tampak jelas olehku.

Sinar lampu ruangan lumayan menerangi pandanganku guna menjelajahi keindahan tubuh Vera di balik gaun malamnya yang transparan itu. Buah dadanya terlihat laksana buah melon yang mengisi bra seksi yang berwarna orange transparan. Di balik bra tersebut kulihat samar-samar puting susunya yang pun besar dan coklat kemerahan. Perutnya memang agak tidak banyak berlemak dan turun, tetapi sama sekali tak meminimalisir nilai keindahan tubuhnya. Apalagi andai memandang unsur bawahnya yang montok.

Tak laksana di bawah meja sewaktu di restoran tadi, sekarang aku dapat menyaksikan dengan jelas celana dalam orange transparan kepunyaan Vera. Sungguh estetis dan merangsang, khususnya warna hitam di unsur tengahnya, membayangkannya saja aku telah berkali-kali meneguk ludah.

“Hmm.. Tidak keberatan kan kalu saya menggunakan baju tidur?”, tanya Vera memancing.

Sudah paling jelas bila wanita ini hendak mengajakku selingkuh dan melalui malam bersamanya. Kini keputusan seluruhnya sedang di tanganku, apakah aku bakal berani mengkhianati Lia dan merasakan malam bareng tetanggaku yang bahenol ini.

Vera duduk di sampingku, terhirup semerbak wewangian parfum dari tubuhnya menciptakan hatiku semakin bergetar. Keadaan sekarang ternyata jauh di luar dugaanku. Kemarin-kemarin aku masih merasa memiliki mimpi jika dapat membelai dan meremas-remas tubuh Vera, namun sekarang wanita tersebut justru yang menantangku.

“Mas Aldi inginkan mandi dulu? Nanti saya siapkan air hangat”, tanya Vera seraya menggenggam tanganku erat.

Dari sorotan matanya paling terlihat bahwa perempuan ini benar-benar memerlukan seorang laki-laki guna memuaskan keperluan biologisnya.

“Hmm.. Sebelum terlampau jauh, anda harus menciptakan komitmen dulu Mbak”, kataku agak serius.

“Apa tersebut Mas?”

“Pertama, terus cerah aku mengagumi Mbak Vera, baik jasmani maupun pribadi, jadi sebagai laki-laki aku paling tertarik pada Mbak”, kataku.



“Terima kasih, saya pun begitu pada Mas Aldi”, Vera merebahkan kepalanya di pundakku.

“Kedua, anda sama-sama telah menikah, jadi anda harus punya tanggung jawab untuk menjaga keutuhan lokasi tinggal tangga kita, apa yang mungkin saya dan anda lakukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah lokasi tinggal tangga kita”.

“Setuju, saya paling setuju Mas, saya melulu ingin punya teman ketika saya kesepian, bila Mas Aldi inginkan kapanpun Mas dapat datang ke sini, selagi tidak terdapat suami saya. Tapi saya sekalipun tidak bakal meminta apapun dari Mas Aldi, dan kebalikannya saya juga hendak Mas Aldi demikian pula, sampai-sampai hubungan anda akan aman dan saling menguntungkan”.


“Hmm.. Kalau begitu tak terdapat masalah, saya inginkan telpon ke rumah, supaya penolong saya tidak kebingungan”.

“Kalau begitu, Mas Aldi kembali saja dulu, taruh mobil di garasi, kan lucu bila Mas Aldi bilang terdapat acara sampai-sampai tidak dapat pulang, sedangkan mobilnya terdapat di depan lokasi tinggal saya”.

“Oh.. Iya, nyaris saya lupa”.

Aku segera terbit dan kembali dulu ke rumah, membubuhkan mobil di garasi dan mandi. Setelah tersebut aku inginkan bilang pada pembantuku bila aku bakal menginap di lokasi tinggal temanku. Namun tidak jadi sebab pembantuku ternyata telah tidur.

Aku segera datang pulang ke lokasi tinggal Vera. Wanita tersebut sudah menungguku di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di atas meja. Pahanya yang montok terpampang estetis di atas sofa.

“Wah.. Ternyata mandi di lokasi tinggal ya? Padahal saya telah siapkan air hangat”.

“Terima kasih, Mbak Vera baik sekali”.

Wanita tersebut berjalan memblokir pintu rumah, dari belakang aku memandang kemontokan pantatnya yang besar dan padat. Kebesaran pantat tersebut tak mampu ditahan oleh celana dalam orange itu, sehingga menunjukkan belahannya yang merangsang. Seperti tak sadar aku mendekat Vera, kemudian dengan badung kedua tanganku memegang erat pantatnya, dan meremasnya.

“Uhh..”, Vera agak kaget dan menggelinjang.

“Maaf”, kataku.

“Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Vera sambil tersenyum badung memandangku. Senyum tersebut membuat bibir sensualnya seakan mengundangku guna melumatnya.

“Crup..!”, aku segera menciumnya, Vera membalasnya dengan liar.

Aku tak tahu telah berapa lama bibir tersebut tak menikmati ciuman laki-laki, yang jelas ciuman Vera paling panas dan liar. Berkali-kali wanita tersebut nyaris menggigit bibirku, lidahnya yang basah meliuk-liuk dalam rongga mulutku. Aku semakin bernafsu, tanganku menjalar di sekujur tubuhnya, berhenti di kemontokan pantatnya dan lantas meremas-remas sarat birahi.

“Ohh.. Ergh..”, lenguh Vera di sela-sela ciuman panasnya.

Dengan sejumlah gerakan, Vera meloloskan gaun tidurnya sampai terjatuh di lantai. Kini perempuan itu melulu mengenakan Bra dan CD yang berwarna orange dan transparan itu. Aku terpaku sejenak mengagumi keindahan pemandangan tubuh Vera.

“Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksi Mbak”, pujiku ,”Buah dada Mbak besar sekali”

“Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah jajaki tebak ukuran saya?”, tanyanya sambil memegang kedua buah melon di dadanya itu.

“36 B”, jawabku.

“Salah”

“36 C”.

“Masih salah, telah lihat aja nih”, Vera membuka pengait Bra-nya, sampai-sampai kedua buah montok tersebut serasa nyaris mau jatuh. Ia membuka dan melempar bra orange tersebut kepadaku.

“Gila.. 36 D!”, kataku menyimak ukuran yang tercantum di bra itu.

“Boleh saya pegang Mbak?”, tanyaku basa-basi.

“Jangan hanya dipegang dong Mas, remas.. Dan kulum nih.. Putingnya”, kata Vera dengan gaya nakal laksana pereks jalanan.

Wanita tersebut menjatuhkan tubuh indahnya di atas sofa, aku memburunya dan segera merasakan kemontokan buah melonnya. Kuremas-remas dua buah dada montok itu, lantas kuciumi dan terakhir kukulum puting susunya yang sebesar jempol dengan sekali-kali memainkannya salah satu gigi-gigiku. Vera menggelinjang-gelinjang keenakan, napasnya semakin tersiar resah, berkali-kali ia mengeluarkan ucapan-ucapan jorok yang malah membuatku semakin bernafsu.


“Ngentot, enak banget Mas..” jeritnya, “Ayo Mas.. Saya telah kepingin penetrasi nih!”.

Aku yang pun sudah paling bernafsu segera menjawab kemauan Vera. Dengan pertolongan Vera aku menelanjangi diriku sampai-sampai tak tersisa satupun busana di tubuhku. Vera paling gembira menyaksikan ukuran penisku yang cukup panjang dan besar itu.

“Ohh.. Besar pun ya..” jeritnya.

Ia benar-benar bertingkah laksana perek murahan, tetapi justru tersebut yang kusuka. Wanita tersebut segera membuka CD orange sebagai kain terakhir di tubuhnya. Kulihat wilayah bukit kemaluannya yang ditumbuhi rambut-rambut liar, dengan segaris bibir membelah ditengah-tengahnya. Bibir yang merah dan basah, paling basah. Ingin rasanya aku merasakan keindahan bibir kesenangan Vera, namun saat aku hendak melaksanakannya ia menampikku.



“Sudah, nanti saja, masih terdapat babak selanjutnya, sekarang mari kita selesaikan babak kesatu”.

Vera duduk mengangkang di atas sofa. Kedua kakinya dimulai lebar-lebar mempersilakan kepadaku untuk mengerjakan penetrasi kesenangan sesungguhnya. Aku juga segera menyiapkan senjataku, menunjukkan ujung penisku tepat di depan liang vagina Vera dan perlahan tapi tentu menekannya masuk.

Sedikit-demi tidak banyak penisku terbenam dalam kehangatan liang Vera yang basah dan nikmat. Ketika nyaris seluruh batang penisku yang berukuran 20 cm tersebut memasuki vagina, aku mencabutnya kembali. Kemudian pulang memasukkannya perlahan.


“Enghh.. Gila anda Mas, bila begini sebentar saja saya puas”, jerit Vera keenakan.

“Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih terdapat babak selanjutnya”, tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting susunya yang besar.

“Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas”, Vera memejamkan matanya.

Pada penetrasi kelima, Vera menjerit, “Sudah Mas, tidak boleh tarik lagi, saya mau.. Mau.. Oh..!”

Dinding vagina Vera melejat-lejat seakan memijit batang penisku dalam kesenangan birahi yang sedang direguknya.

“Oh.. Saya telah sekali Mas”, katanya sambil unik nafas.

“Mas inginkan puas dulu atau inginkan lanjut babak kedua?”, tanya Vera.

“Terserah Mbak”, kataku. Aku sih pasrah saja.

“Sini, saya emut saja dulu”.

“Hmm.. Boleh juga, Lia belum pernah oral dengan saya”, aku menarik keluar penisku dari dalam vagina Vera yang basah dan menyodorkannya ke Vera.

Wanita tersebut menjilati ujung penisku dengan lidahnya seakan membersihkannya dari cairan vaginanya sendiri, lantas dengan paling bernafsu ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Bibir seksi Vera tampak menyedot-nyedot penisku seakan menyedot spermaku guna keluar. Ia lantas mengocok penisku dalam mulutnya sampai birahiku menjangkau puncaknya.

“Oh.. Saya mau terbit nih, gimana?”, aku bingung apakah aku mesti menerbitkan spermaku ke dalam mulutnya atau mencabutnya.

Namun Vera melulu mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan andai aku memuntahkan spermaku ke dalam mulutnya.

Akhirnya aku menjangkau orgasme dan memuntahkan seluruh spermaku ke dalam mulut Vera. Wanita tersebut tanpa segan-segan menelan semua spermaku. Sungguh lihai perempuan ini memuaskan birahi laki-laki!

Kami duduk sebentar dan minum air dingin, lantas Vera mengangkangkan kakinya kembali.

“Nah.. Sekarang babak kedua Mas, bila mau jilat dulu silahkan, namun utamakan yang ini ya”, Vera menunjuk ke arah klitorisnya yang agak besar.

“Oke Mbak, saya pun sudah biasa kok”, seruku.

Sejurus lantas aku telah berada di hadapan bibir kemaluan Vera yang baru saja aku nikmati. Sebelum kujilat terlebih dahulu kubelai bibir tersebut dari ujung bawah sampai klitoris. Kusingkap rambut-rambut kemaluannya yang menjalari bibir itu.

“Sudah gondrong nih Mbak”, seruku.


“Oh iya, berakhir mau dipotong percuma juga, enggak terdapat yang lihat dan jilat”, jawabnya nakal, “Besok pagi saya cukur deh, namun janji malamnya Mas Aldi datang lagi ya..”.

“Oke.. Pokoknya masing-masing ada peluang saya siap mendampingi Mbak Vera”.

Aku lantas asyik menjilati dan menciumi labium mayora dan minora Vera. Cairan vagina Vera telah mulai mengalir pulang pertanda ia telah terangsang kembali. Desahan Vera pun memperkuat tanda bahwa Vera merasakan permainan oralku. Dengan badung aku memasukkan jari telunjuk dan tengahku ke dalam vaginanya dan lantas mengobok-obok liang becek itu.

“Yes.. Asyik banget.. Say telah siap babak kedua Mas”, seru Vera.

Aku sendiri telah terangsang sejak menyaksikan keindahan selangkangan Vera, jadi penisku telah siap membayar tugas keduanya. Vera menungging di atas sofa.

“Sekarang doggy-style ya Mas..”

Aku sih iya saja, maklum.. Sama enaknya..


Sejurus lantas kami telah terlibat permainan babak kedua yang tak kalah seru dan panas dengan babak kesatu, melulu kali ini aku memuntahkan sperma di dalam vaginanya.


Malam masih begitu panjang. Kami masih merasakan dua permainan lagi sebelum keletihan dan mengantuk. Vera begitu bahagia, dan aku sendiri merasa puas dan lega. Mimpiku untuk merasakan tubuh montok tetanggaku terlaksana sudah. Bahkan sekarang setiap waktu andai Lia dinas ke luar kota maka Vera secara sah menggantikan posisi Lia sebagai isteriku. Asyik juga. Namun sebagai imbalannya aku mencarikan dan menggaji penolong rumah tangga di lokasi tinggal Vera. Betapa bahagianya Vera dengan bantuanku itu, ia semakin sayang padaku dan berjanji bakal melayaniku jauh lebih memuaskan dibanding pelayanan untuk suaminya.


Dari kejadian itu aku semakin menyadari kebenaran pepatah: “Rumput tetangga memang tidak jarang kali terlihat lebih hijau”, atau dapat diganti dengan: “Vagina isteri tetangga tidak jarang kali terasa lebih nikmat”.

No comments:

Post a Comment