Dan di antara teman Winny di kantorku merasa simpati dengan saya, sampai-sampai setelah kembali kerja anda pulang bersama dan mengupayakan menghiburku, sekitar dalam perjalanan rekan bertanya atas apa yang terjadi pada keluargaku dan aku selalu membalas apa yang tidak jarang kali ditanyakannya.
Tanpa terasa kami telah berada di dalam lokasi tinggal saya, sesudah saya persilakan dia untuk memungut apa yang dia inginkan di kulkas, saya langsung ke kamar mandi guna menumpahkan air pipis yang semenjak dari tadi telah di ujung kemaluanku.
Sekembalinya saya keruang tamu, rekan saya telah duduk seraya baca baca majalah dengan satu kaleng Coca-Cola. Sayapun duduk di sampingnya. Tapi tidak terlampau rapat. Saya hidupkan TV kebetulan acara berita nasional negara ini.
Kamipun bercerita panjang lebar tentang rekan saya itu, laksana sudah berapa lama dia sudah meninggalkan Hongkong lokasi asalnya.
Tapi masing-masing kali dia membalas pertanyaanku dia tidak jarang kali tersenyum seraya matanya memandang ke arah selangkanganku. Aku langsung melirik selangkanganku, rupanya aku tak sempat men-zip-nya. Langsung kutarik zip-nya, sambil berkelakar padanya.
“Maklumlah Win, soalnya sarangnya telah lama pergi!”, Kataku pada Winny.
“Emangnya telah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”, Winny menjawab candaku seraya meneguk Coca Cola dengan tidak banyak senyum di bibirnya.
“Kira kira Lima minggulah, emangnya mengapa nanya nanya?”, Aku meneruskan seraya mencoba memperbaiki posisi dudukku.
“Akh, aku nggak percaya. Mana terdapat sich laki laki yang telah pernah begituan bakal tahan selama tersebut untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya seraya senyum.
“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi sekitar ini aku gunakan tangan aja”, Jawabku.
Sambil tertawa lebar, Winny menghampiriku. Dan Winny duduk di sebelahku, rapat sekali.
”Perlu dibantu?”, Tanyanya seraya tangan kanannya meraba-raba penisku.
Winny memang gadis Hongkong yang menawan, diusianya yang dua puluhan dia sangat unik setiap mata laki-laki yang memandangnya. Karena dengan buah dada dan bongkahan pantatnya yang lebih banyak dari ukuran rata-rata orang lokasi asalnya. Aku jadi berani, kurangkul pundaknya seraya kulumat bibir yang berlipstick merah muda menawan itu.
Winnypun menjawab dengan nafasnya yang semakin membuatku guna mempererat rangkulanku. Aku merasa tidak banyak sakit pada penisku yang sudah paling keras sebab rabaan Winny. Dengan tak sabar kulepas rangkulanku dari pundak Winny dan dengan kedua tanganku kubuka celanaku seraya tetap duduk. Agak sulit memang. Tapi sukses juga.
Kudengar Winny mendesah bersamaan dengan tangannya yang menggenggam langsung penisku yang melulu pas-pasan dengan lingkaran tangannya itu. Kamipun pulang berpagutan, melulu kali ini tangan kiriku sudah meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan semakin kenyal itu. Sedangkan tangan kananku membelai-belai tengkuknya. Winny semakin memperdengarkan desahnya.\
“Ed, anda ke kamarmu saja.., mari Ed, aku telah tak tahan nich?”, Winny memohon mesra.
Aku juga berdiri, tapi saat aku hendak membuka pakaianku, aku tersentak kaget sebab Winny sudah unik penisku seraya menanyakan di mana kamarku.
“Pelan pelan Winny, sakit nich!”, protesku atas tangan Winny yang menggenggam penisku dengan paling ketat itu.
Aku berjalan seraya membuka bajuku ke arah kamarku yang sudah kutunjukan pada Winny. (Sebenarnya aku tak mau memakai kamar dimana aku dan istriku istirahat sebelum istriku tersebut pergi. Tapi bagaimana lagi. Sudah nafsu sekali ketika itu).
Sesampai di kamar Winny dengan tergesa membuka semua pakaiannya. BH-nya, CD-nya. Semua dimulai dengan tergesa. Lalu Winny langsung menghampiriku yang telah lebih dulu berbaring telentang di atas kasur seraya mengocok perlahan penisku supaya semakin tegang, sambil menyaksikan Winny membuka pakaiannya.
Winny berbaring oleng di sebelahku, bibirnya menggali bibirku sementara tangan kanannya menggantikan tanganku guna mengocok-ngocok penisku. Aku mendesah. Winnypun semakin ganas menciumi semua wajahku. Telingakupun tak lepas dari sapuan lidahnya. Aku menikmati nikmat bercampur geli yang tak terkira.
Jilatan Winny semakin turun ke arah leherku, dadaku dan kedua puting payudaraku pun dililitnya dengan lidah. Sambil tangannya semakin cepat mengocok penisku yang tidak banyak terasa sakit sebab genggamannya terlampau keras. Jilatan Winny sudah berada di atas pusarku, lidahnya diusahakan untuk masuk dalam lubang pusarku, bisa kudengar desahnya. Walau desahku lebih banyak darinya. Kini lidah Winny menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak tahan. Tapi aku menunggu, sebab aku tahu kemana tujuan sebetulnya jilatan lidah Winny itu.
Ternyata aku salah, kukira Winny bakal melahap penisku. Ternyata Winny justeru menjilat jilat kedua bijiku bergantian. Tangannya tak lepas mengocok penisku. Sambil sesekali jari jempolnya menyapu ujung penisku yang sudah basah sebab air nikmatku telah mengairi bibir ujung kemaluanku. Geli dan nikmat sekali masa-masa Winny mengerjakan itu. Aku tersentak karenanya.
Karena masa-masa Winny melakukan tersebut badannya agak nungging di sampingku, maka kucoba meraih bongkahan pantatnya. Kuusap-usap, Winny mendesah nikmat rupanya. Jariku enggan berhenti hingga disitu, jariku mencari-cari lubang kemaluannya. Setelah jariku menemukannya ternyata telah basah sekali. Semua tersebut membuat jariku semakin gampang untuk menggali lubangnya.
Kusapu lubangnya dengan jariku seraya sekali-kali kumasukan jari telunjukku ke dalam lubangnya. Winny mendesah hebat seraya melepas jilatan lidahnya dari kedua bijiku. Kuraih pantat Winny supaya tepat sedang di atas wajahku.
Kini kedua tanganku bertindak atas unsur belakang tubuh Winny. Jari telunjuk tanganku yang kanan kumasukan ke dalam lubang vagina Winny seraya memaju mundurkan. Sedangkan jari telunjuk tangan kiriku menggosok gosok clitorisnya. Dapat kulihat dari bawah selangkangannya, Winny membuka mulutnya lebar tanpa bersuara menikmati nikmat.
Ketika niatku berkeinginan menggunakan lidahku guna menjilat vaginanya, aku menikmati nikmat dan tidak banyak ngilu yang tak terkira. Rupanya Winny sudah melahap unsur kepala penisku. Lidahnya melilit-lilit di atas permukaan kepala penisku.
Akupun hendak menandinginya dengan mejilat-jilat permukaan lubang vagina Winny. Sambil sekali-kali kucoba guna memasukan lidahku kedalam vaginanya. Agak asin memang, namun yang lebih terasa ialah nikmatnya. Semakin nikmat lagi ketika kudengar Winny mengeluh sebab jilatan lidahku.
Winny sudah memasukan penisku setengahnya dalam mulutnya sebentar sebentar dinaikan kepalanya, lantas diturunkan lagi. Yang menciptakan aku merasa nikmat ialah saat Winny menurunkan wajahnya guna melahap penisku, sebab Winny sudah mengecilkan lingkaran mulutnya. Sehingga melulu pas tidak banyak ketat saat bibirnya mencari penisku dari atas ke bawah. Oh nikmat sekali.
Aku nyaris saja muncrat bila aku tidak segera mohon Winny membalikan badannya sampai wajahnya berhadapan denganku. Aku menjawab senyumnya yang keletihan menahan nikmat yang baru saja kami alami.
Kucium lagi mulutnya yang paling becek oleh air liurnya. Lalu kubalikan Winny supaya berada dibawahku.
Kulebarkan selangkangannya kugenggam penisku dengan tangan kananku, kemudian kugosok-gosok kepala penisku pada permukaan kemaluannya.
“Oh.., Ed.., terus Ed.., aahh.., nikmat sekali.., sshh”, erang Winny.
Akupun mempercepat gesekannya, Winny menggeleng gelengkan kepalanya.
Lalu dengan mendarat tiba kutancapkan penisku ke dalam vaginanya yang telah banjir tersebut dengan satu hentakan keras, masuklah 3/4 nya penisku dengan leluasa. Bersamaan dengan tersebut Winny berteriak seraya badannya sekedar bahu terangkat seperti berkeinginan berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku yang tiba-tiba itu.
“oohh Edwiinn.., enaak.., terus.., Ed.., terus.., lebih cepat Ed.., mari Ed.., terus.., aahh”, erang Winny sambil mencampakkan kembali bahunya ke kasur.
Kedua tangan Winny mengelus wajahku seraya menggigit bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa ketika ini Winny sedang menikmati nikmat yang tiada tara. Akupun semakin cepat memaju-mundurkan penisku.
Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vagina Winny masih boleh dibilang sempit.
“Enak Win?”, tanyaku padanya seraya memaju-mundurkan penisku. Winny tidak menjawab, melulu desahannya saja yang semakin jelas terdengar.
“Enak nggak Win?”, tanyaku lagi.
Winny membalas dengan anggukan kecil seraya menggigit pulang bibir bawahnya.
“Jawab dong Winny , nikmat nggak?”, paksaku walaupun ini ialah pertanyaan bodoh.
“Luar biasa Ed.., sshh.., aku nyaris keluar nich oohh”, katanya terputus putus.
“Aku masukin semuanya yach Win?”, tanyaku padanya yang sedang melayang.
“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Winny balik bertanya heran seraya menatapku dengan sayu.
“Belum!”, Jawabku singkat seraya terus maju mundur.
Tangannyapun bergerak ke bawah guna meyakinkan belum seluruh penisku masuk ke dalam lubang vaginanya. Ketika tangannya sukses menyentuh saldo penisku yang masih di luar, aku merasa tambah nikmat.
“Oohh.., Ed masukin Ed.., masukin semuanya Ed.., aahh”, pintanya sambil unik pinggangku dengan kedua tangannya dan matanyapun terpejam menantikan.
Kucoba menyangga tarikan tangan Winny pada pinggangku, supaya masuknya penisku tidak terlampau cepat. Aku hendak memberikan kesenangan tak terlupakan padanya.
Benar saja, saat sedikit demi tidak banyak sisa penisku masuk, Winny mendesis laksana ular yang berhadapan dengan musuhnya.
“Sshhhh.. sshhhh”, seraya matanya terpejam ketat sekali menyangga nikmat telusuran penisku ke dalam vaginanya.
Kedua tangannya pun menjambak-jambak rambutnya sendiri. Tanpa diperkirakan kucabut penisku, melulu tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Winny seperti hendak protes, namun terlambat. Karena aku sudah menekannya lagi dengan sekali tancap masuklah seluruh penisku.
“Edwiinnnnnn!”, teriak Winny keras sekali seraya tangannya memukul-mukul lokasi tidur.
Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku telah merasa tidak banyak lelah dengan pinggangku yang semenjak tadi maju mundur terus.
“Terus Ed.., oohh.., terus.., teruss.., oohh.., oohh.., aahh”.
Winny merintih bersamaan dengan tercapainya Winny pada puncaknya, seraya tangannya meremas-remas sprei lokasi tidur di kanan dan kirinya, badannya tersentak-sentak melulu putih yang kulihat di matanya.
Tapi aku masih terus memacu guna menyusulnya, kian cepat, kian cepat lagi nafasku memburu. Bunyi nikmat tersiar dari dalam vagina Winny sebab air nikmatnya itu.
“Oh Winny.., oohh.., aahh..”, cepat kucabut penisku supaya tak muncrat di dalam, kugenggam penisku, kuarahkan penisku ke perut Winny, di sanalah air nikmatku mendarat.
Winny cepat bangkit dan mendorongku supaya telentang, lantas Winny melahap setengah penisku ke dalam mulutnya. Lidahnya menjilat-jilat mulut kecil di ujung penisku. Aku merasa ngilu sekali dan tangan Winny yang mengocok-ngocok penisku seperti berkeinginan meyakinkan supaya keluar seluruh air nikmatku.
“Sudah Winnyaa.., sudah.., ngilu nich.., uuhh.., sudah”, pintaku padanya.
Tapi Winny masih saja memaju-mundurkan mulutnya terhadap penisku yang semakin ngilu sekali. Setelah yakin tidak terdapat lagi air nikmat yang akan terbit dari penisku Winny pun merebahkan kepalanya di atas perutku seraya memandangku dengan sarat kepuasan.
Kemudian suasana membisu, melulu detak jam dinding yang mengingatkan akan kesenangan yang baru saja kami alami. Kami memang mengupayakan untuk menilik kembali kejadian yang sempat membawa kami ke awang-awang.
“Winny, telah jam 8 nich. Kamu nggak pulang?”, tanyaku memecahkan kesunyian.
Winny seakan tak mendengar ucapanku. Kemudian dengan lembut kuangkat kepalanya dan keletakan di atas kasur. Akupun jajaki bangkit, namun sebelum aku turun dari lokasi tidur kurasakan tangan Winny memegang perutku.
“Mau kemana Ed?”, tanyanya seraya melepas nafar panjang.
“Mau mandi dulu nich, lengket seluruh rasanya badanku”, Jawabku seraya menoleh ke arahnya.
“Tunggu dikit lagi, anda mandi sama-sama” Winny memohon seraya melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.
Lalu kamipun pergi ke kamar mandi dan mandi berdua serta mengulanginya permainan seks yang sempat terputus tadi di kamar mandi. Setelah merasa puas kamipun tidur sambil berdekapan hingga esok pagi.
No comments:
Post a Comment