Aku tidak jarang menjumpai pria atau wanita yang memiliki pesona dan daya tarik seksual yang paling luar biasa. Dalam prakteknya mereka tidak tidak jarang kali cantik atau tampan. Juga tak pandang tua atau muda, pendek atau jangkung, kurus atau gemuk. Juga tidak sebab status sosial, laksana kaya atau miskin, terpelajar atau pengangguran, karyawan tinggi atau sebatas satpam. Secara terlihat nampaknya biasa-biasa saja. Aku pun nggak ngerti mengapa dan dimana penyebab pesonanya itu. Apabila kebetulan ketemu type macam tersebut rasanya apapun polah tingkahnya paling sedap di anggap mata.
Bisa diumpamakan bila lelaki macam Ryan Hidayat yang pemain sinetron dan bintang iklan atau bila perempuan macam Ike Nurjanah biduan dangdut yang kebetulan paling ‘macan’, manis dan cantik itu. Sangat erotik rasanya ‘ditaklukkan’ oleh pria ataupun wanita macam tersebut untuk lantas melayani dan menjadi budaknya. Akan kuciumi sepatu dan kaos kakinya. Akan kucuci celana dalamnya dengan ludahku sampai larutan saldo kencing atau keringatnya larut dan dapat kutelan kembali. Aku bakal rela menceboki lubang-lubang pembuangannya sebagai tugas masing-masing pagiku. Aku bakal memandikannya dengan jilatan-jilatan lidahku sampai tak tersisa noda barang sedikitpun pada seluruh celah-celah tubuhnya.
KLIK DI SINI UNTUK MENONTON / MENDOWNLOAD VIDEONYA
Pada orang macam ini apapun yang terbit dari dia rasanya nikmat guna kita lahap. Aku bakal serta merta telan bilamana dia melemparkan ludah ke mulutku. Aku bakal menjilati lubang tainya sampai tak terdapat yang Tersisa. Aku bakal minum kencingnya. Aku bakal sodorkan mukaku lantas membuka mulutku guna menampung kencingnya yang kuning pekat. Aku dapat mencuci mukaku pula dengan cairannya itu.
Di perumahan rumahku ialah seorang Randi, pemuda 21 tahun, pengangguran jebolan SMU3, tingginya 182 cm dan berat badannya 68 kg. Jangkung dan langsing. Rambutnya yang lurus tidak jarang kali terurai bergaya Bon Jovi. Pakaiannya itu-itu juga, kaos oblong lusuh, terkadang dibalut jeans kumel. Celana Khaki. Kerjanya luntang lantung, jalan sana jalan sini. Berdasarkan apa yang tidak jarang dialaminya Randi sadar banget bahwa tidak sedikit cewek bahkan pun cowok yang naksir berat padanya.
Sejak masih di SMU dia telah sering disuruh tidur sama teman-teman ceweknya. Bahkan Bu gurunya, Bu Endang, paling tergila-gila padanya. Walaupun belum berakhir 3 bulan menikah Bu Endang pernah nekad menyuruh Randi istirahat di rumahnya ketika suaminya tugas ke luar kota. Bu gurunya tersebut bilang bahwa terdapat mata latihan yang mesti diulangi dan harus digarap di rumahnya. Dan semalaman tersebut Bu Endang sukses melampiaskan kecintaan syahwatnya pada Randi. Saat waktunya kembali tak terdapat bagian tubuh Randi yang tanpa cupang-cupang bekas sedotan bibir Bu Endang. Pada peluang di bawah nanti biarlah Randi pun menceritakan apa yang dialaminya bareng Bu gurunya itu.
Randi tingal di perumahan Perumahan Sederhana Pondok Permai Jakarta Barat. Di lokasi itu, dia paling didambakan oleh semua gadis dan janda muda dan walaupun tidak tidak jarang kali nampak terang-terangan semua Ibu-ibu muda maupun separuh tua pun mengimpikan guna memandikan dengan lidah dan bibir-bibir mereka yang mungil-mungil itu. Dari teknik mereka memandang Randi pada ketika berpapasan atau Kebetulan lewat di depan rumahnya nampak mereka diisi khayalan seandainya dapat bertelanjang Berasyik masyuk bareng Randi pada suatu saat nanti.Cerita Seks Kisah Sensual,Cerita Panas Sensual,Cerita Ngentot Sensualitas,Cersex Sensual,Cerita Sex Terbaru 2018
Diantara ibu-ibu itu ialah Tante Wenny. Dia wanita asal Sukabumi yang paling jelita. Kulitnya kuning langsat. Perawakannya langsing. Mungkin selama 165 cm-an. Usianya yang selama 42 tahun Namun nampaknya terdapat 10 tahun lebih muda. Suaminya, Oom Darto ialah karyawan di suatu pabrik sepatu di Cilincing yang masing-masing hari kembali kerja sampai jam 9 malam. Tentu saja Tante Wenny tidak sedikit waktu sepinya. Dia sering menginginkan seandainya dapat ‘kelonan’ dengan Randi.
Tak jarang pada puncak sepinya dia mengerjakan masturbasi. Dengan ditolong ketimun Jepang yang hijau gede dan panjang Itu. Dia mengulum-ulum ketimun tersebut kemudian memasukkannya ke liang vaginanya. Tante Wenny menginginkan seakan kontol Randi sedang dia kulum lantas ngentot kemaluannya. Dan alangkah Puasnya ketika menjelang orgasme dia memanggil-manggil dalam bisik dan rintihannya.
“Acchh.. Randii.. Randii.. Keluarkan pejuhmu ke mulut tantee.. Yaa.. Keluarkan pejuuhhmmuu..”
Dan kesudahannya terjadilah peristiwa itu. Suatu pagi, selama jam 9 pagi, dengan sebatang cerutu di tangannya Randi jalan melalui rumah Tante Wenny. Saat tersebut Tante Wenny sedang mengguyur dan memindah-mindah Pot tumbuhan anggrek kesukaannya. Ada pot besar yang dia nggak powerful mengusungnya. Melihat Perempuan jelita macam Tante Wenny, tanpa diminta dan spontan Randi menolong mengusung pot itu.
“Koq ngangkat-angkat sendiri. Irwan mana Tante?” Rando menanyakan Irwan yang sahabatnya dan anak Tante Wenny yang cantik ini.
“Ah, Irwan mah tahunya beres. Tahu tuh, katanya tadi ke Depok negok kampusnya dan terus main kali”
Randi dan Irwan ialah teman bermain ketika di kompleks. Betapa terima kasih dan gembira hati Tante Wenny. Apalagi ketika menyadari bahwa yang menolong itu ialah Randi pria muda rekan anaknya yang memukau hatinya dan selalu muncul dalam khayal-khayal masturbasinya. Bagaimana kelanjutan kisah yang memicu libido ini? Apa yang selanjutnya dilaksanakan Tante Wendy? Bagaimana Randi merespon ulah tante jelita ini? Acchh.. Aku rasa lebih fair bila Randi sendiri yang kisah kepada semua pembaca. OK? Dengarkan.. [Jilatan-jilatan Tante Wenny pada celah-celah tubuhku.
“Hooh.. Cah Bagus (aku jadi tersanjung dengan panggilannya itu).. Terima kasih yaa..”
Aku menolong menggeser pot tersebut dan aku merasa Tante Wenny memandangku sedemikan rupa gemas dan hausnya. Pada wajahnya nampak dia berkeinginan mengeluarkan sesuatu pikiran. Aku merasa bahwa tante jelita ini melulu pengin menahan supaya aku lebih lama tinggal. Aku paham. Aku memang termasuk tidak jarang menghadapi tante-tante genit macam ini. Mereka bilang bahwa pria macam aku layak menerima perlakuan macam bayi.
Melayani pria macam aku merupakan khayalan kenikmatan syahwat yang tak terkira. Mereka bilang apapun mauku dengan rela mereka bakal penuhi. Dia nampak beranggapan dan…
“Oocchh.. Bisa mohon tolong sekalian donk.. Sayang (dia terus membuang godaan padaku). Tante Mau geser lemari di lokasi tidur tante. Mau bantuin nggak??”
“Boleh saja…”
Aku tahu banget bahwa tante jelita ini tergolong tante yang ‘gatal’ dan tidak jarang mencuri-curi pandang masing-masing kali aku lewat atau berpapasan dengannya. Kali ini apa maunya??
“Ayolah masuk…” Tante Wenny menyuruh aku masuk ke rumahnya, “Duduk dulu, yaa..”
Tante Wenny bergegas masuk ke kamarnya. Aku agak heran mengapa untuk menggeser lemari yang sangat cuma semenit harus duduk dulu. Tetapi pikiranku langsung sirna saat menyaksikan Tante Wenny telah ganti ‘short pant’ yang paling seksi ketika kembali terbit dari kamarnya.
“Aku buatin minuman dulu, yaa…”
Ucchh mata tante genit tersebut melirik belalak seraya melepas senyuman dari pipinya yang ranum mengindikasikan kejelitaannya. Aroma parfumnya paling menggoda libidoku. Untuk memperbanyak hatinya aku melototkan mataku memandang lekuk liku tubuhnya dengan sarat kekaguman Birahi. Aku semakin yakin bahwa ini semua melulu ulah Tante Wenny guna menahan supaya aku tidak cepat menghilang dari pandangan matanya. Ah, biarlah. Siapa tahu bisa rejeki nomplok.
Dengan 2 buah gelas besar sarat Coca Cola di tangan Tante Wenny terbit dan menyerahkan segelas bikin Aku.
“Ambil Cah Bagus…” sapanya bergaya akrab, “Ayo minum… nggak butuh buru-buru khan?”
Duduk di seberang depanku mata Tante Wenny sebentar-sebentar meneliti penuh imajinasi birahi padaku. Aku yakin bila kuminta menjilati lubang pantatku tentu serta merta dia akan kerjakan dengan sepenuh obsesinya. Aku tahu pula dia isteri yang kesepian sebab sepanjang hari ditinggal kerja suaminya.
“Kamu koq bagus banget ssehh Ran..? Dulu mama anda makan apa dapat melahirkan cah bagus Macam ini..?” lempar goda yang begitu berani dan agresif dari tante genit padaku. Aku nggak tahu harus jawab apa. Aku diam saja. Aku harus berlagak acuh dan ‘cool’.
“Jadi nggak menggeser lemari, Tante?”
“Oohh, pastii.. Sekarang?” dia berdiri.
Yang mengherankan tangannya disodorkan guna kuraih dan yang terjadi kemudian ialah dia menarikku ke kamar tidurnya.
“Mari kutunjukkan lemarinya,” seraya terus menggelandang aku.
“Yang ini Cah Bagus.. Digeser ke kanan sedikit. Tante inginkan cerminnya menuju tempat tidur sampai kalau Oom sama Tante tidur dapat sambil berkaca. Gituu..!” katanya seraya melempar senyum manisnya dengan sarat arti.
Aku baru meraih tepian lemari guna mulai mendorong ketika tiba-tiba bibir Tante Wenny memagut lenganku lantas melata dan menyedot punggung tanganku. Duuhh.. Aku kelihatannya disambar stroom listrik ribuan watt. Seluruh tubuhku langsung menggelinjang. Aku menikmati betapa haus dan sepinya Perempuan STW (setengah tua) ini. Tak kupungkiri sedotan bibir Tante Wenny langsung menyambar gairah syahwatku. Kontolku telah ngaceng ketika tangan Tante Wenny tak dapat kuhindari merabai celah-celah selangkanganku.
“Cc.. Cah Baguuss.. Ayolah.. Jangan acuh.. Cium aku.. Atau.. L.. Ludahi akuu.. Aku paling Rindu sayaanngg…” seraya tangannya berjuang menggapai dan merangkul leherku inilah bibirnya Yang menantang bibirku. Aku masih bergaya acuh dan ‘cool’.
“Ayoo.. Ludahi aku Randii.. Ludahi tante..”. Matanya itu.. Ahh.. Mata yang sungguh paling Kehausan.
“Tolong Randii.. Tolong tante inii.. Ayoo.. Mana ludahmuu..”
Dia merangsek berjuang memagut bibirku tetapi aku menghindar dan pagutan tersebut mendarat pada kulit leherku. Tante Wenny menjadi beringas, Dia memelukku keras seraya mengamukkan pagutannya pada leher, dagu, bawah kuping dan bahuku. Aku memang semakin terbakar. Namun gaya acuh dan ‘cool’-ku tetap aku pertahankan.
Sungguh estetis menikmati bagaimana wanita dengan sarat haus mengerjain dan merasakan tubuhku. Akhirnya aku terdorong dan jatuh ke kasur. Tante Wenny tak lagi dapat kubendung.
“Nanti saja menggeser lemarinya ya sayaanngg…”
“Kasihan Cah Bagus. Kamu harus tidur duluu yaa.. Mumpung Irwan nggak di rumah. Kamu Temenin Tante dulu yaa…” seraya tangan-tangannya terus menggerilya tubuhku.
“Acchh Tantee.. Jangan.. Nanti disaksikan tetangga. Saat Randi masuk tadi khan ada penolong Bu Kirno sebelah lokasi tinggal sedang nyapu,”
“Ahh.. Jangan khawatir. Dia melulu babu blo’on. Nggak bakal berani ngomong apa-apa,” nada bicara yang didera nafsu birahi menciptakan Tante Wenny merendahkan pelayan sebelah rumahnya.
Tante Wenny yang jelita ini bergerak jongkok dan laksana pelayan pada tuannya mulai melepasi sepatuku. Sebelumnya dia ciumi terlebih dahulu ujung-ujung sepatuku sambil.
“Sabar ya Cah Bagus.. Uuhh.. Kenapa anda bagus banget sseehh..?”
Dia pun cium-cium kaos kakiku. Bahkan sesaat dia sumpalkan sendiri pada mulutnya seraya melepas wajah senyumnya padaku. Sebelum mulai melepasi celanaku mama Irwan yang jelita ini mencium, melumat dan menggigiti telapak Kakiku.
“Sayaang.. Kakimu estetis banget. Bikin tante ngiler banget ssiihh..”
Dia ciumi, jilati dan kulum jari-jari Kakiku. Lidahnya menjilati celah-celah salah satu jari-jari itu. Nampak bibir estetis tante Wenny demikian Lahap mengecupinya. Seluruh tubuhku laksana terkena sengatan listrik. Ucchh.. Nikmatnya hingga ke ubun-ubun. Hampir kutarik kakiku sebab tak tahan rasa geli yang merambati saraf-sarafku. Sementara libidoku langsung terdongkrak. Kontolku ngaceng mendesaki celanaku. Akhirnya tangannya sukses melepas kancing celanaku dan menariknya merosot kebawah, membuangnya ke lantai sampai aku bermukim bercelana dalam saja.
“Dduhh.. Duuhh.. Randikuu.. Tante telah lama memimpikan macam ini,” tante Wenny langsung menenggelamkan mukanya ke selangkanganku. Dia menggigiti celana dalamku yang menonjolkan Kemaluanku. Aku menikmati giginya mengigit kenyalnya kontolku yang memang sudah ngaceng berat. Tetapi tidak lama.. Akhirnya Tante Wenny merosot melata ke lantai menyergap kakiku yang terjuntai dari lokasi tidur guna Langsung menciuminya telapak kakiku. Dia kulum dan jilati jari-jari kakiku. Lidahnya menusuki celah-celah Jariku. Dduhh.. Bukan main nikmatnya. Lidahnya yang hangat lembut itu berjuang membersihkan wewangian kakiku yang tentu berbau kaos kaki atau sepatu yang menusuk.
Demikian kegilaan dia menghirup dan menggigit unsur ini sebelum kesudahannya melata mengarah ke betis-betisku. Gigi-giginya yang tajam terkadang menggigit sakit sampai aku harus menyangga dengan mengaduh desah dan menyangga kepalanya. Namun semua tersebut justru menciptakan Tante Wenny semakin meliar. Didorongnya pahaku sampai aku terbalik tengkurap. Dalam posisi ini Tante Wenny pulang menyerang aku dari bawah. Lidah dan bibirnya mengecupi lipatan paha dan betisku. Uucch.. Rasanya tak tahan.. Aku tak pernah aku merasakan sentuhan seksual macam ini.
Tante Wenny yang usianya sudah lebih 40 tahun ternyata nafsunya laksana magma gunung berapi. Yang aku kaget ialah saat ciuman tersebut terus merambah ke paha belakangku dan dengan cepatnya naik sampai wajahnya langsung nyungsep ke belahan pantatku. Yaa ampuunn.. Dengan histeris tante Wenny mengusel-uselkan wajahnya ke celah bokongku. Tante Wenny tanpa ragu menciumi pantatku. Untuk aku menjadi sensasi yang spektakuler saat lidahnya menggelitik dan menusuk-nusuk lubang pantatku ini. Sesekali dengan geregetan dia menggigit kecil Bibir-bibir analku. Lidahnya berjuang menggerilya lubang duburku seraya nafasnya tersiar demikian memburu. Rasanya dia dalam suasana birahi yang sarat kegilaan. Yang tak barangkali aku dapat menghentikannya. Dia telah tenggelam dalam kejaran syahwatnya sendiri.
“Hecchh.. Huuchmm.. Rr, rra.. Andd.. Ii,” gumamnya dalam tenggelam seraya dengan histeris lidahnya terus mencari-cari. Tanpa kusadari aku tertuntun guna nungging tinggi. Naluriku ialah membuka celah bokongku supaya muka Tante Yenny dapat lebih terbenam dan lidahnya mengejar lubang analku.Cerita Seks Kisah Sensual,Cerita Panas Sensual,Cerita Ngentot Sensualitas,Cersex Sensual,Cerita Sex Terbaru 2018
“Acchh.. Rr.. Randd.. Ddii..”
Berpegang pada bokongku sapuan dan sedotan lidah dan bibirnya di Lubang duburku semakin nikmat kurasakan. Entah kesenangan macam apa yang diperoleh Tante Wenny dari analku ini. Mungkin wewangian analku membuatnya mabuk kepayang padaku. Kubayangkan bagaimana sekiranya Irwan yang sahabatku menyaksikan bagaimana mamanya menjilati lubang taiku. Haa.. Haa.. Aku tertahan sampai menjelang santap siang.
Tante Wenny sukses merangsang libidoku sampai aku tak dapat menahan air maniku tumpah ke mulutnya. Kulihat alangkah rakus dia menjilati spermaku sampai bersih tanpa bekas. Yang tercecer di rambut kemaluanku, pahaku, batang dan pangkal kemaluanku bersih macam kena cuci saja. Uuchh.. Sangat nikmat merasai jilatan dan sedotan bibir ayu kepunyaan Tante Wenny Ini.
Yang lebih tak kumengerti ialah saat aku permisi ke kamar mandi guna kencing. Saat pancuran kencingku mancur Tante Wenny menyusul masuk ke kamar mandi. Kupikir dia melulu hendak memungut Sesuatu. Ternyata dia merangkul pinggulku dan bergerak jongkok menyongsong pancuran kencingku. Sambil matanya melirik ke aku, dia menengadahkan dan membuka mulutnya menampung cairan kuning pekat kencingku. Tanpa dapat kucegah dia memegangi kedua kakiku dan minum menenggak cairan pekatku itu.
“Jangan Tantee… jangaann..!,” namun aku tak dapat mencegahnya.
Juga aku tak dapat menghentikan kencingku yang memang sudah paling mendesaki kandungannya. Sungguh mempesona menyaksikan tante Wenny yang jelita separuh gelagapan dengan mulutnya yang sga-nga menerima pancuran kencing kuning pekat yang terbit dari penisku. Terdengar suara jatuhnya pancuran air kencing dalam rongga mulutnya itu. Sebagiannya dia minum seakan menjadi penawar Hausnya dan sesekali dia raupi wajahnya laksana orang membasuh muka dengan kencingku ini.
“Tante memang sudah mengimpikan kencingmu sayaanngg.. Nikmat banget rasanya.. Tante puas Banget niihh…” katanya seraya mengusap raup wajahnya dengan air kencing yang dia tampung pada Kedua tangannya.
Demikianlah kisah sekilas empiris Randi yang memang mempunyai pesona seksual spektakuler itu. Tante Wenny yang jelitapun bertekuk lutut dengan sudi guna menjilati pantat dan minum air kencingnya.
Ini terjadi selama 2 tahun yang lalu ketika aku masih duduk di ruang belajar 2 SMU top di Kebayoran. Waktu tersebut usiaku masih 16 tahun. Walaupun tidak sedikit cewek teman ruang belajar maupun kakak kelasku yang tidak jarang merayu, menyuruh kencan atau terang-terangan bilang naksir padaku, bahkan hendak tidur dengan aku tetapi aku masih tetap perjaka ‘ting-ting’ dan paling ‘idjo’ dalam urusan seksual.
Cewek-cewek tersebut bilang bahwa aku ialah pemuda sangat seksi di sekolahku. Bahkan mereka pun bilang barangkali se-Kebayoran melulu kepadakulah mereka hendak tidur denganku. Lebih tak waras lagi terdapat yang bilang paling senang hati guna menerimanya sekiranya aku mau melemparkan air ludahku ke mulutnya. Edann.. Ternyata tidak saja teman sekolahku yang pengin ngajak istirahat aku. Dan ini baru aku sadari sesudah aku sedang di rumahnya dimana aku tak dapat lagi menghindar.
Dia ialah Bu Endang guru matematika SMU Kebayoran. Bu Endang ialah guru yang sangat cantik di SMU-ku. Anak-anak bilang dia serupa dengan Desy Ratnasari tersebut artis sinetron asal Sukabumi. Yang aku heran bahwa Bu Endang ini baru saja menikah selama 3 minggu yang lalu. Bahkan orang tuaku muncul saat pernikahannya itu. Suaminya ialah seorang PNS Departemen Dalam Negeri. Sesekali suaminya tersebut bertugas meninjau ke daerah-daerah di tanah air. Dengan dalil banyak pekerjaanku yang salah ketika bel pulang ruang belajar berbunyi, selama jam 12.30 siang Bu Endang menahanku supaya tidak kembali dulu.
“Kamu harus membetulkan PR-mu. Aku nggak mau diciptakan repot. Kamu bawa seluruh buku-buku ini ke lokasi tinggal ibu. Nanti anda ibu ajari bagaimana menggarap PR dengan benar,” katanya dengan nada kesal atau marah padaku.
Siang tersebut aku tidak boleh kembali dan harus belajar matematika pada Bu Endang di rumahnya. Dengan Honda bebek-nya Bu Endang meluncur kembali lebih dahulu. Aku harus menyusul naik kendaraan umum sambil membawa buku-bukunya yang lumayan berat ini. Ah, barangkali inilah hukamanku sebab pekerjaanku yang tidak bener itu. Anehnya sesampainya di rumahnya, Bu Endang menyambut aku dengan paling ramah. Wajah marah atau kesal di ruang belajar tadi sama sekali tak nampak lagi.
“Sini Randi. Kamu taruh tuh buku-buku ibu di meja. Jangan malu-malu. Kamu santap siang dulu, ya, sama ibu. Bapak lagi dinas ke Kalimantan, jadi ibu sendirian koq. Mau minum apa?”
Dia rangkul pinggulku mengarah ke meja makan. Ah, ini mah lebih dari ramah. Rangkulannya tersebut demikian mesra menciptakan aku langsung merinding bergetar. Rasanya aku belum pernah dirangkul wanita macam begini. Tangannya yang lembut tersebut mengelusi pinggulku. Bahkan terdapat sekali tidak banyak mencubit aku. Nampaknya semua tersebut adalahtanda atau sinyal yang dicungkil Bu Endang padaku. Karena aku nggak tahu harus bagaimana, jadi yaa… ngikut saja kemauannya. Yang kupikirkan hanyalah mudah-mudahan matematikaku cepet benar dan aku dapat lekas pulang.
Selesai santap dia pulang merangkul mesra dan menuntun aku ke sofa ruang tamunya. Dan ternyata hari tersebut sama sekali tak terdapat matematika di lokasi tinggal Bu Endang. Sejak mula duduk di sofanya, Bu Endang langsung mengelusi pahaku. Dia bilang.
“Randii… anda menjadi idaman tidak sedikit cewek di sekolah. Kamu tentu tahu, khan? Sudahlah, matematikamu nanti biar ibu yang tolong benerinnya. Ibu pengin istirahat seraya ngobrol dulu sama kamu. OK?” Bu Endang memblokir kata-katanya seraya tangannya memungut tanganku dan meremasi jari-jariku.
Edan… nggak tahu mengapa tanpa sadar aku menjawab remasannya. Akibatnya Bu Endang langsung menjadi liar. Pasti dia beranggapan bahwa aku merespon apa yang dia mau. Duduk di sofa saling berdempetan Bu Endang semakin merapatkan tubuhnya pada tubuhku. Remasan tangannya menjalar menjadi cemolan di pahaku. Greenng.. Saraf birahiku bangkit dan tak ayal lagi kemaluanku ngaceng mendesaki celana SMU-ku.
Uucchh.. Aku malu banget bila sampai Bu Endang melihatnya. Tetapi dia memang sudah melihatnya.
“Nggak usah malu Randi.. Ini tandanya anda normal dan sehat. Baru kesenggol tidak banyak saja langsung tegang berdiri.. Hii.. Hii.. Hii…” canda Bu Endang dengan senyumannya yang amat menawan yang menciptakan suasana menjadi lebih mencair.
Namun mukaku tetap berasa kemerahan sebab malu. Aku cepat menyadari pula rupanya Bu Endang memang sudah merencanakan perjumpaan macam ini denganku. Aku merasa blo’on banget, walaupun pada dasarnya aku senang dengan apa yang sedang terjadi ini. Aku menengokkan wajahku. Acchh.. Wajah-wajah kami ternyata sudah begitu berdekatan.
Mata Bu Endang rasanya menusuki kedalaman mataku guna mendapatkan kepastian. Dan aku tetap blo’on ketika tiba-tiba bibirnya sudah menyentuh dan langsung menyedot kecil bibirku. Itulah pendahuluan yang dilaksanakan Bu Endang padaku. Mengerti bila akhirnya aku diam dan ‘cool’ Bu Endang pulang meliar. Dia peluk dan pagut aku. Bibir lembutnya melumat bibirku. Aku tidak banyak gelagapan dan nyaris terjatuh dari sofa lokasi dudukku. Situasi tersebut membuat aku merangkul Bu Endang secara reflek. Dan itulah yang ditungu-tunggunya.
Dia mendesah, “Hhaacchh.. Hheecchh.. Rranddii…” dengan sepenuhnya sekarang memeluk tubuhku.
Kurasakan remasan tangan-tangan halusnya pada punggung mengiringi lumatan bibirnya pada bibirku. Aku merem melek kaget tetapi uucchh.. Nikmatnyaa.. Aroma parfum Bu Endang menyergap hidungku dan aku mulai berasa melayang dalam nikmatnya berasyikmasyuk dengan wanita ayu macam Bu Endang yang dalam pelukanku pula kini.
“Bapak nanti bagaimana Bu..??”
“Sshh.. Jj.. Jangan bicara tersebut sayangg.. Aku paling rindu kamu.. Aku sangat mau kamu.. Ayoo Randi.. Peluk ibu yang lebih erat lagii…” rupanya dia enggan aku bicara mengenai suaminya.
Ah.. Urusannyalah. Dan Bu Endang memakai kesempatan bareng aku ini dengan sepenuh kecintaan akan usapan syahwatnya. Dia hempaskan aku ke sofa dan tindih tubuhku.
Dia meracau, “Randii.. Kamu tampan banget siihh.. Aku sayang anda Randii.. Boleh ya? Bolehh.. Khan?? Randii.. Hhcchh…” tersiar nafasnya yang mengejar dan suaranya serak menyangga gelora nafsunya.
Dan tangan-tangannya yang lentik tersebut terasa tak sabar mulai melepasi kancing kemeja SMU-ku. Aku jadi takjub juga bakal nafsunya yang demikian menggebu padaku.
“Randii.. Ibu sayang kkhaamuu.. Randii, oohhcch Ran.. Ddii…” racau Bu Endang tak henti-hentinya.
Saat kancing kemejaku sudah lepas mukanya langsung merangsek dadaku. Kurasakan bibirnya mulai dengan halus melumat buah dadaku. Lidahnya menyapu dan lantas disusul dengan bibirnya yang mengecupi dan mengigit sarat haus pada pentil-pentilku. Aku taka tahan menyangga gelinjangku, aku pun mengeluarangan desahan dan erangan. Tangan Bu Endang meremasi punggung dan turun ke pinggulku.
Duuhh.. Sungguh dahsyat birahi ini.. Kutengok wanita cantik se umur bibiku ini laksana ular sanca yang sedang menancapkan taringnya pada dadaku. Kepalanya bergeleng guna mengetatkan gigitannya. Lumatan bibirnya menciptakan aku melayang dalam lambung nikmat tak terkira. Bu Endang rasanya sudah melupakan semuanya tergolong pada suaminya yang baru menikahinya 3 minggu yang lalu. Kemudian mulut ular sanca tersebut melata dan merambah perutku dan terus turun lagi.
Saat bibirnya menyentuh ikat pinggangku taringnya pulang menggigit supaya tidak melepaskannya. Tangan-tangan Bu Endang dengan sigap melepasi ikat pingang dan kancing celanaku. Dengan tak sabar dia tarik dan dorong celanaku ke bawah sampai betisku. Wajahnya langsung membenamkan ke celana dalam dan selangkanganku. Dia menciumi dengan ganasnya. Oocchh.. Perempuan ayuu.. Begitu ganas dia merangsekkan mukanya. Dia hirup aroma-aroma yang menebar dari selangkangan dan celana dalamku.
“Raanddii.. Uucchh.. Raa.. Nddii.. Ibuu saayngg.. Kkaamuu…” racaunya yang terus membising.
Aku memang tak dapat menahan gelinjangku. Syaraf-syaraf peka yang tertebar pada pori selangkangan dan pahaku menciptakan aku menikmati kegatalan shyawat yang paling dahsyat. Kucabik-cabik rambut Bu Endang dan kuremas-remas dengan paling kerasnya. Jilatan dan lumatan bibir Bu Endang menciptakan aku menggeliat-geliat tanpa menyangga diri. Seluruh syaraf-syaraf birahiku terbangkit merambatkan kegelian tak tehingga.
“Ampuunn.. Buu.. Ooiicchh.. Jj.. Jangaann…” entah ngomong apa lagi aku.
Rasanya asal bersuara. Aku membutuhkan saluran emosiku yang menggelegak sebab ulah Bu Guru cantikku ini. Rambut Bu guruku yang cantik tersebut langsung awut-awutan, tetapi Bu Endang tidak mengeluh. Dia terus menggilakan wajahnya men-‘dusel-dusel’ ke selangkanganku. Kemaluanku menjadi tegak keras laksana tongkat mahoni. Bu Endang tanpa ragu menciumi dan menjilatinya. Basah precum di ujung penis dia jilati dengan rakus. Nampak wajahnya menyeringai dalam matanya yang separuh terbeliak larut dalam puncak nikmatnya yang tak bertara. Aku tak dapat menahannya.
“Adduhh.. Bb.. Bu.. Saya nggak ttahann.. Ggelii.. Bbuu..”
Kuseret tubuh Bu Endang ke atas sampai tubuhnya menindih tubuhku. Kurangkul dengan ketat bahunya dan kucium bibirnya. Aku melumat sarat kegilaan seraya menyedoti ludah-ludahnya. Kami bergelut bak dua ular yang sedang memperebutkan mangsa. Pada ketika bersamaan tangan Bu Endang meraih kemaluanku untuk ditunjukkan ke kemaluannya. Aku tahu, dia inginkan aku memasukan batang kemaluanku ke rongga kemaluannya.
Terus cerah tiba-tiba rasa fobia menyergap aku. Aku fobia Bu Endang hamil. Aku fobia Bu Endang bakal memaksa aku menjadi suaminya sebab kehamilannya itu. Aku fobia dia bakal memperkarakan ke pengadilan dan mempermalukan aku, mempermaukan orang tuaku. Aku fobia menjadi berita di koran Pos Kota atau Lampu Merah atau berpuluh tabloid lainnya yang tidak sedikit beredar di Jakarta ketika ini. Aku fobia tak lagi menyandang predikat pemuda atau perjaka. Lucu pun ketakutanku macam tersebut pada masa-masa itu.. Tetapi Bu Endang tak berakhir cara. Tetap melayani pagutanku, dengan tubuhnya yang setengah menempati selangkanganku dengan penisku yang tegang kaku dengan cepat terjadilah..
Blezz..
Seluruh batang kemaluanku sudah amblas ditelan kemaluan Bu Endang. Tak ada peluang untukku. Bu Endang langsung bergerak naik turun memompakan pantatnya yang mendorong memek atau vaginanya menelani batang keras penisku ini. Ascchh.. Akhirnya.. Hanya Bu Endanglah yang sukses menggapai keperjakaanku. Dan nikmat yang kuterima.. Sungguh tak dapat kulukiskan.. Batang penisku terjepit oleh dinding hangat yang legit. Memek Bu Endang menyedot-nyedot urat-urat sensitif yang tersebar di semua permukaan batang penisku.
Kenikmatan tersebut demikian bergerak sarat pergantian masing-masing Bu Endang unik atau mendorong pantatnya yang menolong kemaluannya melahapi kenisku. Ammppunn.. Buu.. Enaakk bangett.. Ssiihh.. Kini aku menonton bagaimana seorang wanita yang demikian kehausan diserang orgasmenya. Mula-mula mata di wajah cantiknya tersebut mendelik dan membeliak dengan kelopak yang menelan bulatan hitam matanya dan menyisakan warna putih pinggirnya.
Keadaan tersebut disertai dengan desah keras yang sangat menyedihkan sebagaimana kijang yang sekarat dalam terkaman pemangsanya. Dengan tangannya yang hampir mencekik leherku Bu Endang menancapkan cakarnya pada bahu samping leherku itu. Dengan keringat yang deras mengucur dia tekan lebih membenam kemaluannya guna menelan kemaluanku lebih dalam. Pada detik-detik tersebut kurasakan kedutan-kedutan keras menggilas-gilas batang penisku. Yang lantas terdengar ialah auman atau teriakan tanpa terbendung dari mulut ayu Bu Endang.
“Rr.. Aanndii.. Tt.. Toloonngg.. Ranndii.. Ampunii ibbuu.. Yaa.. Rranddii.. Ii,” lantas ‘bruukk’ tubuhnya jatuh terhempas ke dadaku. Tubuh sarat keringat tersebut langsung berkejat-kejat sejumlah saat sebelum kesudahannya diam dan beku kecuali menyisakan tarikan nafas yang cepat dan tersengal. Aku langsung merasa iba dan tanganku nampak mengusap-usap punggungnya.
“Haacchh.. Maafin ibu yaa.. Randdii…” tubuhnya merosot ke kasur dengan lunglai.
Tangannya pulang jatuh ke dadaku. Situasi hening sejumlah saat. Aku menyesuaikan kehendak Bu Endang. Aku tak bergerak dan tidak mempedulikan dia melepas lelahnya. Hari tersebut aku kembali jam 5 sore. Bu Endang memuasi aku dengan mulutnya yang mengulum-kulum penisku. Dia minum spermaku.
“Randi, berikut tanda ibu sayang sama kamu. Pada bapak (suaminya) aku nggak pernah kerjakan begini. Aku rasanya geli. Jijik begitu. Tetapi pada anda Randi, malah aku tidak jarang kali mengimpikannya. Aku selalu menginginkan bagaimana rasanya menelan air manimu. Auucchh.. Terima kasih banget yy.. Sayaanngg..”
Sebelum aku kembali Bu Endang memberi aku uang tetapi kutolak. Apa jadinya nanti.. Bu Endang bercita-cita aku datang lagi sekitar suaminya belum pulang. Namun aku tak pernah datang lagi. Aku tetap saja takut bila Bu Endang hamil sebab ulahku. Sekali aku kepergok dengannya ketika ada pesta olah raga antar sekolah.Cerita Seks Kisah Sensual,Cerita Panas Sensual,Cerita Ngentot Sensualitas,Cersex Sensual,Cerita Sex Terbaru 2018
Pada waktu tersebut usai pertandingan di sekolah (aku pemain volley SMU-ku) aku tertinggal kembali sehingga aku berjalan lumayan jauh sebelum ketemu halte angkutan kota. Tiba-tiba suatu mobil menepi tepat di sampingku. Bu Endang membuka kaca pintunya dan menyilahkan masuk. Aku nggak enak guna menolaknya. Rupanya dia berpeluang membawa mobil suaminya.
“Apa kabar Randi?” seraya meremas selangkanganku yang menciptakan kontolku langsung ngaceng berdiri.
Tidak langsung menjalankan mobilnya Bu Endang malah menepi, “Ibu kangen ini Randi, boleh yaa…”
Sebelum aku menjawabnya tangan-tangannya yang cantik gemulai tersebut sudah unik resluiting celanaku dan bahkan langsung merogoh dan lantas membetot terbit kontolku. Tangannya sejumlah saat mengurut-urut sampai aku memperdengarkan desahanku. Dengan mesin tetap menyala supaya ruangan mobil tetap dingin ber-AC Bu Endang langsung merunduk dan menyosor.
Kontolku di emut-emut dan kulum-kulum sampai spermaku muncrat. Menjelang muncrat kuraih kepalanya yang nampaknya rapi diatur salon rambutnya. Kuremasi tatanan rambut itu sampai awut-awutan. Menjelang muncrat aku berteriak tertahan. Kutekan kepala Bu Endang supaya menelam lebih dalam. 6 atau 7 kedutan besar kemaluanku memuncratkan cairan hangat air maniku ke haribaan mulut Bu Endang. Nampaknya di tersedak-sedak. Namun dia sampaikan terima kasih tak habis-habisnya padaku sebelum aku diturunkan di halte angkutan kota tidak jauh dari sekolahku.
No comments:
Post a Comment