Thursday, February 8, 2018

CERITA SEX NGENTOT DENGAN ADIKKU YANG MASIH PERAWAN - BONUS VIDEO BOKEP 3GP - WWW.CERITASEXNESIA.BLOGSPOT.COM



Ini ialah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan guna kesatu kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri bermukim di Bandung. Kejadian yang aku alami ini bila tidak salah ingat, terjadi saat aku bakal lulus SMA pada tahun 2015.

Sungguh sebelumnya aku tak menduga bahwa aku bakal meniduri adikku sendiri yang mempunyai nama Ratih. Dia tergolong anak yang rajin, karena dia yang memasak dan membasuh pakaian sehari-hari. Ibuku ialah seorang saudagar kelontong di pasar, sementara ayahku telah lama meninggal. Entah kenapa Ibu tidak berniat guna menikah lagi.


Yang ibu kerjakan setiap hari ialah sejak jam 4 subuh dia telah pergi ke pasar dan kembali menjelang magrib, aku juga sekali-sekali pergi ke pasar untuk menolong ibu, tersebut pun bila terpaksa sedang tidak punya uang. Sedangkan adikku sebab seringnya bermukim di lokasi tinggal maka dia tidak cukup pergaulan sampai kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku melulu terpaut dua separuh tahun dan saat tersebut dia masih duduk di ruang belajar 1 SMA.

Baiklah, aku bakal mulai mengisahkan pengalaman sex dengan adikku ini. Kejadiannya ketika tersebut aku baru kembali dari lokasi tinggal temanku Anto pada siang hari, saat sampai di lokasi tinggal aku mendapati adikku sedang asyik menyaksikan serial telenovela di di antara TV swasta. aku juga langsung menciptakan kopi, mengisap rokok sambil berbaring di sofa.

Saat tersebut serial itu sedang memperlihatkan salah satu adegan ciuman yang melulu sebentar sebab langsung terpotong oleh iklan. Setelah menyaksikan adegan itu aku menoleh untuk adikku yang ternyata tersipu malu sebab ketahuan telah menyaksikan adegan tadi.

“Pantesan kerasan nonton film gituan” ujarku.
“Ih, apaan sih” cetusnya seraya tersipu malu.

Beberapa menit lantas serial tersebut berlalu jam tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya dia sedang membasuh piring. Karena acara di televisi tidak terdapat yang seru, maka aku juga mematikan TV itu dan setelah tersebut aku ke WC guna buang air kecil. Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok sebab mencuci piring.

“Ratih, minggir dulu sebentar pingin pipis nih” sahutku tak powerful menahan.

Setelah aku berlalu buang air kecil, pikiranku tidak jarang kali terbayang pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku sendiri awalnya tak mau melakukan macam-macam sebab kupikir dia ialah adikku sendiri, lagipula adikku ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan sudah menggoyahkan pikiranku, maka aku beranggapan bagaimana caranya supaya dapat mencumbu adikku ini.

Aku seringkali menculik pandang menyaksikan adikku yang sedang mencuci, dan entah kenapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan mendekat adikku dan mendekap tubuhnya dari belakang sambil menghirup tengkuknya. Mendapat serangan yang seketika tersebut adikku hanya dapat menjerit terkejut dan berjuang melepaskan diri dari dekapanku.

Aku sendiri kemudian tersadar. Astaga, apa yang sudah aku kerjakan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis sesenggukan dan kemudian dia lari ke kamarnya. Melihat urusan tersebut aku langsung memburu ke kamarnya. Sebelum dia memblokir pintu aku sudah sukses ikut masuk dan mengupayakan untuk menyatakan perihal peristiwa tadi.

“Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah”
“Terus terang, Aa nggak tahu kenapa dapat sampai begitu”
Adikku hanya dapat menangis seraya telungkup di lokasi tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di ambang ranjang.
“Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu” kataku agak takut.
“Aa jahat” jawab adikku seraya menangis.

“Ratih maafin Aa. Aa melakukan demikian tadi sebab Aa nggak sengaja lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa telah seminggu ini putus ama Teh Dewi” kataku.
“Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih” jawab adikku lagi.
“Yah, Aa nggak powerful aja pingin bercumbu”
“Kenapa sama Ratih” jawabnya.

Setelah tersebut aku tidak bisa berkata lagi sampai keadaan di kamar adikku begitu sunyi sebab kami melulu terdiam. Dan rupanya di luar mulai tersiar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian itu lalu aku mengupayakan untuk memecah keheningan itu.

“Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak bakal ada yang lihat ini” Adikku tidak membalas hanya dapat diam, mengetahui urusan tersebut aku mencoba mengembalikan tubuhnya dan kuajak bicara.
“Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?” bujukku.
“Tapi Aa, anda kan adik kakak?” jawabnya.
“Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, agar entar kalo pacaran nggak canggung”

Entah kenapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam. Wah dapat nih, gumanku dalam hati sampai aku juga tak membuang peluang ini. Aku mengupayakan untuk ikut berbaring bersamanya dan mengupayakan untuk meraih pinggangnya. Aku mesti melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir, Ratih kemudian berkata..


“Aa, Ratih takut”
“Takut kenapa, Say?” tanyaku.
“Ih, meuni geuleh, panggil Say segala” katanya.
“Hehehe, fobia ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok”, rayuku.
“Bukan fobia ama Aa, tapi fobia ketahuan Ibu” jawabnya.

Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi dalil melainkan bibirku langsung tiba di bibir ranum adikku yang satu ini. Mendapat perlakuanku laksana itu, terlihat kulihat adikku terkejut sekali, sebab baru kesatu kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang laki-laki yang tak lain ialah kakaknya sendiri. Adikku juga langsung mengupayakan untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mengupayakan untuk unik dan mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.


“Mmhh, mmhh.., Aa udah dong” pintanya. Aku menghentikan pagutanku, dan sekarang kupandangi wajah adikku dan rasanya aku paling puas meskipun aku hanya sukses menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis ini.

“Ratih, makasih yah, anda begitu definisi ama Aa” kataku.
“Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah bakal Aa..” belum sempat aku berakhir bicara..
“Udah bakal Aa apain” bisiknya seraya tersenyum. Aku semakin geregetan saja dibuatnya menyaksikan wajah cantik dan polos adikku ini.


“Udah bakal Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih inginkan kan jadi pacar Aa”, tanyaku lagi.
Mendengar urusan demikian adikku kemudian terdiam dan sejumlah saat lantas ia bicara..
“Tapi pacarannya nggak beneran kan” Katanya tidak banyak ragu.
“Ya nggak atuh Say, anda pacarannya kalo di lokasi tinggal aja dan ini rahasia anda berdua aja, tidak boleh sampai temen anda tau, lagipula sama Ibu” jawabku meyakinkannya.

Setelah tersebut kulihat jam dinding yang ternyata telah menunjukan jam 4 sore.
“Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah”, kataku kemudian.

Maka aku juga bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak berakhir pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.

“Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada santap belum?” kata Ibuku.
“Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?” aku menyaksikan Ibuku membawa bungkusan.

Setelah aku lihat ternyata Ibu melakukan pembelian bakso, lantas Ibuku memangil Ratih dan kami bersama-sama mencicipi Baso itu. Untungnya sesudah kejadian tadi siang kami bisa bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa sampai-sampai Ibuku tidak curiga tidak banyak pun.

Malamnya aku sempat tercenung di kamar dan mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh sesudah Ibu pergi ke pasar aku hendak sekali mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian hendak tidur sambil memeluk tubuh adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan sudah menguasaiku sampai-sampai aku terbangun saat Ibu berpamitan untuk adikku seraya menyuruhnya guna mengunci pintu depan. Setelah tersebut aku mendekati adikku yang bakal bergegas masuk kamar kembali.

“Ehmm, ehmm, bebas nih”, ujarku.

Adikku orangnya tidak tidak sedikit bicara. Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu apa yang hendak aku lakukan, namun dia tidak bicara sepatah kata pun. Karena aku telah tidak powerful lagi menyangga nafsu, maka aku langsung melabrak adikku, mendekap tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia diam saja sewaktu aku mendekap dan menciumi tengkuknya.

Dinginnya udara subuh tersebut tak terasa lagi sebab kehangatan tubuh adikku telah mengungguli hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya.

“Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?” pintaku.
“Idih, Aa genit ah, tidak boleh Aa, entar..”
“Entar kenapa?” timpalku.

Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung mengembalikan tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah semenjak tadi siang menciptakan pikiranku melayang. Aku lantas langsung mendorongnya ke arah dinding dan menghimpit hangat tubuhnya supaya melekat erat dengan tubuhku. Aku mengupayakan untuk menyingkap dasternya dan kucoba guna meraba paha dan pantatnya.

Walaupun dia menyambut ciumanku, namun tangannya berjuang untuk menangkal apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya kali ini beda daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan mengairahkan sebab kurasakan adikku sekarang pun menikmatinya dan mengupayakan menggerakkan lidahnya guna menari dengan lidahku.

Aku tertegun sebab ternyata diam-diam adikku pun mempunyai nafsu yang begitu besar, atau mungkin pun ini sebab selama ini adikku belum pernah menikmati nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis.

Kini tanpa ragu lagi aku mulai mengupayakan untuk menyelinapkan tanganku guna kembali meraba pahanya sampai tubuhku terasa berdebar-debar dan denyut nadiku terasa paling cepat, sebab ini ialah untuk kesatu kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum pernah mengerjakan ini, sebab Dewi pacarku lebih sering menggunakan celana jeans. Dengan Dewi kami melulu sebatas berciuman.


Kini yang terdapat dalam pikiranku hanyalah satu, yakni aku hendak sekali meraba, merasakan yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda) wanita sampai aku mulai menunjukkan jemariku guna menyelinap salah satu sisi-sisi celana dalamnya.

Belum pun sempat menyelipkan jariku salah satu heunceutnya, Ratih mencungkil pagutannya dan mulutnya laksana ikan mas koki yang terengah-engah dan mendekap erat tubuhku lantas menyilangkan kedua kakinya salah satu pantatku seraya menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah merasakan orgasme.

“Aa.. aah, eghh, eghh” rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya.

Sesaat setelah tersebut Ratih menjatuhkan kepalanya di atas bahuku. Aku usap rambutnya sebab aku pun paling menyayanginya, lantas aku bopong tubuh yang sudah lunglai ini ke atas lokasi tidur dan kukecup keningnya.


“Gimana Sayang, enak?” bisikku. Aku hanya dapat melihat wajah memerah adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini manisnya laksana Nafa Urbach.
“Gimana rasanya, Sayang?” tanyaku lagi.
“Aa, yang tadi tersebut apa yang namanya orgasme?” Eh, justeru ganti bertanya adikku tercinta ini.
“Iya Sayang, gimana, enak?” jawabku seraya bertanya lagi.
“He-eh, enakk banget” jawabnya seraya tersipu.

Entah kenapa demi menyaksikan kebahagian di wajahnya, aku kini melulu ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi guna melanjutkan aksiku untuk melintasi lembah belukar yang ada di kemaluannya sampai sesaat kemudian sebab kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk dampak orgasme tadi maka aku mengajaknya guna tidur. Kami juga terus tertidur dengan posisi saling berdekapan dan kakiku kusilangkan salah satu kedua pahanya.


Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang terdapat dalam pikiranku ialah betapa nikmatnya andai aku menikah nanti, layak saja di jaman sekarang tidak sedikit yang kawin entah tersebut sudah sah atau belum. Tanpa terasa aku juga sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah mengindikasikan jam 9 lewat dan adikku belum pun bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia hari ini tidak sekolah, pikirku.

“Ratih, bangun anda nggak sekolah?” tanyaku membangunkannya.

Ratih juga mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada jam dinding. Dia terkejut sebab waktu telah selesai begitu cepat, sampai-sampai dia sadar bahwa hari ini dia tidak barangkali lagi pergi ke sekolah.

“Aahh, Aa jahat mengapa nggak ngebangunin Ratih” rajuknya manja.
“Gimana inginkan ngebangunin, Aa pun baru bangun” kataku membela diri.
“Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih dapat dimarahin nih, ini semua karena Aa”
“Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu bila Aa nggak ngomongin kan” jawabku guna menghiburnya.
“Bener yah, Ratih tidak boleh dibilangin bila hari ini bolos”
“Iyaa, iyaa” jawabku.

Entah kenapa tiba-tiba terbersit di pikiranku guna mandi bareng. Wah ini peluang emas, dalil tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk sekolah dapat kujadikan senjata supaya aku dapat mandi bareng adikku.

“Eh, terdapat tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih inginkan mandi bersama ama Aa” kataku seraya mengedipkan mata.
“Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak inginkan mandi aja musti barengan”
“Ya udah kalo nggak inginkan sih terserah” ancamku.
Singkat kisah karena aku paksa dan dia tidak hendak ketahuan oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.

“Tapi Aa tidak boleh macem-macem yah” pintanya.
“Emangnya kalo macem-macem gimana?” tanyaku.
“Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga tersebut kan karena Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih” balasnya menakut-nakuti balik.

Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, dapat berabe urusannya, seorang kakak bukannya mengawal adik dari ulah badung laki-laki lain, eh justeru kakaknya sendiri yang nakal. Maka guna melancarkan keinginanku untuk dapat mandi dengannya, aku juga menyetujuinya.

Kami berdua kesudahannya bangun dari istirahat dan setelah membenahi kamar, kami berdua juga pergi mengarah ke kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami melulu saling diam dan kulihat adikku agak ragu untuk mencungkil pakaiannya.

“Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih” pintanya.
“Apa nggak usahakan Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa”

Tanpa pikir panjang aku mendekat adikku dan aku cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung guna membuka pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku tuntun guna membuka bajuku. Tanpa dikomando dia membuka bajuku setelah tersebut kutuntun lagi guna membuka celana basket yang aku kenakan.

Setelah keadaanku bugil dan melulu memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana kontolku telah dalam suasana siaga satu. Kini giliranku mencopot daster yang ia kenakan.

Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya sebab ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berjuang menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya sampai adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku juga balik mencolek memeknya, hehehe..

“Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu”, rajuknya.

Adikku lalu memungut handuk dan melilitkan handuk tersebut lantas melangkah terbit kamar mandi, tetapi sebab aku tidak mau peluang emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk seraya kukecup bibirnya, sebab ternyata adikku paling merasa nyaman bila bibirnya aku cium.

Aku lalu unik handuknya sampai terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air kemudian gayung kuambil dan langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya sudah basah oleh siraman air, adikku berjuang untuk mencungkil ciuman dan tekanan yang aku lakukan, namun usahanya sia-sia sebab aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami seraya kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya.

Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku laksana kemasukan setan. Di samping menyedot bibirnya dengan buas aku juga langsung mengupayakan untuk mencungkil celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya sampai ke tepi lutut, aku juga menariknya ke bawah dengan kakiku sampai benar-benar terlepas. Sadar bahwa aku akan melakukan nekat, Ratih semakin berjuang untuk mencungkil tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.

“Aa, stop please” rengeknya seraya menangis.
“Ratih, bantu Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa belum..” pintaku.

Dan tanpa menantikan waktu lagi di ketika tenaganya melemah, aku kangkangkan pahanya seraya kukecup bibirnya kembali sampai-sampai dia tidak dapat menolaknya. Di saat tersebut aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba menggali sarang yang telah lama ini hendak kurasakan.

Dalam sekejap kontolku telah berada tepat di celah pintu heunceut adikku, dan siap guna segera menembus keperawanannya. Merasa sudah tepat sasaran maka aku juga menghentakkan pinggulku. Dan aku laksana benar-benar menikmati sesuatu yang baru dan nikmat melanda semua organ tubuhku dan kudengar adikku meringis kesakitan namun tidak berjuang untuk menjerit.


Melihat urusan tersebut aku mengupayakan untuk mengontrol diriku dan mengupayakan menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, sebab aku merasa diriku dalam suasana kacau namun nikmat sampai sulit guna diuraikan dengan kata-kata.

Aku mencoba melulu membenamkan penisku untuk sejumlah saat, sebab aku tak kuasa menyaksikan penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku mengupayakan untuk melepaskannya namun mendapat kesulitan sebab belum pernah sekalipun aku membukanya sampai aku hanya dapat menarik BH yang menutupi payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal menyembul sesudah BH tersebut aku tarik.


Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan, aku juga tak kuasa guna segera menjilat dan menyedotnya senikmat mungkin.

“Aa, ahh, sakit” rintih adikku.

Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih berganti maka sekarang aku pun mengupayakan untuk menggerakkan pinggulku maju mundur, meski aku pun merasakan perih sebab begitu sempitnya lubang heunceut adikku ini. Badan kami sekarang bergumul satu sama beda dan sekarang adikku juga mulai merasakan apa yang aku lakukan. Itu bisa aku lihat sebab kini adikku bukan lagi meringis namun dia melulu mengeluarkan suara mendesah.


“Eenngghh, acchh, enngg, aacchh”
“Gimana, enakk?” aku mengupayakan meyakinkan perasaan adikku.

Dia tidak membalas bahkan kini malah tangannya meraih kepalaku dan memapahnya kembali menghirup mulutnya. Karena aku tidak hendak egois maka aku juga menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami juga ikut berdekapan menikmati sensasi yang tiada tara ini.

Tanganku kugunakan guna meremas payudaranya. Gila, kesenangan ini sungguh luar biasa, sekarang aku pun mengupayakan untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi.

Aku berbalik arah dan mengupayakan untuk segera memasukan pulang kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera membatalkan niatku, sebab kini aku dapat menyaksikan dengan jelas bahwa heunceut adikku merekah merah dan paling indah. Karena gemas aku juga lalu berjongkok dan mengupayakan mengamati format heunceut adikku ini sampai aku melongo dibuatnya.

Mengetahui aku hingga melongo sebab melihat keindahan heunceutnya, adikku berlagak tidak banyak genit, dia goyangkan pantatnya bak biduan dangdut seraya terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan pun karena malu, guna mebalasnya aku langsung saja menenggelamkan wajahku dan kuciumi heunceut adikku ini, sampai kembali dia hanya dapat mendesah..

“Aahh, Aa inginkan ngapain.., ochh, enngghh” desahnya sambil memungut nafas panjang.

Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan menjilati heunceut adikku ini, dan aku simaklah ada unsur dari heunceut adikku ini yang aneh, serupa kacang barangkali ini yang namanya itil, maka aku pun mengupayakan untuk memainkan lidahku di dekat benda tersebut.

“Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii”, erangnya ketika aku memainkan itilnya tersebut.


Karena mendengar erangannya yang menggoda aku juga tak kuasa menahannya dan segera bangkit untuk mendekap adikku dan memasukannya pulang dengan cepat kontolku supaya bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru sejumlah kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati kesenangan ini sampai dia juga meracau tak karuan lalu..

“Aa, Ratihh, eenngghh, aahh..”

Rupanya adikku baru saja merasakan orgasme yang hebat sebab aku rasakan di dalam memeknya laksana banjir bandang sebab ada semburan lava hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kesenangan yang lain sebab cairan tersebut laksana pelumas yang memudahkan kocokanku dalam heunceutnya.

Setelah tersebut adikku sekarang lunglai tak bertenaga, yang ia rasakan melulu menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan laksana pasrah tidak mempedulikan tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui urusan tersebut aku pun sekarang mengerayangi masing-masing lekuk tubuh adikku seraya terus mengentotnya, mulai dari menghirup rambutnya, mengerjakan payudaranya sehingga aku seperti menikmati ada yang beda dari tubuhku, terdapat perasaan laksana kontolku ini hendak pipis namun tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.

“Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess..” kata adikku.
“Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh”


Kurasakan semua tubuhku laksana tersengat listrik dan sesuatu cairan yang lumayan kental aku rasakan menyembur dengan cepat memenuhi rahim adikku ini. Sambil merasakan sisa-sisa kesenangan yang spektakuler ini aku memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras menolong kontolku untuk menjangkau rongga rahim adikku lebih dalam. Kami berdua sekarang hanya dapat bernafas laksana orang yang baru saja berlari-lari memburu bis kota.


Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami juga akhirnya mandi, dan setelah tersebut karena tubuhku lemas maka aku tiduran di sofa sambil merasakan acara televisi dan adikku kulihat kembali mengerjakan aktifitasnya merapikan rumah meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.

No comments:

Post a Comment